Lihat ke Halaman Asli

Cerita Anak Dahulu: Berani Membunuh

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diceritakan di suatu waktu ketika makhluk bawah laut masih hidup bersama dengan manusia. Ariel adalah putri duyung kecil yang merupakan anak bungsu dari Raja Triton sang penguasa samudera. Ketika beranjak remaja Ariel muncul ke permukaan laut dan menyelamatkan seorang pangeran yang terjatuh dari kapalnya. Ariel pun jatuh cinta kepada pangeran tersebut, namun karena dia adalah putri duyung dan  pangeran itu adalah manusia seharusnya mereka tidak akan bisa bersatu untuk selamanya. Tetapi Ariel sebagai seorang gadis remaja yang sedang jatuh cinta tidak patah arang dan mendatangi penyihir laut agar dapat berubah menjadi manusia. Penyihir laut itu mengingatkan setelah Ariel menjadi manusia dia tidak akan bisa berbicara tapi dia akan diberkahi bakat untuk dapat menari lebih baik dari siapapun. Walaupun ketika menari kaki Ariel akan sangat kesakitan seakan berjalan di atas sebuah pedang yang tajam. Dengan syarat yang sangat sulit sekalipun Ariel menyetujui untuk berubah menjadi manusia. Ariel pun akhirnya bertemu dengan sang pangeran yang juga tertarik dengan kecantikan dan keanggunan Ariel walaupun ia tidak dapat berbicara. Hal yang paling disukai oleh pangeran dari Ariel adalah tariannya dan Ariel pun terus menari untuk sang pangeran walaupun sakit yang menyiksa yang muncul dari kakinya. Tetapi pangeran malah menikah dengan putri kerajaan tetangga yang ia kira telah menyelamatkan nyawanya pada saat hampir tenggelam dahulu, hati Ariel pun hancur berkeping-keping. Pagi hari setelah malam perkawinan pangeran Ariel pun akan berubah menjadi buih di lautan.Tapi sebelum itu seorang kakak Ariel datang dan membawa pisau yang diberikan oleh sang penyihir. Dia berkata bahwa apabila Ariel membunuh sang pangeran dan membasuh kakinya dengan darah pangeran tersebut dia akan kembali menjadi seekor putri duyung. Tetapi Ariel tidak tega untuk membunuh orang yang ia cintai dan memilih untuk menghilang menjadi buih di lautan. Kisah diatas adalah cerita anak-anak dari Denmark dengan judul asli “Den lille havfrue” atauThe Liittle Mermaid yang dikarang oleh H. C. Andersen. Bagi yang pernah menonton film Little Mermaid versi Walt Disney mungkin akan merasa bahwa versi ini sedikit berbeda. Serta apabila kita berpikir dengan sudut pandang saat ini akan aneh rasanya apabila ada kisah yang ditujukan untuk anak-anak namun tokoh utamanya mati dan tidak happy ending.Tetapi menurut sang pengarang cerita yang menulis kisah ini pada tahun 1836, sang putri duyung sepertinya akan lebih baik menjadi buih di lautan saja daripada menjadi manusia dan hidup bahagia bersama sang pangeran.

Patung Little Mermaid Di Denmark (Worldatlas.com)

Kisah ini bukanlah satu-satunya kisah yang berakhir dengan kematian dari si tokoh utama. Salah satu cerita anak yang memiliki hal serupa adalah kisah “Gadis Penjual Korek Api” yang menceritakan sang gadis yang mati kedinginan di pagi musim salju yang ganas. Kita di Indonesia pun memiliki kisah tersebut dari cerita Malin Kundang dari Sumatera Barat. Walaupun kematiannya tidak digambarkan secara eksplisit dengan merubah Malin menjadi batu karena dikutuk oleh ibunya. Tapi kalau dia terus menjadi batu dan tidak berubah lagi menjadi manusia sepertinya sama saja dengan mati. Sepertinya di masa tersebut menuliskan kisah tentang kematian bukanlah cerita yang tabu walaupun untuk sebuah cerita fantasi yang banyak dibaca oleh anak-anak. Yang tentu saja akan sulit kita temui pada cerita-cerita anak yang dibuat di zaman ini. Walaupun begitu bukan berarti bahwa penulis zaman sekarang kurang berani dan kreatif dalam mengeksplorasi cerita, hanya saja kondisi masyarakatnya yang berbeda. Di sebuah film dokumentasi tentang tokoh kartun Mickey Mouse diperlihatkan kalau Mickey sang tikus sangatlah nakal ketika  dia masih berhitam putih dan sikapnya pun berangsur membaik ketika sudah berwarna. Ada masa ketika Mickey mempertontonkan aksinya dalam merokok, minum bir, dan juga memaksa untuk mencium Minnie di layar kaca. Yang menurut keterangan dalam film tersebut adalah hal yang masih bisa diterima pada masyarakat pada saat itu. Bahkan Mickey bisa terlihat menendang anak babi dan menarik-narik ekor kucing. Mungkin kalau bisa kita ambil sebuah kesimpulan sederhana dari paparan di atas, kita dapat berkata kalau nilai-nilai masyarakat di suatu masa tertentulah yang menentukan bagaimana sang pengarang cerita menuliskan sebuah kisah. Ada sebuah masa dimana tokoh utama yang meninggal di cerita anak-anak adalah hal yang dapat diterima oleh masyarakat. Ada juga masa ketika seluruh cerita anak berakhir happy ending. Jadi mungkin saja akan ada sebuah masa yang menceritakan bagaimana sang tokoh utama tidak meninggal tetapi dengan terpaksa melenyapkan sebuah nyawa untuk menyelamatkan nyawanya sendiri. Tulisan dapat juga dilihat di: galursoleil.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline