[caption id="attachment_207783" align="alignleft" width="300" caption="sumber foto: www.biroevoice.com"][/caption] Bagi banyak orang, Lebaran biasanya diikuti dengan tradisi nyekar atau ziarah ke makam kerabat dari orang yang dikasihi atau dihormati. Makam KH Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur termasuk yang banyak diziarahi. Alkisah, dua warga Jakarta yang kebetulan mudik Lebaran ke Jombang menyempatkan ziarah ke makam Presiden RI keempat yang terkenal sebagai pendekar demokrasi, perdamaian dan keberagaman (pluralisme) ini. Usai memanjatkan doa, dalam perjalanan keluar komplek pesantren mereka berdua berbincang tentang Pemilukada DKI yang putaran keduanya berlangsung bulan depan. “Sekarang ini saya jadi bingung. Isu SARA bertebaran. Katanya, sebagai muslim kita wajib memilih pemimpin yang muslim juga...” “Iya. Saya juga bingung. Padahal, katanya memilih pemimpin itu harus melihat kapasitas dan integritasnya. Apa iya kita harus memilih pemimpin cuma berdasarkan agamanya? Andaikata saja Gus Dur masih hidup, apa yang akan dikatakan beliau ya kira-kira?” sahut temannya. Tiba-tiba terdengarlah suara, entah dari mana. “Mau berdasarkan agama ya boleh aja, kita kan negara merdeka. Kalo saya sih gampang aja. Yang muslim silakan coblos gambar Jokowi, yang non-muslim silakan coblos gambar Ahok. Cuma gitu aja kok repot!!!” (Catatan: Tentu saja ini cerita rekaan. Saya hanya menuliskan latar belakang kisah, idenya sendiri saya dengar dari “jokes” yang banyak beredar, entah siapa yang pertama menciptakan.)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H