Lihat ke Halaman Asli

Dinginnya Bermalam di Kampung Cibeo - Baduy

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13879638102125288181

[caption id="attachment_301148" align="aligncenter" width="640" caption="Kami teh urang Baduy bukan Orang Kanekes (Gambar koleksi pribadi)"][/caption]

Meskipun bukan merupakan kunjungan pertama, malam itu saya bermalam terpisah dengan rombongan pria lainya. Kulihat peserta lain yang memang baru pertama kali berkunjung tertidur pulas sedangkan aku belum dapat memejamkan mata meskipun kantong tidur yang aku bawa sudah menyelimuti tubuhku.

Udara kampung Cibeo yang terletak di Desa Kanekes pada malam hari memang cukup dingin dan sangat menusuk tulang. Udara dingin dan hembusan angin tidak saja dirasakan dari atap yang ditutupi daun rumbia tetapi juga dari lantai bawah yang merupakan rumah panggung. Pintu rumah yang terbuat dari anyaman bambu yang vertikal dan kunci pintu rumah yang sangat sederhana sekali hanya memalangkan dua kayu yang didorong atau ditarik dari luar bangunan beberapa menit sekali kerap terbuka seiring datangnya tamu dikeheningan malam .

Kreot kreot begitulah bunyi pijakan kaki yang terdengar ditelingaku ketika menyentuh lantai. Aku yang memang sedang bermukim di rumah salah satu anak lelaki Jaro (wakil Puun) kampung Cibeo yaitu Bang Juli dan tidak dapat memejamkan mata sama sekali langsung bergabung dengan para tamu yang sedang berkunjung di rumah Bang Juli dan dikesempatan inilah waktu ku untuk bertanya banyak perihal kearifan budaya lokal dari warga kampung Cibeo yang merupakan satu dari tiga perkampungan di Baduy Dalam.

[caption id="attachment_301209" align="aligncenter" width="576" caption="suasana seperti inilah apabila berkumpul dan bersenda gurau dengan mereka (foto koleksi pribadi)"]

13879771141134490533

[/caption]

Dari penuturan Bang Sanip yang merupakan poter setiaku disetiap kunjungan ke kampung Cibeo ternyata masih memiliki hubungan kerabat dengan Bang Juli (istri mereka adalah kakak beradik) diperoleh banyak informasi dari obrolan santai antara aku dengan mereka yang dirangkai menjadi satu kesatuan cerita dialinea selanjutnya.

Pada dasarnya orang baduy dalam sendiri lebih suka disebut dengan panggilan orang baduy daripada orang Kanekes, mengingat Kanekes merupakan nama desa yang terdiri dari beberapa perkampungan Baduy Dalam dan Baduy Luar dan faktor utama adalah mereka merasa terhormat dan lebih sopan didengar.

[caption id="attachment_301159" align="aligncenter" width="300" caption="Bang Juli salah satu anak dari jaro kampung Cibeo dimana saya dan teman wanita lainnya diizinkan bermalam di rumahnya (foto koleksi Mba Rea)"]

13879686111317452111

[/caption]

Dalam tatanan hidup perjodohan masih memerlukan peranan orangtua untuk mempersatukan dua anak manusia yang sudah cukup dewasa, tetapi tidak menutup kemungkinan apabila pria memiliki pilihan lain, tetap dipersilakan dengan pilihannya seperti bang Juli sendiri dalam memilih istrinya bukanlah pilihan dari orangtuanya dan mereka sampai kini hidup bahagia dengan bocah perempuan mungil yang cantik mirip dengan ibunya. Dan bagi wanita yang “tidak ada jodohnya “ mengutip kalimat mereka dikarenakan karena tidak ada satupun pria yang memilihnya sehingga sampai berusia lanjutpun mereka masih sendiri.

[caption id="attachment_301163" align="aligncenter" width="604" caption="Perawan Baduy yang pemalu (foto koleksi pribadi)"]

13879691381595821236

[/caption]

[caption id="attachment_301187" align="aligncenter" width="620" caption="Menentun kain salah satu kegiatan wanita baduy dikala senggang (foto koleksi pribadi)"]

1387970435943348295

[/caption]
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline