Kondisi Planet Bumi yang mulai mengkhawatirkan menjadi isu besar permasalahan lingkungan. Sejalan dengan itu, berbagai upaya bermunculan dengan ditandai banyaknya gerakan kampanye Go Green untuk merubah pola hidup untuk lebih ramah lingkungan. Salah satu kampanye Go Green adalah dengan beralih sumber energi bahan bakar, dari minyak bumi ke energi listrik. Namun, kampanye ini hanya banyak digemborkan dari sisi positif- positifnya saja, padahal terdapat pula sisi negatifnya. Salah satu sisi negatif yang parah terjadi ke para penambang Cobalt di Republik Demokratik Kongo.
Terobosan yang diyakini akan membawa dampak signifikan terhadap keberlangsungan planet bumi adalah Transisi Energi Bersih, termasuk penggunaan kendaraan listrik yang menjadi tren baru. Didapat dari International Energy Agency yang menyatakan bahwa jumlah penggunaan kendaraan ringan di jalanan dunia sudah mencapai lebih dari 26 juta unit pada tahun 2022.
Kesadaran masyarakat tentang kondisi Planet Bumi yang memprihatinkan ditambah dengan minat yang tinggi terhadap inovasi teknologi, menjadi alasan penggunaan kendaraan listrik meningkat. Namun, tren listik sebagai penggunaan energi listrik menimbulkan permasalahan baru. Salah satu komponen penting pada kendaraan listrik yaitu baterai. Dalam pembuatan baterai, bahan yang penting digunakan adalah Cobalt.
Dilansir dari howstuffworks.com, Cobalt adalah salah satu bahan utama, bersama dengan logam lain seperti Litium, Nikel, dan Mangan, di dalam baterai yang dapat diisi ulang dengan cepat dan tahan lama yang mendukung kehidupan digital kita. Jadi disetiap alat elektronik yang digunakan manusia sehari- hari dari Handphone sampai kendaraan listrik, mengandung Cobalt didalam komponennya.
Kemudian dimana yang menjadi masalah?
Yang menjadi masalah adalah bagaimana Cobalt ini ditambang. Republik Demokratik Kongo yang menjadi salah satu produsen Cobalt terbesar di dunia. Melalui Investing News Network, didapat informasi bahwa kurang lebih 70% jumlah Cobalt di dunia berasal dari Kongo.
Karena permintaan Cobalt yang tinggi memberikan harapan pada Masyarakat Kongo di tengah isu sulitnya ekonomi di sana. Namun sayangnya tambang Cobalt yang ada di Kongo tidak semuanya beroprasi dibawah perusahaan tambang yang legal dan berskala besar. Berangkat dari alasan ekonomi yang ada di Kongo, mendorong masyarakat untuk melakukan aktivitas tambang meskipun tanpa keamanan di tempatnya menambang.
Sehingga beberapa tambang di sana beroprasi secara tidak resmi dan dengan keamanan yang seadanya saja, tambang ini disebut Tambang Artisanal atau sederhananya tambang UMKM. Tambang Artisanal ini yang menjadi permasalahanya. Tambang Artisanal dikelola warga sipil dengan peralatan manual yang seadanya dengan instalasi tambang yang membahayakan.