Lihat ke Halaman Asli

Tergoyahkan?

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1303300901190268833

Seminggu yang lalu mimpi dan keyakinan itu masih terpatri kokoh di sini. Aku ingin melakukan apa yang aku ingini. Aku masih ingin ke tempat-tempat yang ingin aku datangi. Aku masih ingin bertemu dengan mereka yang ingin aku temui. Aku ingin berbagi dengan mereka yang mau berbagi denganku. Berbagi mimpi, harapan, kisah, kebahagiaan, tawa, canda. Tanpa perlu memikirkan apa yang akan terjadi esok hari.

Yang aku inginkan adalah melewati hari ini dengan bahagia. Dan tentu saja bahagia dengan caraku sendiri. Jika kelak apa yang aku pilih nanti akan membuatku terpuruk, gagal, bersedih bahkan hancur. Biarkan saja. Biarkan seperti itu. Pada akhirnya aku sendiri yang akan memapah langkah ini sendiri. Aku tidak mau berharap ada yang bersedia mengangkatku dari keterpurukan. Sebab mereka pasti lebih mengutamakan kepentingannya yang lain. Jika hal ini terjadi biarkanlah. Biarkan saja. Berdiam dirilah di sana.

Mungkin benar, keyakinanku ini sangat bertentangan dengan apa yang mereka pikirkan. Terlalu mulukkah? Terlalu mengkhayal? Atau terlalu mustahil? Entahlah. Yang jelas, akhir-akhir ini aku merasa keyakinan & mimpiku mulai tergoyahkan. Goyah, karena tuntutan, keinginan dan harapan mereka begitu berseberangan dengan jalan pikiranku. Anehkah aku? Selalu berbeda pemikiran. Selalu melawan arus. Aku hanya diam, karena aku merasa tidak punya daya untuk mematahkannya. Ingin rasanya aku berteriak, tiap kali apa yang aku dengar membuatku tertunduk membisu.

Tahukah mereka, itu adalah keinginan mereka. Itu cara mereka. Itu mereka. Bukan aku. Haruskah aku menyalahkan diri sendiri? Lalu menyadari bahwa merekalah pemenang dari semua kegoyahan hati ini? Ya, apakah untuk kesekian kalinya aku membiarkan mereka menang. Mereka pasti akan tersenyum penuh kemenangan, ketika aku mengiyakan kendali mereka. Aku memang tak punya kendali apa-apa. Tapi bukan berarti aku ingin memiliki kendali. Kendali hanya akan merenggut kebebasan dari jiwa yang sebenarnya.

Saat ini, aku tidak mau yang lain kecuali merapikan keyakinan-keyakinan, keteguhan-keteguhan hati ini yang tampak sedikit retak dimana-mana. Aku masih ingin menjaganya. Aku masih akan menyimpannya erat-erat. Aku masih ingin menjadi aku. Bukan kamu, dia, kalian, atau pun mereka. Tolong, mengerti saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline