LATAR BELAKANG
Perkembangan teknologi yang sangat pesat telah mengubah beragam gaya hidup manusia, terutama dalam bidang teknologi dan komunikasi. Melalui perkembangan tersebut, kita ditawarkan beragam kemudahan dalam mengakses dan mengekpresikan diri kita didunia maya. Media sosial merupakan salah satu wujud perkembangan teknologi komunikasi yang saat ini sangat digemari oleh masyarakat diseluruh dunia. Media sosial memungkinkan setiap penggunanya dapat berinteraksi dengan siapapun dan kapanpun tanpa batasan waktu dan jarak (Putra, 2019). Namun, dibalik dampak positif berupa kemudahan terhadap akses informasi dan kebebasan berekspresi, media sosial dapat disalahgunakan oleh beberapa oknum untuk melakukan tindak kejahatan, contohnya perilaku cyberbullying. Fenomena ini merupakan efek domino dari masifnya perkembangan internet yang tidak diringi dengan filter yang tegas oleh pemerintah. Bagi kalangan muda yang banyak menghabiskan waktunya bermain di media sosial, cyberbullying merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Namun fenomena ini dapat dicegah melalui pendidikan adab formal maupun nonformal. Masih banyak dari generasi Z (rentang tahun 1997-2012) merupakan remaja labil dan dalam masa transisisi, sehingga kesehatan mental dapat sangat berpengaruh terhadap pola pikir seseorang, terlebih ketika individu tersebut merupakan seorang korban dari cyberbullying (Kartono, 2013).
Menurut Unicef.org, cyberbullying atau perundungan via maya merupakan bentuk bullying atau perundungan yang menggunakan teknologi digital sebagai alat melakukan perundungan. Hal ini dapat terjadi dimedia sosial, platform chatting, platform bermain game, dan ponsel. Adapun menurut Think Before Text, cyberbullying adalah perilaku agresif dan bertujuan yang dilakukan suatu kelompok atau individu, menggunakan media elektronik, secara berulang-ulang dari waktu ke waktu, terhadap seseorang yang dianggap tidak mudah melakukan perlawanan atas tindakan tersebut. Cyberbullying merupakan perilaku berulang yang ditujukan untuk menakuti, membuat marah, atau mempermalukan mereka yang menjadi sasaran maupun korban. Cyberbullying juga memungkinkan pelaku untuk menyembunyikan identitasnya dengan komputer. Hal ini yang membuat pelaku merasa aman tanpa harus melihat respon korban secara langsung (Brequet, 2010).
Adapun definisi lain dari cyberbullying menurut beberapa ahli. Menurut Willard (2006) dalam buku menjelaskan juga bahwa cyberbullying merupakan tindakan kejam yang dilakukan secara sengaja ditujukan untuk orang lain dengan cara mengirimkan atau menyebarkan hal atau bahan yang berbahaya yang dapat dilihat dengan bentuk agresi sosial dalam penggunaan internet ataupun teknologi digital lainnya. Kowalski, dkk (2014) juga menambahkan penjelasan dari cyberbullying bahwa konteks elektronik yang dimaksud seperti; email, blogs, pesan instan, pesan teks. Ditujukan kepada seseorang yang tidak dapat dengan mudah membela dirinya. Tidak hanya itu, Rastati (2016) menambahan bahwa melakukan penyebaran rumor tentang seseorang, mengintainya, ataupun mengancam melalui berbagai media elektronik dapat diklasifikasikan sebagai cyberbullying yang dimana akan berdampak sangat kepada kesehatan mental. Seseorang yang kesehatan mentalnya terganggu akan mengalami gangguan suasana hati, kemampuan berpikir, serta kendali emosi yang pada akhirnya bisa mengarah pada perilaku buruk. Penyakit mental dapat menyebabkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya dapat merusak interaksi atau hubungan dengan orang lain, namun juga dapat menurunkan prestasi di sekolah dan produktivitas kerja. Dampak dari gangguan kesehatan mental sendiri meliputi Stress, Gangguan kecemasan serta depresi yang dimana akan sangat berbahaya bila sampai dibiarkan terlalu jauh.
Isu mengenai kesehatan mental merupakan isu yang sedang hangat dibahas dikalangan berbagai generasi, terutama generasi Z. Ksehatan mental sendiri diartikan secara beragam oleh berbagai ahli. Menurut Daradjat (1984), kesehatan mental merupakan kesinambungan harmonis dalam kehidupan yang tercipta dari fungsi jiwa, kemampuan menghadapi masalah yang tengah dihadapi, serta kemampuan merasakan diri sebagai orang yang postif dan bahagia. Adapun menurut Jalaluddin (2015), seseorang yang sehat secara mental adalah orang yang dalam dirinya dapat merasakan rasa tenang, damai dan aman. Pengertian lainnya mengenai kesehatan mental adalah suatu kondisi individu yang memungkinkan berkembangnya semua aspek di dalam dirinya secara positif, baik fisik, intelektual, dan emosional yang optimal serta selaras dengan perkembangan orang lain, sehingga dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
Perkembangan teknologi informasi saat ini memiliki pengaruh yang cukup besar pada perubahan sikap dan perilaku manusia dalam bersosialisasi maupun berkomunikasi. Salah satu dampak negatifnya yaitu pembulian dimedia sosial atau cyberbullying. Tindakan ini dapat mempengaruhi kesehatan mental remaja secara signifikan. Remaja yang menjadi korban cyberbullying memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami masalah kesehatan mental, termasuk depresi, kecemasan, dan gangguan makan. Mereka juga dapat mengalami penurunan kinerja akademik, dan isolasi sosial. Selain itu, cyberbullying juga dapat mempengaruhi harga diri dan identitas remaja. Korban sering kali merasa malu atau merasa buruk tentang diri mereka sendiri, yang dapat memperburuk masalah kesehatan mental mereka.
PEMBAHASAN
Cyberbullying merupakan bentuk kekerasan online yang dilakukan untuk merendahkan, melecehkan, dan mengganggu korban yang menurut pelaku lebih inferior dibanding dirinya. Cyberbullying telah menjadi masalah yang sangat meresahkan, terutama bagi generasi Z sebagai generasi yang tumbuh besar bersama internet. Generasi Z merupakan generasi yang sangat rentan menjadi pelaku maupun menjadi korban dari cyberbullying. Di Indonesia sendiri persebaran korban cyberbullying semakin meningkat seiring semakin luasnya akses internet. Pemahaman yang kurang terhadap literasi digital dan kontrol terhadap gadget oleh orang tua pada anak yang belum tegas menjadikan tindakan cyberbullying semakin marak terjadi.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII),menyatakan bahwa generasi Z merupakan generasi dengan pengguna internet terbanyak di Indonesia. Pada awal tahun 2024, pengguna internet pada generasi Z dilaporkan mencapai 34,4 persen, disusul oleh Millenial sebanyak 30,62 persen dan Gen X sebanyak 18,98 persen. Hal ini menimbulkan kekhawatiran baru dimana pengguna media sosial didominasi oleh kalangan generasi Z dan dapat menambah angka kasus cyberbulling. Dilansir dari Katadata.com, menurut Survei Penetrasi Internet dan Perilaku Pengguna Internet di Indonesia 2018 yang dirilis oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa sebanyak 49% pengguna internet pernah dibully di sosial media dengan berbagai bentuk ejekan maupun lecehan.
Di Indonesia, kasus cyberbullying tidak banyak terungkap. Hal ini disebabkan banyaknya korban yang tidak melapor atau bahkan sekadar bercerita dengan teman, maupun orang tuanya. Motivasi pelaku dalam melakukan cyberbullying terkadang hanya karena iseng atau sekedar main-main, ingin mencari perhatian, marah, frustasi dan balas dendam. Menurut (Rifauddin, 2016) (dalam Willard) macam-macam jenis cyberbullying, yaitu: