Lihat ke Halaman Asli

Galuh Pandu Larasati

Jurnalis, Presenter, MC

Lahirnya Klan Sundul Langit #crazyrichsurabayan

Diperbarui: 7 Oktober 2018   16:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

kompasiana.com

Kisah orang-orang super kaya yang berseliweran di media sosial dengan tagar #crazyrichsurabayans ini cukup menyentil. Memang menarik untuk diikuti bahkan berlama-lama menghabiskan waktu menelusuri thread di twitter, highlight di instagram, dan merampungkan ber bab-bab convo orang-orang kaya yang susah diarani ini. 

Kelakuan mereka yang diluar batas logika saya, mulai dari membeli ratusan tas branded seharga ratusan juta rupiah, membeli puluhan mobil mewah, tiap hari jalan-jalan ke luar negeri, memberikan 5 gram emas batangan secara cuma-cuma hanya untuk souvenir wedding, sampai bisa membeli lambemu dan harga dirimu itu. 

Terus pernah nggak bertanya-tanya kira-kira darimana mereka mendapatkan semua kekayaan itu? Mungkin kebanyakan orang berpikir mereka ini orang-orang yang awalnya bersusah payah berusaha dari sampai bisa menikmati hasilnya tinggal sebut, maka segalanya tersedia begitu saja. Saya pun percaya demikian, hanya kerja keras dan usaha dengan tekad kuatlah yang bisa membuat kita jadi bagian dari orang-orang superkaya.

Tapi, masih dalam konteks #crazyrichsurabayan, bagaimana jika orang-orang dengan kekayaan sundul langit tersebut tidak kaya hanya dalam hitungan tahun, namun sebagian dari mereka adalah orang kaya genealogis alias kaya tujuh turunan sejak berabad-abad lamanya? Bisa jadi mereka ini adalah turunan dari golongan ningrat Jawa dan orang-orang China yang kongkalikong dengan VOC pada abad 17 untuk menguasai tanah serta hasil bumi. Mereka mengontrol dan mengorganisasi produksi dan distribusi, salah satunya dengan bekerjasama dengan para raja lokal supaya memaksa petani menanam produk pertanian terntentu dengan jumlah tertentu.

Dalam struktur kekuasaan kolonial, kompeni menempati struktur paling atas, namun untuk membendung perlawanan terhadap mereka, kompeni membagi sebagian kecil kekuasaannya kepada penguasa lokal. 

Diajaklah sang raja, adik-adik raja, maupun kerabat-kerabatnya sebagai tangan kepercayaan dan diberi perlakuan istimewa yang semata-mata dimanfaatkan untuk kepentingan mereka sendiri. 

Pada masa kolonial itu pula, kekuasaanlah yang menentukan kesejahteraan serta ekonomi penduduk setempat. Di sinilah kemudian terjadi proses diferensiasi kekayaan berdasarkan darah keturunan.

Tak hanya kelas-kelas bangsawan, VOC juga memanfaatkan orang-orang Tiongkok yang sudah lebih dulu berdagang di Jawa untuk menjadi perpanjangan tangan mereka. Yang awalnya perantara antara saudagar besar dari Tiongkok dengan penduduk Jawa, di tangan VOC berubah menjadi perantara VOC dan penduduk Jawa. Peranan mereka meluas ke posisi-posisi lain dan menduduki posisi penting setara dengan kalangan aristokrat Jawa.

Setelah masa kolonial berakhir, kekuasaan ini tetap dipertahankan dan terus berkembang. Orang-orang kaya lama dari turunan ningrat maupun pedagang cina yang telah menumpuk kekayaan sekian lama terus berekspansi ke berbagai sektor termasuk membuka sektor-sektor industri tanpa batas, diwariskan ke anak cucu, dan generasi seterusnya.

Tanpa men-generalisir, bahwa semua orang kaya awalnya dari situ, tapi tidak ada salahnya mengintip sejarah lahirnya orang-orang superkaya di Indonesia ini. Lalu apakah wacana kerja keras agar kaya ini masih relevan? Ataukah hanya propaganda untuk memacu kaum "proletar" supaya semakin memperkaya penguasa? Saya rasa ada benarnya bila sebuah kutipan motivator mengatakan bahwa dalam hidup jika kita tidak mengejar mimpi kita sendiri, maka kita akan bekerja untuk mengejar mimpi orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline