Lihat ke Halaman Asli

Ancaman Kekerasan di Tengah Warga Jogja

Diperbarui: 17 Juni 2015   22:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kini genap sudah usia reformasi di Indonesia telah berlangsung.  Reformasi di Indonesia dapat dikatakan telah berjalan selama 16 tahun. Berbagai hambatanpun tengah dilaluinya dalam menuju proses terwujudnya reformasi yang sesungguhnya.  Meskipun reformasi ini telah berjalan lebih dari satu dekade, namun praktek demokrasi di negeri ini belum bisa dijalankan sepenuhnya secara baik.

Praktek menjalankan demokrasi tak jarang bersifat berlebihan dan cenderung mengarah ke tindakan negatif.  Aktivitas beberapa kelompok dalam menyalurkan aspirasi seringkali mengekang hak asasi pihak lainnya. Kenyataan buruknya praktek demokrasi di Indoenesia dapat dilihat dari fenomena aksi kekerasan yang belakangan ini terjadi.   Tak jarang praktek penyaluran aspirasi tersebut cenderung mengarah ke sebuah tindakan radikalisme.

Salah satu adanya bukti timbulnya praktek radikalisme yakni ketika terjadi sebuah penolakan atas kegiatan diskusi sebuah buku. Diskusi buku yang berlangsung di Yogyakarta itu menghadirkan Irshad Manji, seorang penulis berasal dari Kanada. Kegiatan yang dilaksanakan dua tahun silam tersebut membahas buku Irshad Manji yang berjudul  Allah, Liberty and Love, mendapatkan penolakan dari beberapa golongan yang berbeda pandangan dengan Irshad Manji.  Hal ini dikarenakan buku yang ditulisnya  memuat pandangan yang berbeda dengan masyarakat Indonesia pada umumnya, terlebih lagi terhadap pihak yang menolak dan mengatasnamakan agama tertentu. Alhasil,pihak pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) akhirnya membatalkan acara diskusi buku karya Irshad Manji bertajuk 'Agama, Kebebasan dan keberanian Moral', Rabu (9/5/2012) sesuai perintah Rektor demi kepentingan masyarkat (KR, 9 Mei 2012).Beberapa  pihak yang menolak berlangsungnya acara diskusi itu ternyata telah memberitahukan ke pihak penyelenggara bahwa dirinya akan melakukan aksi penolakan dikala acara tersebut berlangsung.

Meskipun acara diskusi tersebut dibatalkan oleh pihak UGM, namun peminat acara diskusi tetap bertekad untuk melangsungkan kegiatan itu ditempat lain. Berlangsungnya diskusi buku Irshad manji tersebut ternyata mendapatkan hambatan untuk yang kedua kalinya. Akibatnya, pihak yang menolak kegiatan itu melakukan penyerangan dilokasi diskusi. Aksi kekerasan pun berkecamuk dan menyebabkan  timbulnya kerusakan.

Melihat fenomena sosial yang terjadi diatas, tak diragukan lagi bahwa beberapa masyarakat di Indonesia belum sepenuhnya mampu menerima perbedaan pendapat.  Aspirasi berpendapat individu  seolah masih mendapatkan kekangan dari pihak lain. Perbedaan pandangan sebenarnya merupakan fenomena yang wajar ditengah kehidupan bermasyarakat. Munculnya perbedaan pendapat tak sewajarnya diselesaikan dengan aksi kekerasan yang dilimpahkan ke pihak yang bersebarangan.

Apabila kebebasan individu untuk berpendapat ini dibelenggu oleh pihak tertentu, maka yang terjadi masyarakat hanya menerima doktrin. Jika aksi penolakan atas perbedaan pandangan orang lain ditindaki dengan aksi kekerasan, maka pihak yang melakukan hal itu tak ubahnya seperti kumpulan binatang yang ingin menjatuhkan lawannya. Tak terlalu berlebihan apabila tingkat demokrasi dikalangan masyarakat Indonesia boleh dikatakan masih rendah.

Jika diamati lebih dalam, pihak rektorat UGM sebenarnya bisa memberikan keamanan ataupun jaminan atas kelangsungan acara diskusi buku tanpa terpengaruh atas desakan beberapa pihak yang menolak acara tersebut. Apabila pihak UGM khawatir akan terjadi tindakan kekerasan di lingkungan kampusnya, maka pihaknya dapat meminta bantuan keamanan oleh aparat kepolisian. Akan tetapi, pihak UGM sendiri ternyata lebih memilih untuk menuruti kemauan para preman yang mengatasnamakan dirinya berjuang dijalan agama.

Ancaman aksi kekerasan ditengah masyarakat kini semakin nyata. Apabila tindakan tersebut tidak ditanggapi secara tegas, maka seluruh daerah di negara Indonesia ini rawan akan aksi kekerasan yang menimbulkan ketidaknyamanan.  Bukanlah hal yang mustahil apabila masyarakat enggan menindak tegas aksi kekerasan, maka yang terjadi negara ini akan dikuasai dan dikontrol oleh para preman yang berkedok agama. Salam Damai !




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline