Bangunan Kayu dengan suara gemerisik daun yang bergesekan dan bau harum teh memenuhi ruangan itu. Cahaya pelan-pelan mulai menyinari interior toko teh yang dipenuhi dengan warna-warni kemasan teh yang tersusun rapi di rak-rak. Di sudut jendela toko, ada meja kayu kecil dengan dua kursi di sekelilingnya.
Harmoni, seorang penulis muda berwajah cerah, memasuki toko dengan langkah ragu. Dia menghirup aroma teh yang khas sambil melihat-lihat sekeliling. Di sisi lain, Alden, seorang musisi yang berwibawa, duduk dengan tenang di sudut toko, menikmati secangkir teh.
Harmoni: "Aroma yang luar biasa!" (dengan mata yang menutup dan sambil mengikuti aroma itu berasal).
(prakkk! tak sengaja dia menyenggol meja yang berada tepat dihadapannya)
Harmoni: "Astaga! maaf - maaf, aku tidak menyadari ada orang lain di sini. Aku hanya suka dengan aroma teh ini, dan ingin mencari sedikit inspirasi untuk tulisanku. (dengan wajah memerah dan buku di genggamannya)."
Alden: "Tidak perlu takut! Disini kita semua memang datang untuk mencari sesuatu yang lebih dari sekadar secangkir teh (dengan senyuman dan nada yang lembut).
Alden "Mari, coba lihatlah wajahmu tampak memerah bak sebuah tomat kecil yang manis." (sambil tersenyum kecil dan menawarkan tempat duduk di sebelahnya)
Alden: "Selamat datang di Labirin Rasa, tempat di mana setiap daun teh memiliki cerita sendiri."
Harmoni : "Bbaikkk..." (dengan ucapan yang terbata-bata juga ekspresi terkejut).
(Mereka duduk bersama, dan sejenak, kedamaian toko teh tersebut terasa begitu mengheningkan).
Harmoni: "Bagaimana bisa aroma ini begitu menginspirasi, seperti ada kehidupan yang tersembunyi di setiap daun tehnya?" (sambil mencium aroma teh milik Alden).