Lihat ke Halaman Asli

Galuh Sekar

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Thrifting: Sebagai Gaya Hidup Ramah Lingkungan

Diperbarui: 19 Januari 2023   16:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Thrifting sudah mulai menjadi budaya populer yang memiliki daya tarik dan diminati banyak kalangan. Mulai dari masyarakat biasa, influencer, hingga artis papan atas Indonesia seperti Adinda Thomas, Nadin Amizah, dan Andien Aisyah juga hobi menggunakan barang-barang thrifting yang sering mereka pamerkan dalam akun media sosialnya.

Lalu thrifting sendiri itu apa sih? Thrifting merupakan kegiatan membeli barang-barang bekas seperti tas, baju, sepatu untuk dipakai kembali dengan harga yang lebih murah namun kualitasnya cenderung masih bagus.

Thrifting tidak terlepas dari gaya hidup, menururt Setriyaningsih (2021) Gaya hidup keseluruhan pribadi yang berinteraksi dengan lingkungan seorang peminat thrifting selalu mencoba untuk mengikuti perkembangan trendfashion dan ingin tampil fashionable sehingga seseorang dapat menunjukan eksistensi atau keberadaan, identitas, selera, pemikiran, dan tujuan mereka.

Dengan gaya hidup thrifting, saat ini banyak ditemui orang-orang yang gemar thrifting bertujuan untuk menghasilkan dampak positif yaitu dapat meminimalisirkan limbah yang signifikan, sebab lebih sedikit baju yang perlu diproduksi maka lebih sedikit limbah tekstil serta kain yang akan berakhir di tumpukan tempat pembuangan sampah.

Menurut Zerowaste Indonesia, thrifting atau berbelanja pakaian bekas merupakan salah satu langkah sederhana dari masyarakat untuk mengurangi jejak emisi karbon global sebesar 30 persen, yang diwujudkan dengan gerakan sustainable fashion atau fesyen yang berkelanjutan (Zerowaste Indonesia, 2020)

Namun, apakah benar thrifting dapat berpotensi menjadi gaya hidup ramah lingkungan? Jawabannya berpotensi, karena dengan banyaknya orang yang mengonsumsi barang thrifting maka permintaan produksi pakaian baru yang ada juga akan berkurang. Jadi, lebih sedikit pakaian baru yang diproduksi maka lebih sedikit juga tumpukan sampah pakaian di TPA (Tempat Pembuangan Sampah).

Alasan kedua, yakni dapat melindungi laut. Karena banyak ditemui pakaian yang berakhir dan dibuang di laut, sehingga akan mencemari ekosistem laut yang mana ada bahan pakaian poliester yang tidak bisa terurai dan dapat menjadi racun yang otomatis dapat membunuh spesies air dan hewan yang hidup didalamnya.
Alasan ketiga, mengurangi polusi udara. Terdapat 10 persen emisi karbondioksida (CO2) yang didapatkan dari industri fesyen dan berasal dari fast fashion dengan model beragam, jumlah banyak, dan produk yang berkecepatan tinggi.

Oleh karena itu, aktivitas thrifting bukan hanya sebagai bentuk fashionable masyarakat yang ingin bergaya kekinian dengan harga murah, namun juga iku membantu lingkungan sekitarmenjaga kelestariannya maka tidak ada salahnya kita memiliki hobi thrifting karena banyak dampak positif yang didapatkan dengan gaya hidup ramah lingkungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline