Lihat ke Halaman Asli

ASEAN Open Sky, Memanfaatkan Momentum Penundaan

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Suatu langkah yang bijaksana, jika benar pemerintah telah menunda pembahasan kebijakan liberalisasi penerbangan di kawasan ASEAN (ASEAN Open Sky) pada tahun 2013 nanti. Hal tersebut pastilah mendasarkan pada realitas, belum siapnya seluruh pelaku penerbangan Nasional menghadapi persaingan global. Momentum penundaan ini hendaknya dapat dimanfaatkan oleh seluruh komponen penerbangan sebagai kesempatan untuk berbenah diri. Harapan pemerintah tentunyaagar segenap pelaku penerbangan Nasional segera melakukan konsolidasi dan pembenahan di berbagai aspek terkait, sehingga diharapkan akan menjadi lebih solid, makin berkembang dan lebih siap dalam menghadapi persaingan di era ASEAN Open Sky mendatang. Seluruh anggota ASEAN diharapkan sudah membuka bandar udara Internasionalnya pada tahun 2015.

Kilas Balik

Kekhawatiran belum siapnya pelaku bisnis angkutan udara nasional, bukan tanpa sebab. Jika kita melihat kebelakang, khususnya sejak bergulirnya arus globalisasi tahun 2000-an dan dimulainya era low cost airline di Indonesia setahun kemudian, telah terjadi perubahan yang sangat drastis pada dunia penerbangan Nasional. Banyaknya pelaku industri penerbangan baru, mengakibatkan tingkat persaingan menjadi sangat tinggi. Perang tarifpun tak terelakkan, dimana masing masing maskapai berusaha untuk memenangkan pertempuran dengan menawarkan harga yang paling murah untuk mendapatkan penumpang sebanyak-banyaknya. Dalam rangka untuk menekan harga serendah-rendahnya, biayapun dipangkas dan pesawat-pesawat yang sudah uzur pun didatangkan demi mendapatkan harga sewa yang murah. Persaingan yang kurang sehat tersebut tidak hanya berdampak buruk bagi maskapai itu sendiri, tapi berdampak pula pada konsumen, karena konsumen dirugikan akibat menurunnya kualitas pelayanan dan rendahnya jaminan keamanan dan keselamatan penerbangan. Klimaknya adalah dengan timbulnya penilaian pemeringkatan maskapai penerbangan oleh Dephub dan dikeluarkannya larangan terbang oleh Uni Erope per Juli 2007. Sejak saat itu maskapai Nasional berusaha melakukan perbaikan di segala bidang terutama faktor keamanan dan keselamatan penerbangannya. Dua tahun kemudian tepatnya Juli 2009, Uni Eropa mencabut larangan terbang bagi maskapai Indonesia. Dicabutnya larangan tersebut bukan berarti dunia penerbangan Nasional sudah bagus. Justru masih diperlukan pembenahan lebih lanjut. Buktinya, hasil pengawasan dan penilaian yang dikenal sebagai International Aviation Safety Assesment Program (IASA) terhadap seluruh anggota ICAO yang dilakukan oleh Federal Aviation Administration (FAA) yang terakhir dipublikasikan pada tanggal 08 Juni 2009, menyebutkan bahwa, Indonesia masih berada pada Kategori 2 alias tidak aman.

Masukan tentang bandara Hub

Masukan ini sekedar melengkapi atau menambahkan berkaitan dengan rencana penentuan bandara-bandara yang layak dijadikan sebagai pintu gerbang penerbangan Internasional di era Asean Open Sky mendatang. Bandara-bandara berikut mungkin dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan, yaitu : Hang Nadim-Batam, Cengkareng-Banten, Ngurah Rai- Denpasar, Hasanuddin-Makasar dan Frans Kaisiepo, Biak. Kelima bandara tersebut dimaksudkan sebagai bandara-bandara Hub dari bandara-bandara Feeder di sekitarnya. Penentuan bandara-bandara tersebut diambil berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut :


  • Kepentingan Nasional , yaitu mampu mengakomodir perkembangan Pariwisata Indonesia sekaligus dapat menghidupkan bisnis angkutan udara Domestik melalui strategi Hub and Spoke, dimana Bandara-bandara Internasional digunakan sebagai pengumpul (Hub), sedangkan bandara lainnya (Domestik) digunakan sebagai pengumpan ( Feeder) untuk lalu lintas udara ke/dari Hub.

  • Bernafaskan Nusantara & Kesatuan Republik Indonesia, yaitu mewakili semua lingkup wilayah yang ada di Indonesia beserta keanekaragamannya. Indonesia berdasarkan pada lingkup wilayah, memiliki setidaknya 5 kelompok wilayah, yaitu paling Barat adalah Sumatra dan Kepri, Jawa, Sulawesi dan Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara serta di Timur adalah Papua dan Maluku.

  • Ketiga bandara, yaitu Cengkareng, Denpasar dan Makasar merupakan bandara yang lalu lintas penerbangannya sangat padat dan memiliki tingkat arus keluar masuk orang maupun barang yang sangat tinggi, kecuali Batam dan Biak.

  • Kemampuan Runway, yaitu memprioritaskan pada kondisi bandara yang sudah ada namun mampu menampung pesawat-pesawat berbadan lebar. Hal ini dimaksudkan agar sejalan dengan upaya peningkatan sektor pariwisata dengan memasukkan wisatawan ke Indonesia sebanyak-banyaknya. Disamping itu, jika membangun bandara baru membutuhkan biaya yang besar dan menambah pemborosan biaya.

  • Efisiensi. Indonesia adalah Negara yang memiliki bandara dengan jumlah terbanyak di kawasan Asia Tenggara. Hingga saat ini total seluruh bandara yang telah ditetapkan sebagai Bandar udara Internasionalberjumlah 27 bandara (SKep Menhub No : KM.44 Tahun 2002 tentang Tatanan KebandarudaraanNasional). Namun dari ke-27 bandara tersebut hanya separuh saja yang benar-benar aktif digunakan sebagai penerbangan Internasional. Di sisi lain, terbukanya banyak bandara sebagai pintu gerbang Internasional, menjadikan ruang udara Indonesia menjadi semakin terbuka dan bebas. Jika tidak diimbangi dengan kesiapan dari seluruh maskapai nasional untuk bersaing secara global, justru akan menjadi bumerang bagi Indonesia di kemudian hari.

  • Sejalan dengan Rencana dan Strategi Nasional sebelumnya. Batam sejak lama dimaksudkan sebagai kawasan industri strategis dan perdagangan bebas yang terletak di jalur pelayaran internasional dan sebelah utaranya berbatasan dengan Singapura dan Malaysia. Batam, bersama dengan Bintan dan Karimun kini telah berstatus sebagai Kawasan Ekonomi Khusus(KEK). Batam lebih cocok ditetapkan sebagai Bandar Udara Internasional sebagai pintu gerbang Barat dibanding Medan untuk era Open Sky kedepan. Sedangkan Papua (pintu gerbang Timur) yang wilayahnya luas dan sulit dijangkau, sangat membutuhkan pembangunan Infratruktur yang memadai. Dengan berkembangnya Papua, maka diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan sosial budaya kehidupan masyarakatnya. Efek lainnya adalah faktor stabilitas diharapkan akan lebih membaik. Dengan terciptanya kondisi tersebut, diharapkan akan dapat membantu menunjang laju Pembangunan Nasional, di sisi lain sekaligus memperkuat faktor politis dan keamanan perbatasan wilayah dengan Negara lain.

Bandara Hub Internasional berdasarkan lingkup wilayah Indonesia

1.Wilayah Jawa

Bandar Udara Soekarno-Hatta, Banten (CGK/ WIII, Runway 3.660m, UTC+7), merupakan bandar udara utama di pulau Jawa. Terletak sekitar 20 km barat Jakarta, di Kota Tangerang, Banten. Operasinya dimulai pada 1985, menggantikan Bandar Udara Kemayoran dan Halim Perdanakusuma. Bandar Udara Kemayoran telah ditutup, sementara Halim Perdanakusuma masih beroperasi, melayani penerbangan charter dan militer. Soekarno-Hatta memiliki luas 18 km². Memiliki 150 loket check-in, 30 pengklaiman bagasi dan 42 gerbang. Setiap bangunan terminal dibagi menjadi 3 concourse. Setiap sub-terminal memiliki 25 loket check-in, 5 pengklaiman bagasi dan 7 gerbang. Terminal 1 untuk semua penerbangan domestik kecuali Garuda dan Merpati, dan Terminal 2 melayani penerbangan internasional juga domestik oleh Garuda dan Merpati. Terminal 1A, 1B dan 1C digunakan untuk penerbangan domestik. Terminal 1A melayani penerbangan oleh Lion Air dan Wings Air. Terminal 1B melayani penerbangan oleh Batavia Air, Kartika Airlines, dan Sriwijaya Air. Sedangkan terminal 1C melayani penerbangan oleh Airfast Indonesia, Indonesia AirAsia, dan Mandala Airlines. Terminal 2D untuk semua maskapai luar yang dilayani oleh PT Jasa Angkasa Semesta, salah satu kru darat bandara. Terminal 2E untuk maskapai internasional yang dilayani oleh Garuda dan Merpati. Terminal 2F untuk penerbangan domestik Garuda dan Merpati. Terminal 3 yang baru dibuka untuk umum pada 15 April 2009, merupakan terminal yang bernuansa eco-airport (bandara ramah lingkungan). Terminal 3 dipergunakan untuk penerbangan berbiaya murah (LCC) dan dapat didarati pesawat Airbus A380. Angkasa Pura II sedang merencanakan pembangunan 5 terminal penumpang + 1 terminal haji dan 4 landasan pacu dengan fitur desain yang modern. Direncanakan, bandara ini kelak akan terhubung dengan Stasiun Manggarai via kereta api.

2.Sumatera & Kepulauan Riau

Bandara Udara Hang Nadim, Batam (BTH/WIMM, Runway 4.040m, UTC+7), adalah bandar udara yang terletak di Kota Batam, provinsi Kepulauan Riau. bandara ini memiliki landas pacu terpanjang di Indonesia. Hang Nadim mampu menampung delapan belas pesawat berbadan lebar jenis Boeing 767.

3.Bali dan Nusa Tenggara

Bandar Udara Ngurah Rai, Denpasar (DPS/WADD/ WRRR, Runway 2.984m, UTC+8). Bandara Internasional Ngurah Rai adalah bandara internasional yang terletak di sebelah selatan Bali, Indonesia, tepatnya di daerah Tuban, Kuta, sekitar 13 km dari Denpasar.

4.Sulawesi & Kalimantan

Bandar Udara Sultan Hasanuddin, Makassar (UPG/WAAA, Runway 2.500m, UTC+8). Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin, sebelumnya bernama Bandar Udara Internasional Hasanuddin, adalah bandar udara yang terletak 30 km dari Kota Makassar, provinsi Sulawesi Selatan. Bandara ini dioperasikan oleh PT. Angkasa Pura I. Bandara ini mengalami proses perluasan dan pengembangan yang dimulai tahun 2004 dan direncanakan selesai pada tahun 2009. Bagian dari pengembangan adalah terminal penumpang baru berkapasitas 7 juta penumpang per tahun, apron (lapangan parkir pesawat) yang berkapasitas tujuh pesawat berbadan lebar, landas pacu baru sepanjang 3.100 meter x 45 meter, serta taxiway.

5.Papua & Maluku

Bandar Udara Frans Kaisiepo, Biak (BIK/WABB, Runway 3.571m, UTC+9). Bandara Frans Kaisiepo adalah bandar udara yang terletak di kecamatan Biak kota Kabupaten Biak Numfor, provinsi Papua.

Memang harus diakui, membenahi kondisi penerbangan Nasional tidaklah mudah, karena sifatnya yang sangat kompleks. Sangat diperlukan adanya partisipasi dari berbagai pihak terkait termasuk pemerintah dan masyarakat untuk secara bersama-sama memperbaiki dan membangun angkutan udara yang tangguh dan memiliki daya saing dalam percaturan bisnis angkutan penerbangan global. Semoga.

Tulisan lainnya :

Menyoal Penyesuaian LPG 12 Kg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline