Ada benarnya juga apa yang diungkap oleh sebagian orang bahwa harta karun itu bukan lagi tambang emas permata, tetapi data.
Di era siber seperti sekarang semuanya yang ada dalam arena jagad raya ini mampu ditengok hanya dengan sekali klik. Peristiwa apapun selagi masih ada di persada bumi yang sekarang kita pijak dan huni akan mampu diteropong oleh siapa pun yang menghendakinya.
Siapa pun yang menguasai berita plus dengan analisisnya yang akurat dan berguna sekaligus mampu mengolahnya maka dalam hitungan waktu yang sangat cepat dia akan mampu menjadi raja.
Sudah banyak yang meramalkan bahwa di era millenial yang bernafaskan tekhnologi dan informasi, segalanya bisa dikuasai dalam satu genggaman tangan. Frase ini menuntut sebuah kepekaan dan kecanggihan setiap orang untuk terus mengasah daya pikir dan cipta rasanya untuk menyerap segala informasi dan berita yang berkembang bersliweran di hadapan kita. Memang ini dibutuhkan satu tekad akselerasi yang serba-cepat dan akurat untuk mereposisikan dirinya dalam pusaran gerak digitalisasi informasi.
Jika prasyarat ini tidak segera dipenuhi jangan harap segala perkembangan yang ada akan menjadi potensi sekaligus peluang yang menjanjikan. Justru yang terjadi malah sebaliknya banyak orang yang karena tidak siap lantas digilas dan menjadi "budak piaraan" bagi si pemegang lisensi dan pengendali informasi tersebut.
Karena faktanya banyak orang secara fisik berada di depan perangkat digital baik smartphone, laptop dan sejenisnya akan kesulitan berfikir jernih dan sehat. Sangat minim kita temui orang yang mampu berjarak netral dengan magnet dari jaringan kepentingan jeratan informasi yang mereka akses. Jika melihat kecenderungan yang ada rata-rata para penikmat informasi dan berita hanya pasrah ditelan gelombang wacana yang berkembang. Kemudian terseret ikut arus kemana gerak gelombang berita yang masih diragukan tingkat validitasnya.
Bagaimana memposisikan diri kita di tengah gelombang berita.
Ketika berhadapan dengan berita, keberadaan kita sendiri pada saat yang sama akan berperan sebagai penonton sekaligus pemain. Berposisi menjadi penonton ketika kita besikap pasif dan menelan begitu seluruh informasi dan berita serta serbuan issu yang ada di depan kita. Sebaliknya ketika menjadi pemain maka kita akan bersikap aktif dan proaktif untuk menjadikan segala informasi dan berita sebagai peluang dan asset yang sangat berharga.
Karena pada dasarnya memasuki era millenium, dunia memasuki era baru yang dimaksud dengan zaman citra. Ketika manusia masuk berselancar dalam dunia digital yang ada bukanlah fakta ataupun realitas tetapi pencitraan atau sebuah potret dari relitas yang direkayasa ulang. Atau lebih tepatnya dimanipulasi sedemikian rupa.
Nah, pada konteks inilah kita seringkali terkecoh ketika menghadapai sebaran berita dan informasi yang mengepung atmosfer kesadaran publik. Membanjirnya berita yang tergolong sampah (hoaks) mendominasi lalu lintas jagad medsos.