Tidak dapat dipungkiri bahwa mewujudkan negara yang maju bukanlah pekerjaan yang mudah. Begitu banyak permasalahan yang senantiasa mengiringi perjalanannya. Dan salah satu masalah besar yang menggerogoti proses kemajuan negara terletak pada sektor pendidikan. Pendidikan adalah segala daya upaya dan semua usaha untuk membuat masyarakat dapat mengembangkan diri, memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, berkepribadian, memiliki kecerdasan, berakhlak mulia, serta memiliki keterampilan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat dan investasi masa depan bangsa.
Pembangunan pendidikan merupakan salah satu prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional. Pembangunan pendidikan sangat penting karena perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang kehidupan, seperti: ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Hal ini mengakibatkan pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak setiap warga negara dalam memperoleh layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945, yaitu pemerintah wajib bertanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Semua warga negara Indonesia berhak untuk mendapatkan pendidikan, namun belum semua warga negara Indonesia mampu mengakses pendidikan sehingga tujuan pemerintah dalam penyelenggaraan wajib belajar belum sepenuhnya tercapai.
Ada tiga tantangan besar pendidikan di Indonesia yang dihadapi saat ini yaitu akses pendidikan bagi semua orang, kualitas pendidikan yang belum merata, dan alokasi anggaran serta keseriusan pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikaanpada tahun 2021 bahwa jumlah pulau Indonesia ada sekitar 17.000 pulau. Tentunya seluruh wilayah dan pulau yang ada di Republik Indonesia haruslah menerima pelayanan Pendidikan yang baik, setara dan merata tanpa terkecuali. Luasnya Republik Indonesia beserta heterogenitas sosiokultural yang ada di dalamnya, menimbulkan permasalahan serius, yaitu masalah Pendidikan di daerah "3T" terdepan, terluar, dan tertinggal.
Dalam buku yang ditulis oleh Handoko disebutkan bahwa Daerah Tertinggal didefinisikan berdasarkan kondisi sosial, ekonomi, budaya dan wilayah (fungsi Inter dan intra spasial baik pada aspek alam, aspek manusianya, maupun prasarana penduduknya). Penentuan wilayah Tertinggal menggunakan kriteria berdasarkan 6 pendekatan yaitu perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (fiskal), aksesibilitas dan karakteristik daerah. Kebijakan dan Strategi Pembangunan Daerah Tertinggal ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi Daerah Tertinggal secara umum berupa pemihakan, percepatan, dan pemberdayaan masyarakat yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi daerah masing-masing. Program prioritas yang harus dilaksanakan oleh pemerintah maupun pemerintah daerah adalah pengembangan ekonomi lokal, pemberdayaan masyarakat, pengembangan daerah perbatasan pemutusanketerisolasian, penanganan komunitas adat terpencil (KAT), pengembangan daerah perbatasan, pengembangan prasarana dan sarana, serta pencegahan dan rehabilitasibencana.
Sedangkan berdasarkan Perpres No. 63 Tahun 2020 yang dimaksud dengan Daerah Tertinggal adalah daerah kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional. Terdapat 62 Kabupaten yang masuk kategori ini. Beberapa di antaranya adalah, Nias (Sumatera Utara), Kepulauan Mentawai (Sumatera Barat), Musi Rawas Utara (Sumatera Selatan), Lombok Utara (Nusa Tenggara Barat), Sumba Tengah & Alor (Nusa Tenggara Timur), Donggala (Sulawesi Tengah), Pulau Talibau (Maluku Utara), Nabire & Asmat (Papua), serta Teluk Wondoma & Pegunungan Arfak (Papua Barat).
Pembangunan nasional, termasuk di dalamnya pemerataan akses pendidikan, sejak dahulu hanya dominan pada pulau Jawa saja. Sedangkan daerah yang tergolong terdepan, terluar dan tertinggal, masih banyak yang belum tersentuh. Daerah-daerah di luar pulau Jawa, masih harus menghadapi masalah dan hambatan klasik namun mengakar yaitu ketersediaan fasilitas Pendidikan dan ketersediaan sumber daya pendidik. Berlapisnya permasalahan Pendidikan kita, terutama di daerah tertinggal, maka perluasan, pemerataan dan akses pendidikan pada daerah 3T tersebut menjadi hal yang sangat penting dan perlu didahulukan untuk segera dicarikan solusi dan alternatifnya.
Dalam menyikapi masalah pemerataan pendidikan tentunya pemerintah tidak tinggal diam. Pemerintah melahirkan kebijakan zonasi yang lahir pada tahun 2017. Namun sayangnya implementasi kebijakan zonasi masih terdapat banyak kekurangan dan tantangannya. Dari segi penerapannya secara menyeluruh di wilayah Republik Indonesia, masih belum bisa maksimal bahkan nyaris tidak bisa diterapkan, karena masalah pendidikan yang menjadi momok utama di daerah tertinggal ialah ketersediaan fasilitas pendidikan yang layak dan ketersediaan pendidik yang berkesinambungan.
Fenomena masalah ketersediaan pendidik di daerah 3T menjadi hambatan yang harus diselesaikan terlebih dahulu oleh pemerintah. Menanggapi masalah tersebut pun, pemerintah sudah menjalankan program "Indonesia Mengajar". Sedang kini terlahir produk kampus merdeka yakni "Kampus Mengajar" yang berfokus salah satunya untuk membantu pembelajaran di masa pandemi, utamanya untuk SD di daerah 3T.
Berperannya generasi muda, mahasiswa dan perguruan tinggi dalam Kampus Mengajar sangatlah berpengaruh dalam upaya pemerataan pendidikan. Kebijakan, program, dan gerakan-gerakan yang di inisiasi oleh pemerintah sudah sangat esensial dan berpotensi memberi pengaruh yang signifikan terhadap proses pemerataan Pendidikan. Namun upaya-upaya tersebut masih bisa ditingkatkan lagi, baik secara tujuan maupun secara teknisnya di lapangan agar mampu menjadi solusi. Sebagaimana kita pahami bersama bahwa pendidikan di Indonesia dirundung multilayer problem, maka perlu dihadapi juga dengan program maupun kebijakan yang mengandung multilayer solution. Dan untuk meningkatkan dan mendukung program maupun kebijakan yang sudah diimplementasikan, maka program Sustainable Local Teacher (SLT) dinilai mampu memaksimalkan potensi dan dampak dalam mewujudkan visi Merdeka Belajar.
Sustainable Local Teacher (SLT) adalah alternatif solusi berupa pendidikan dan pelatihan. SLT bertujuan untuk menciptakan tenaga pengajar yang berasal dari daerah terpencil yang ada di penjuru Indonesia. Fokus objeknya adalah siswa lulusan SMA, yang mana KEMENDIKBUD nantinya memberikan fasilitas tunjangan pendidikan dan pelatihan untuk siswa lulusan SMA yang berada di luar pulau Jawa untuk menempuh pendidikan dan pelatihan di bidang pendidikan agar terciptanya pengajar baru di lokal daerah masing-masing .
Teknis pelaksanaan program SLT dilaksanakan berbasis camp yang dinamai camp daerah merdeka agar peserta dapat fokus dan terukur perkembangannya. Secara proses terdiri dari beberapa tahap yaitu (1) pendaftaran calon peserta secara individu bagi lulusan SMA sederajat maupun Mahasiswa dan Sarjana (2) proses verifikasi, berupa pengecekan berkas formil maupun materiil yang diperlukan (3) penyelenggaraan dilakukan berdasarkan keputusan panitia pelaksana baik teknis maupun non teknis (4) Program ini dilaksanakan selama 90 hari yang dapat difasilitasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi atau kerjasama antar lembaga antara Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi bersama dengan Dinas Pendidikan di daerah, Kementerian Sosial maupun NGO (Non Government Organization) yang fokus terhadap pendidikan dan daerah tertinggal.