Lihat ke Halaman Asli

Praperadilan: Lain BG, Lain Pula SDA

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dana penyelenggaran haji, mantan menteri agama Suryadharma Ali mengajukan gugatan praperadilan karena  status tersangka yang diberikan kepadanya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 23 Februari 2015.    

Melalui kuasa hukumnya, Johnson Panjaitan secara  jelas dan detail mengatakan  bahwa mantan Menteri Agama itu telah dijadikan target oleh KPK agar mantan Ketua Umum PPP itu mendapatkan penilaian politik yang buruk. Apalagi penetapan SDA sebagai tersangka menjelang Pemilihan Umum 2014.

Namun pada sidang putusan permohonan praperadilan yang dilakukan Mantan Menteri Agama, Suryadharma Ali ditolak seluruhnya oleh Hakim Tunggal Tatik Hardiyanti di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Selesaisudah upaya sekaligus perjuangan yang dilakukan mantan Menteri Agama Suryadarma Ali (SDA) mengikuti jejak Budi Gunawan. Permohonan praperadilannya justru ditolak seluruhnya. Berbeda dengan keputusan dikabulkannya gugatan praperadilan Budi Gunawan terhadap penetapan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.

Hakim Tunggal Tatiek Haryanti menyatakan dalam putusannya bahwa permohonan praperadilan SDA mengenai sah atau tidaknya penetapan seorang tersangka, dan sah atau tidaknya penyidikan bukanlah merupakan objek dari praperadilan karena sesuai dengan pasal 1 angka 10 KUHAP, pasal 77 KUHAP, pasal 82 KUHAP, dan 95 KUHAP mengenai objek praperadilan. Sehingga dengan demikian hakim memutus bahwa bahwa permohonan praperadilan SDA bukanlah kewenangan praperadilan.

Hakim Tunggal Tatiek Haryanti menambahkan pernyataannya bahwa dalam memutus perkara permohonan praperadilan, dalam hal ini permohonan praperadilan SDA, pihaknya tidak masuk dalam suatu perkara pokok dan tindakan penyidikan tidak melanggar hukum yang dilakukan penyidik KPK dan tidak melanggar hak asasi SDA. Sementara substansi pokok perkara bukan kewenangan praperadilan.

Penetapan tersangka yang dilakukan penyidik KPK bukan merupakan upaya paksa hingga menyebabkan dirampasnya hak asasi SDA, melainkan penetapan tersangka merupakan upaya atau syarat untuk melakukan tindakan penahanan kecuali tertangkap tangan sebelum ditetapkan sebagai tersangka.

Selain itu, Hakim Tunggal Tatiek Haryanti juga menolak upaya ganti rugi Rp. 1 triluun yang ditujukan kepada KPK terhadap penetapan sebagai tersangka SDA. Karena ganti rugi yang dimaksud dalam  pasal 95 KUHAP di mana “tersangka atau terpidana berhak menuntut kerugian karena penahanan, penuntutan dan diadili secara tidak sah dan sesuai Undang-Undang “.

Langkah selanjutnya adalah tim penasehat hukum Suryadharma Ali akan melakukan kordinasi dan konsultasi dengan kliennya untuk menanggapi ditolaknya permohonan praperadilan.

Pernyataan Biro Hukum KPK Nur Chusniyah, menurutnya putusan praperadilan yang sebenarnya memang seharusnya seperti itu. Sebab, penetapan tersangka bukan kewenangan praperadilan. Beliau menegaskan, KPK beserta timnya siap menghadapi langkah hukum selanjutnya dari pihak SDA apabila pada akhirnya merasa tidak puas dengan putusan ditolak seluruhnya oleh Hakim Tunggal Tatik Hardiyanti di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline