Lihat ke Halaman Asli

Muhamad Jalil

Orang pinggiran

Syukuri Selagi Sehat

Diperbarui: 8 Januari 2019   12:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Nikmat yang sering dilupakan banyak orang adalah sehat. Biasanya akan sadar kalau itu sebuah nikmat, saat kita jatuh sakit. "Jika anda hari ini, merasa lebih sehat, maka ucapkan syukur sebanyak-banyaknya" saranku.

Tahu kagak? Bahwasanya sekarang jutaan orang sedang terbaring di rumah sakit karena sakit. Mereka menghabiskan waktu dan hartanya hanya karena untuk sehat. Bagi mereka, sehat adalah cita melebihi nikmat apapun. Baginya dengan sehat dapat meraih bahagia dengan sanak keluarga. 

Yang namanya sakit apa saja gak enak. Makanan apa saja terasa pahit. Makanan selezat apapun akan terasa nek. Perut mual disertai sakit kepala. Hidung tersumbat. Perut seakan menolak semua jenis makanan. Belum sempat mengendap di rongga lambung, sontak otot lambung & kerongkongan mendorong keluar isi lambung. Tubuh pun jadi keringat dingin. Serta mata berair.

Begitulah penampakan luar orang yang sedang sakit. Itu baru sakit asam lambung. Belum lagi sakit yang lebih parah. Gagal ginjal harus cuci darah setiap minggunya. Bocor jantung harus pasang ring dan echo setiap bulannya. Belum lagi sakit menahun seperti lupus yang justru leukositnya menyerang ketahanan tubuhnya sendiri. Tubuhnya jadi mengecil.

Kalau boleh memilih pasti kita maunya sehat terus. Tapi apakah ada orang yang seumur hidupnya tidak pernah dihinggapi rasa sakit? Rasulullah yang tak pernah sakit, kecuali menjelang ajal tibanya datang. 

Nabi Ayub saja diuji dengan rasa sakit sepanjang umurnya. Namun ia tetap sabar menerima takdirnya. Nah kita? Lebih banyak sabarnya atau marahnya? Lebih banyak syukurnya atau kufurnya?

Konon sakit hanyalah ujian. Sakit adalah cara Allah menghapus segala dosa yang ada dalam diri kita. Sakit adalah tarbiyah dalam menanamkan sikap menerima, sabar, dan syukur. Hikmah ini tak akan didapat kecuali bagi mereka yang tetap sabar dan tabah saat sakit. Apakah semudah itu? 

Manusia hanyalah manusia. Tempat nya salah tempatnya lupa. Yang terkadang punya janji akan lebih produktif kalau sudah sehat. Akan lebih rajin ibadah kalau sudah sehat. Akan lebih rajin mengaji kalau sudah pulang dari rumah sakit. Akan lebih rajin minum obat. Akan mengikuti pesan dokter. Akan lebih rajin olahraga. Akan lebih selektif makanan yang sehat. Akan lebih bersyukur jika sudah sehat.

Eng ing eng. Ternyata janji-janji itu tak satupun ditepati. Ia habiskan waktunya untuk ngerumpi saat sehat. Boro-boro ke masjid, sholat lima waktu sering ia tinggalkan. Alquran hanya jadi pajangan. WA-an jadi bacaan. Obat dari apoteker tak dihiraukan, hanya hari pertama rajin minum obat. Pesan dokter diabaikan. Jarang dan cenderung malas olahraga. Junk food pun dilahap. Dan kembali lagi lupa kalau sehat itu adalah nikmat.

Begitulah kisah anak manusia. Yang seringnya jatuh pada lubang yang sama. Siklus itu akan terus berputar selagi kita tak mampu mengendalikan nafsu. Bahkan hingga ajal menjemput pun belum sempat bersyukur. Nauzubillah Summa nauzubillah. 

Apakah kita mau menjadi manusia semacam ini? Tentu tidak kan? Iya kan? Jadi mari bersyukur selagi tubuh ini sehat. Wassalam. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline