Lihat ke Halaman Asli

Menjaga Anak dari Risiko ADB

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Masalah gizi memang kerap sekali menyinggahi bangsa Indonesia. Dengan memiliki sumber daya alam yang kaya, masalah gizi buruk atau busung lapar masih saja terjadi di sejumlah daerah. Permasalahan mengenai gizi pun beragam, salah satunya adalah anemia defisiensi besi (ADB).

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah penyakit kurangnya zat besi untuk sintesis hemoglobin. Sebagai orang tua, harus waspada terhadap penyakit ini karena biasanya sering terjadi pada bayi dan anak-anak. Selain itu, ADB ini merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai di Indonesia. Menurut data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001, hampir semua kelompok usia anak mengalami ADB dengan prevalensi terbesar adalah usia 0-2 tahun. Sebagai contoh, sebuah survei di Kalimantan baru-baru ini menemukan bahwa 38,5 persen bayi menderita anemia defisiensi besi. Kejadian itu cukup mengkhawatirkan karena rentang usia tersebut adalah masa periode emas pertumbuhan otak anak. Jika penyakit ADB dibiarkan terus-menerus akan berdampak pada proses tumbuh kembang anak. Tidak hanya itu saja, bahkan perkembangan motorik, kognitif, mental, dan sistem pertahanan tubuh pun akan menjadi tidak optimal.

Sebenarnya penyebab anemia itu beragam. Pertama, mulai dari asupan zat besi pada masa kehamilan yang tidak tercukupi. Sehingga mengakibatkan asupan gizi pada bayi dalam kandungan, terutama zat besi, juga menjadi berkurang. Akibatnya, bayi pun lahir dalam kondisi kekurangan zat besi.

Kedua, pada masa pertumbuhan anak-anak, asupan zat besi masih kurang. Sikap orang tua yang membiarkan anak dengan bebas memilih-milih makanan membuat asupan gizi bisa menjadi tidak tepat. Apalagi jika anak terbiasa jajan sembarangan, anak pun bisa mengonsumsi makanan yang tidak sehat mengakibatkan asupan zat besi sangat minim.

Ketiga, penggunaan susu formula yang hanya mengandung sedikit kandungan zat besi. Kebanyakan orang tua biasanya memberikan susu formula sebagai tambahan gizi untuk anak. Namun, kebiasaan tidak memperhatikan label kandungan gizi pada kemasan susu formula membuat pemberian susu formula untuk anak menjadi tidak tepat.

Keempat, ADB yang terjadi pada masa remaja bisa saja terjadi akibat percepatan proses pertumbuhan, karena asupan zat besi yang kurang. Sementara itu, asupan zat besi pada remaja perempuan sering kali terjadi, terutama pada saat menstruasi. Jadi, apabila disimpulkan bahwa usia rentan ADB adalah usia 0-18 tahun.

Pemicu ADB lainnya antara lain adalah produksi sel darah merah yang menurun, penghancuran sel darah merah atau hemolisis akibat sejumlah penyakit (misalnya thalassemia dan infeksi), serta bahan pembentuk sel darah merah berkurang akibat kekurangan zat besi, asam folat, vitamin B12, ataupun karena gangguan pematangan sel darah merah. Anak yang menderita kekurangan zat besi ini biasanya mempunyai ciri-ciri antara lain wajah pucat, mudah lelah, mudah infeksi, gangguan prestasi belajar, dan menurunnya daya tahan tubuh. Selain itu, memiliki ujung-ujung kuku yang tampak pucat.

Untuk mencegah agar tidak terkena penyakit anemia defisiensi besi (ADB) perlu melakukan pemeriksaan secara rutin mulai dari kecil atau bayi. Terlebih lagi pemeriksaan lebih utama dilakukan pada bayi yang mempunyai riwayat ADB dari ibunya. Selain itu, bayi yang lahir dalam keadaan prematur dan bayi yang mempunyai asupan gizi kurang. Selain itu, pencegahan lainnya dimulai saat seorang ibu masih remaja. Pada masa remaja, seorang perempuan perlu mendapatkan asupan zat besi yang cukup. Hal ini tidak hanya untuk mengantisipasi kekurangan zat besi pada usianya, tetapi karena pada saat remaja prempuan beranjak dewasa dan menjadi seorang ibu, ia akan memberikan sebagian asupan zat besi untuk anak dalam kandungan. Perlu diperhatikan juga pada remaja putri saat mengalami masa menstruasi, karena harus memperhatikan asupan zat besi agar tetap tercukupi. Selain itu, pada bayi juga diberikan makanan tambahan yang kaya akan zat besi seperti daging merah dan susu. Agar nantinya dapat memperoleh keseimbangan zat besi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline