Lihat ke Halaman Asli

Solusi Mengamankan APBN Tanpa Menaikkan Harga BBM

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy



Kebijakan pembatasan BBM bersubsidi nampaknya tidak bisa ditawar lagi. Berbagai demonstrasi dan protes penolakan di seluruh penjuru negeri masih belum mampu membuka hati dan menggugah perasaan pemerintah untuk mengurungkan niat menaikkan harga BBM. Selain itu bulan April sebagai waktu ditetapkannya harga BBM untuk naik semakin dekat. Tindakan ini menjadi nampaknya menjadi harga mati yang dilakukan pemerintah dengan berbagai dalih sebagai upaya penyelamatan negara.

Kebijakan pemerintah ini juga merupakan dilema dan keputusan yang berat dan berisiko bagi pemerintah. Di satu sisi, bahwa kebijakan menaikkan BBM atau pencabutan/pembatasan subsidi BBM harus dilakukan dan sulit dihindarkan dalam rangka penyesuaian atau revisi anggaran APBN 2012, tapi disisi lain masyarakat saat ini masih ditimpa kesusahan hidup akibat krisis ekonomi yang belum juga membaik. Berikut di bawah ini kutipan langsung beberapa alasan-alasan menaikkan harga BBM:

1.Wakil Presiden Boediono ketika berbincang dengan wartawan, Selasa (20/3), menegaskan, selain untuk mengamankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012, rencana pemerintah melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) juga bertujuan untuk mengatasi kebocoran pemanfaatan BBM bersubsidi dan perencanaan anggaran negara yang lebih baik (www.setkab.go.id).

2.Pernyataan presiden ketika memberikan pembekalan kepada kader utama PD di kediamannya, Cikeas, Jawa Barat, Minggu (18/3) malam: “Kalau harga minyak dunia tidak meroket seperti sekarang ini, pemerintah tidak perlu repot-repot menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Rencana menaikkan harga BBM diambil setelah melalui proses yang panjang dan merepotkan. Jika bukan karena keterpaksaan dan demi menyelamatkan perekonomian nasional, tidak mungkin pemerintah menempuh proses yang merepotkan tersebut” (www.demokrat.or.id).

3.“Kebijakan ini terpaksa, tetapi ini akan membawa keselamatan perekonomian kita di masa depan. Kalau ada solusi lain, tidak perlu dinaikkan,” katanya saat memberikan pengarahan kepada peserta raker Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan RI di Luar Negeri, Kamis (23/2) (www.republika.co.id).

4.Presiden menilai, banyak yang berpandangan yang tidak lengkap dalam memahami rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Berkembang kesan seolah-olah kenaikan harga BBM itu hanya menyelamatkan  urusan fiskal, hanya urusan APBN.  “Bukan, meskipun sehatnya APBN sangat penting bagi pengelolaan perekonomian nasional, bagi meningkatkan kesejahteraan rakyat, tetapi yang harus dilihat adalah kehidupan perekonomian nasional dimana hajat hidup rakyat banyak ada di dalamnya,” lanjut Presiden (www.demokrat.or.id).

Kenapa anggaran negara menjadi tidak aman apabila BBM tidak dinaikkan? Ada apa dengan anggaran negara ini? Kebijakan kenaikan BBM ini merupakan keterpaksaan untuk mengamankan APBN 2012? Apakah memang tidak ada solusi lain selain dengan menaikkan BBM?

Bisakah BBM Naik Tanpa Membebani Rakyat?

Sebenarnya kenaikan harga minyak mentah dunia yang mengakibatkan naiknya pula harga BBM dalam negeri adalah sebuah kewajaran dalam dunia perdagangan, namun menjadi tidak wajar ketika dalam kondisi yang bersamaan masih banyak rakyat hidup carut-marut dihimpit kemiskinan. Kenaikan BBM akan sangat berdampak luas bagi perekonomian Indonesia khususnya bagi rakyat di kalangan ekonomi menengah ke bawah.

Belum dilihat dari sisi hutang, kondisi Indonesia amat memprihatinkan, dikutip dari tribunnews.com, hutang Indonesia mengalami peningkatan, "Hutang Negara yang bernama Republik Indonesia pada tahun 2010 atau zaman Presiden SBY sebesar Rp 1.677 triliun. Pada tahun anggaran 2011 utang Indonesia sebesar Rp 1.803 triliun, dan pada tahun 2012, utang Indonesia mencapai Rp 1.937 triliun," ujar Koordinator Investigasi dan Advokasi Seknas FITRA, Ucok Sky Khadafi, Minggu (5/2/2012).

Jika saja rakyat sejahtera, berapapun kenaikkan BBM yang terjadi tentu tidak akan membebani rakyat. Sayangnya, mendambakan rakyat yang sejahtera di dalam sistem yang sekarang hanyalah mimpi belaka, semakin bertambahnya hari bukannya malah hilang gap antara golongan kaya dan yang miskin akan tetapi malah semakin besar. Yang kaya semakin kaya sedangkan yang miskin semakin miskin.

Hanya Islamlah yang mampu menyejahterakan rakyatnya. Islam sebagai sebuah ideologi  mempunyai fikrah dan thariqah. Dalam Islam, kebutuhan pokok rakyatnya akan dijamin, baik yang bersifat individu seperti sandang, papan dan pangan maupun yang bersifat kolektif seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan. Itu semua adalah fikrah yang dimiliki Islam. Fikrah tersebut bukan khayalan atau angan-angan idealisme tetapi fakta yang pernah terjadi di masa kegemilangan Islam. Sedangkan thariqahnya yaitu dengan menerapkan hukum-hukum aturan disegala aspek kehidupan (ekonomi, politik, sosial kemasyarakatan, pendidikan, perindustrian, dll) yang telah diistinbath dari Al-Quran dan sunnah serta sumber-sumber yang disah oleh keduanya yaitu ijma’ shahabat dan qiyas.

Sistem kapitalisme tidak mampu dan tidak dapat menjamin kebutuhan pokok. Lihatlah bagaimana fakta berbicara, bergantinya penguasa di negeri Islam dari tahun ke tahun belum mampu membangkitkan umat dari keterpurukan. Kebobrokan dan kerusakan sistem kapitalisme ditutupi dengan adanya taktik “tambal-sulam” sebagai “obat pereda sakit rakyat” atas kerakusan para elit politik penguasa yang telah buta hati. Taktik atau kebijakan tersebut misalkan adanya beras miskin (raskin), Bantuan Tunai Langsung (BLT) untuk rakyat miskin, Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), beasiswa pendidikan, kebijakan CSR (Corporate Social Responsibility), dana pensiun, bonus-bonus bagi buruh atau pun juga subsidi BBM.  Tentu hal ini tidak akan menyelesaikan problem.

APBN Dalam Islam

Sumber pendapatan negara telah diatur dalam Islam, darimana saja sumbernya. Pun juga dengan anggaran belanja negaranya. Bagaimana kondisi sekarang? Model negara sekarang dalam membuat anggaran belanja negara secara umum, tiap satu tahun. Fakta anggaran belanja negara yang menganut demokrasi tersebut adalah bahwa anggaran belanja dinyatakan melalui peraturan yang disebut dengan peraturan anggaran belanja negara tahun sekian. Kemudian dikukuhkan oleh parlemen, dan dijadikan sebagai peraturan setelah dibahas dengan parlemen. Pembahasan pasal-pasal anggaran tersebut mulai dari pasal per pasal, berikut dana-dana yang dibutuhkan oleh tiap-tiap pasal. Model APBN seperti ini akan mengikuti kepentingan kelompok yang berpengaruh atau berkuasa, yang biasanya dalam sistem kapitalis adalah para konglomerat.

Di dalam Islam tidak mengenal pembuatan anggaran belanja tahunan, sebagaimana yang terjadi di dalam sistem demokrasi, baik terkait bab-babnya, pasal-pasalnya, istilah-istilah pasalnya  maupun dana-dana yang dibutuhkan oleh masing-masing istilah dan pasal tersebut. Dari sinilah maka anggaran belanja tidak dibuat dalam bentuk tahunan, meski Amirul Mukminin mempunyai anggaran belanja tetap yang bab-babnya telah ditetapkan oleh Syara’ mengikuti pendapatan dan pengeluarannya. Kemudia Amirul Mukminin diberi wewenang untuk menetapkan pasal-pasalnya, istilah-istilahnya serta dan-dana yang dibutuhkan oleh semuanya ketika nampak ada maslahat, tanpa memperhatikan waktu-waktu tertentu, sedangkan pelaksanaannya dijalankan oleh Baitul Mal.

Sehingga tidak mungkin di dalam sistem Islam APBN menjadi tidak aman seperti saat ini yang dikatakan wapres (20/3). Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam sistem Islam tidak tergantung pada pos lobby dan kesepakatan wakil rakyat ataupun pemerintah akan tetapi tergantung pada hukum kepemilikan harta. Apabila pemilikan harta tersebut diperuntukkan untuk umum maka tidak boleh dialihkan kepada lainnya dengan atas nama kebijakan negara. Jika aturan dalam pembuatan APBN ini diterapkan dengan aturan penjaminan kebutuhan pokok dalam Islam dan aturan/hukum di segala asek kehidupan, tidak akan pernah ada APBN menjadi berat yang kemudian untuk pemerintah berupaya meringankannya karena terpaksa oleh  sistem sehingga rakyat menjadi korban (dalam kasus ini yaitu naiknya BBM).

Hukum Kepemilikan BBM

Dalam sistem saat ini sesungguhnya pemerintah ini disetir oleh asing untuk mengeruk dan menguasai migas di Indonesia. Inilah bukti bahwa sumber migas dijual kepada asing dan rakyat mati di negeri sendiri. Hasilnya liberalisasi migas antara lain terbentuknya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi. Liberalisasi migas di negeri ini diperkuat dengan beberapa pengakuan:

Utang-utang untuk reformasi kebijakan memang merekomendasikan sejumlah langkah seperti privatisasi dan pengurangan subsidi yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi belanja public, belanja subsidi khususnya pada BBM cenderung regresif dan merugikan orang miskin ketika subsidi tersebut jatuh  ke tangan orang kaya.” (Indonesia Country Assistance Strategy, World Bank, 2001).

USAID telah membantu pembuatan draft UU MIgas yang diajukan ke DPR pada Oktober 2000. UU tersebut akan meningkatkan kompetisi dan  efisiensi dengan mengurangi peran BUMN dalam melakukan eksplorasi dan produksi);Energy Sector Governance Strengthened (USAID, 2000).”

BBM adalah harta milik umum dalam pandangan Islam, harta ini apabila dijual hasilnya harus dikembalikan lagi ke masyarakat umum, semisal untuk membangun sarana-sarana umum, jalan raya, gedung-gedung sarana pendidikan, rumah sakit, masjid, terminal, pelabuhan, bandara dan sebagainya. Bukan untuk fakir miskin bukan pula untuk pemegang saham. Sebab dana untuk fakir miskin telah ditentukan sumbernya yaitu dari harta zakat sebagaimana telah ditetapkan dalam Al-Quran.Eksplorasi maupun eksploitasi barang tambang yang tak terhitung ini harus dilakukan oleh negara atas nama rakyat kaum muslimin sebagai pemiliknya untuk dikelola dalam rangka memakmurkan kehidupan rakyat.

Hal ini dipahami dari hadits riwayat Imam Tirmidzi dari Abyadl bin Hammal, bahwa ia telah meminta kepada Rasulullah saw untuk memperoleh dan mengelola tambang garamnya. Kemudian Rasulullah memberikannya. Setelah ia pergi, salah seorang laki-laki bertanya :

‘Wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang telah engkau berikan kepadanya ? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir.’ Lalu Rasulullah bersabda : ‘(Jika begitu) tariklah kembali tambang (garam) tersebut darinya.’

Jika hadits tentang kepemilikan umum, “Umat Islam berserikat dalam tiga hal, padang rumput, air dan api (energi )” (HR. Abu Dawud) diimani dan diterapkan, tidak diliberalisasi seperti dalam sistem sekarang maka rakyat tidak akan tercekik dengan harga BBM yang naik. Karena Islam memandang bahwa SDA (Energi/Minyak-Gas) adalah milik umat sehingga harus dikelola oleh negara sedangkan hasinya seluas mungkin diberikan kembali kepada rakyat. Singkat kata, rakyat bisa menikmatinya dengan gratis atau harga murah.  Sehingga dapat dikatakan bahwa di dalam Islam tidak ada istilah  BBM bersubsidi.

Khatimah

Dalam Islam sudah lengkap diatur bagaimana bernegara dan melaksanakan serta menegakkan hukum termasuk pengaturan BBM, mulai dari hulu sampai hilir. Mulai dari kepemilikan, pengelolaan dan pemanfaatan hasilnya. Tidak dengan privatisasi atau liberalisasi. Jika dalam kapitalisme pemerintah rela dengan terpaksa repot-repot menaikkan harga BBM yang hasilnya akan menyusahkan rakyat maka dalam sistem Islam pemerintah tidak perlu rela dan repot-repot membuat kebijakan karena peraturan/hukum sudah ada dan jelas (kedaulatan berada di tangan Syara’),  yaitu hukum dari Allah yang hasilnya tentu tidak akan mungkin menyusahkan rakyatnya.

Oleh karena itu umat harus segera sadar dan menyelamatkan negeri ini dengan sistem yang adil, yaitu sistem Islam. Sistem ini tidak mungkin dan tidak akan memaksa pelaksana/pemimpinnya untuk menjadikan rakyat sebagai tumbal dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat, dalam kasus ini yaitu melalui menaikkan harga BBM karena sistem ini berasal dari Allah, Dzat yang Maha Adil. .

Sistem yang di dalamnya terdapat sekumpulan aturan sempurna dan paripurna yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan sesama, dan manusia dengan dirinya sendiri. Aturan –aturan tersebut apabila diterapkan dan ditegakkan akan menjadi rahmat semesta alam. Allah SWT berfirman, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya [21] : 107)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline