Lihat ke Halaman Asli

Galuh Pandu Larasati

Jurnalis, Presenter, MC

Hidup Biasa Aja Boleh Nggak Sih?

Diperbarui: 18 April 2021   22:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Tetaplah hidup walaupun tidak berguna, jangan semangat kamu pasti tidak bisa, tetaplah putus asa

Akhir-akhir ini atau entah sudah sejak kapan, rasanya semakin banyak konten dan narasi-narasi demotivational seperti itu yang bertebaran di lini masa yang ternyata peminatnya juga banyak. Buatku ini tak ubahnya sebuah lelucon sebagai bentuk distraksi dari beratnya beban hidup dan tamparan realita yang tak pernah seindah rencana. Berangkat dari sana, orang-orang nampaknya mulai berani mengungkapkan ke ranah publik soal hidup biasa-biasa saja. Boleh ga sih kita hidup tanpa ambisi dan jadi biasa-biasa aja?

Pertanyaan ini cukup mengusik. Jauh sebelum perbincangan ini ramai di media sosial, ada artikel yang membahas soal The Art of Slow Living, seni hidup selow di tengah gegap dunia yang menuntut untuk serba cepat. Seakan-akan hidup ini kompetisi dan takut tertinggal dari satu dengan yang lainnya. Apakah hidup harus terus berlari, terburu-buru? Untuk mengejar apa, mendapatkan apa?

Kembali lagi ke pertanyaan, apakah boleh hidup biasa-biasa saja? Tanpa pencapaian yang luar biasa, bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sehat, bisa tidur nyenyak setiap hari, nggak ada hutang, nggak ada beban, nggak dihantui ketakutan-ketakutan yang belum terjadi, bebas.

Bisa jadi itu bentuk coping mechanism seseorang sebagai benteng insecurity atas keberhasilan orang lain yang menurutnya lebih dari dirinya. Kemudian pasrah menerima hidup yang begitu-begitu saja asalkan bahagia.

Di sisi lain, ada yang tidak setuju dengan hidup yang biasa-biasa saja. Yaitu yang punya ambisi dan semangat yang menyala-nyala untuk terus berkembang, mengeksplorasi potensi dirinya, menciptakan karya-karya besar, dan menggapai hal-hal yang menakjubkan.

Menurutku tidak ada yang salah dari keduanya. Semuanya punya latar belakang, punya preferensi masing-masing, punya intensi kenapa ingin begini, kenapa ingin begitu. Hingga akhirnya masing-masing yang memutuskan, mau menyerah dengan hidup biasa-biasa aja atau terus berusaha memperjuangkan ambisinya mencapai hidup yang “luar biasa”.

Tapi yang perlu diingat, apa hal yang mendasari diri untuk tetap berambisi dan meraih cita-cita? Apakah sebagai pembuktian, sanjungan, pujian, dan tepuk tangan orang lain? Atau hanya karena takut dianggap tidak ada, tidak dikenal banyak orang, dan tidak dipuja-puja? Hati-hati itu ego.  

Sebaliknya apa yang membuat kita memutuskan untuk hidup biasa-biasa saja? Apakah karena sudah menyerah, atau terlalu banyak dikecewakan karena harapan dengan realita yang tidak sesuai, karena sudah tidak ingin berjuang lagi, atau karena merasa sudah cukup? Silakan.

Untukku pribadi hidup terlalu singkat untuk menjadi biasa-biasa saja.

Apapun pilihannya selama itu tidak mengganggu hidup orang lain, tidak melanggar hak orang lain, selagi punya ambisi kejar, selagi punya daya berjuang, hingga kita sendiri yang menentukan seberapa jauh berlayar, seberapa keras berjuang, dan menentukan sendiri titik pemberhentian kita.. Hidup ini bukan kompetisi karena masing berangkat dari titik pemberangkatan yang berbeda, dengan jalur yang berbeda, pun tujuan yang berbeda.

Karena pada akhirnya mau jadi apapun kita nantinya selama bisa menikmati, memaknai, dan berbahagia dalam hidup, di situlah esensinya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline