Lihat ke Halaman Asli

PPP dan Gerindra Telah Berkoalisi, Bagaimana Dengan PKB dan Golkar?

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Fenomena politik di Indonesia adalah fenomena Politik Tokoh.Orang tidak melihat partai secara keseluruhan dan tidak perdulisiapa legislative-legislative partainya. Yang menjadi pertimbangan utama adalah siapa pemimpinnya atau lebih tepat siapa yang menjadi calon presiden dari partai tersebut.

Ini terbukti dengan kemenangan besar SBY dua kali berturut-turut pada Pemilu Presiden 2004 dan 2009yang membuat dan menyulap Partai kecil Demokrat menjadi Partai yang Besar dan menguasai pemerintahan. Tidak perduli siapa-siapa yang menjadipengurus partai dan siapa-siapa yang menjadi legislative, orang hanya melihat sosok SBY.

Dan setelah 2 kali menjadi pemimpin bangsa SBY berdasarkan Undang-undang tidak diperbolehkan lagi untuk menjadi Presidensehingga sejak tahun 2010-2011 sebagian besar masyarakat mulia berpikir siapakah nanti calon Presiden berikutnya.

Sebelum kemunculan Jokowi di Jakarta yaitu sekitar awal tahun 2013, banyak orang menilai Prabowo lah yang menjadi calon terkuat Presiden berikutnya. Prabowo memiliki satu unsur yang disukai masyarakat Indonesia yaitu dari Militer dan berpangkat mantan Jendral.Sosok Militer hampir identik dengan Ketegasan. Sayangnya SBY tidak memiliki hal tersebut dan sebagian orang berharap Prabowo sebagai ganti SBY akan memperlihatkan ketegasannya dalam memimpin bangsa.

Tapi kemudian muncullah sosok Jokowi secara tiba-tiba dan langsungmelejit namanya hingga melampaui popularitas Prabowo. Bahkan secara Elektabilitas (tingkat keterpilihan) Jokowi jauh lebih unggul dari Prabowo.

Siapa Yang Menjadi Koalisi Pemerintah dan Siapa Yang Akan menjadi Koalisi Oposisi ?

Meskipun kita memiliki 12 Partai yang bertarung di Pemilu 2014 ini tetapi pada akhirnya nanti setelah Pemilu Presiden selesai digelar maka akan ada2 kekuatan politik yaitu siapa yang akan memerintah dan siapa yang akan menjadi Oposisi. Dan mau tidak mau dari ke 12 partai tersebut akan memilih posisi dimana mereka berada apakah bergabung dengan partai yang menang ataukah bergabung dengan partai yang tidak menang untuk menjadi oposisi.

Partai Oposisi sebenarnya adalah posisi yang sama terhormatnya dengan Partai Pemenang. Bila saja Pihak Oposisi memang konsisten dengan perjuangannya dan rajin mengkritisi (dengan baik) kepada kekurangan-kekurangan pemerintah yang ada maka pihak Oposisi tersebut akan mendapat nama yang harum di mata masyarakat. Dan ini sudah dibuktikan oleh PDIP.

Kembali kepada ke 12 Partai tersebut dimana dari prediksi para pengamat akan hanya ada 2 kemungkinan Partai yang akan menang pada Pemilu Legislatif nanti yaitu PDIP atau Golkar. Sedangkan untuk Pemilu Presiden kemungkinan besar akan terjadi pertarungan ketat antara PDIP dan Gerindra atau lebih tepatnya pertarungan ketat antara Jokowi dengan Prabowo.

Diatas kertas untuk Pemilu Legislatif kemungkinan besar kemenangan diraih oleh PDIP. PDIP unggul dari Golkar karena memiliki tokoh masa depan yaitu Jokowi. Sementara Golkar hanya mampu mengusung Capres yang penuh masalah yaitu Aburizal Bakrie.

Bila kita anggap saja Pemilu Legislatif telah dimenangkan PDIP maka bicara selanjutnya adalah pertarungan antara pendukung Jokowi melawan pendukung Prabowo. Disinilah Golkar dapat memainkan perannya. Golkar yang mempunyai kekuatan besar memilik posisi bargaining yang kuat untuk dapat bergabung dengan PDIP ataupun Gerindra. Sementara partai-partai menengah harus menentukan sikap menunggu atau mengikuti arus atau mengambil langkah cepat untuk segera merapat ke partai pemenang Pemilu Legislatif, dalam hal ini PDIP tentunya.

Untuk Golkar sendiri kemungkinan besar menentukan langkahnya pada saat yang paling terakhir yaitu pada saat Pemilu Presiden sudah diambang pintu. Golkar bisa jadi akan bargaining dengan Gerindra dimana Cawapres dan sebagian besar menteri harus diisi oleh orang Golkar. Dan bila Gerindra setuju maka Golkar akan mendukung Prabowo tetapi bila Gerindra menolak maka Golkar akan mendukung Jokowi.

Begitulah kira-kira yang akan terjadi pada PDIP, Golkar dan Gerindra. Dan ini membuat PR besar bagi partai-partai lain baik yang menengah maupun yang kecil.Kecerdasan elite partai-partai kecil sangat berpengaruh dan sangat menentukan masa depan partai masing-masing. Salah memihak bisa jadi membuat partainya akan menjadi suram masa depannya.

PPP dan Suryadharma Ali

Partai Persatuan Pembangunan adalah Partai yang sangat senior dan sudah ada sejak zaman Soeharto. Partai ini adalah gabungan dari partai-partai Islam pada zaman Soeharto mulai berkuasa. Dan ketika zaman Reformasi bergulir maka gerbong-gerbong beberapa kelompok Islam keluar dari PPP dan mendirikan beberapa Partai sendiri. Sebut saja PKB, PBB, PAN dan lain-lainnya.

Dan setelah ditinggal dari beberapa kelompok Islam, partai ini mengalami kemerosotan popularitas dan pendukung dimana akhirnya PPP kalah perolehan suara pada Pemilu 2009 dari PKB dan partai baru PKS. Kepemimpinan Suryadharma Ali sepertinya malah membawa PPP semakin tidak popular dan semakin ditinggal pendukungnya. Suryadharma terlalu otoriter dan cenderung arogan. Banyak langkah-langkah Suryadharma yang tidak popular di masyarakat. Dan Suryadharma hanya didukung politisi-politisi tua yang kurang kreatif sehingga tidak mampu membuat paradigma baru untuk partai ini.

Dan terakhir yang terjadi pada PPP adalah langkah cepat atau mungkin juga bisa dibilang langkah terburu-buru telah dilakukan oleh Suryadharma bersama PPP untuk bergabung dengan Gerindra.Suryadharma dan PPP sudah secara terang-terangan mengumumkan dukungannya kepada Prabowo. Berita di berbagai media kemarin, Suryadharma ikut berkampanye bersama Prabowo untuk meneriakkan yel yel Prabowo sebagai Capres yang layak dipilih.

Secara etika politik sebenarnyaPPP masih berkoalisi dengan partai Demokrat dan Suryadharma masih menjabat menteri dari kabinet SBY. Tapi rupanya ada pertimbangan kepentingan yang mungkin dianggap mendesak oleh Suryadharma sehingga langsung mengumumkan dukungannya kepada Prabowo.

Kalau memang nalar Suryadharma Ali benar maka PPP akan mendapatkan keuntungan yang sangat besar bila Prabowo mampu memenangkan duelnya melawan Jokowi. Tapi kalau Prabowo kalah dari Jokowi maka PPP akan memiliki masa depan yang kurang baik.

PKB adalah Partai Yang Bisa Berperan Sebagai Kuda Hitam

PKB atau Partai Kebangkitan Bangsa adalah salah satu partai Islam yang sangat kuat dan mempunyai massa yang cukup besar. Partai ini bisa dibilang tadinya adalah partainya Gus Dur dan mempunyai dukungan kuat dari para Ulama dari keluarga NU.

Dalam perjalanannya akhirnya partai ini akhirnya kendali partai jatuh ketangan keponakan Gus Dur yaitu Muhaimin Iskandar yang bisa disebut generasi Politisi Muda dan Cerdas.

Meskipun hampir sempat terpeleset dengan kasus Uang THR tapi Muhaimin sebenarnya mampu mempertahankan dukungan dari para Ulama-Ulama keluarga besar NU sehingga partai ini masih bisa dibilang cukup Solid. Dan partai ini tidak terlalu buruk namanya dibanding PPP apalagi dibanding PKS yang controversial itu.

PKB saat ini memiliki asset yang sangat berharga yaitu tokoh dengan integritas yang sangat tinggi dan bisa diadu akuntabilitasnya dengan Jokowi. Siapa lagi kalau bukan Mahfud MD salah seorang pejuang hukum Indonesia dengan banyak prestasi.

Mahfud MD adalah modal PKB untuk melakukan peran besar menentukan kekuatan politik tanah air paska Pemilu Legislatif nanti dimana PKB bisa saja menawarkan nama Mahfud MD kepada partai-partai lain diluar PDIP, Golkar, Gerindra dan PPP.

Integritas seorang Mahfud MD sudah pasti cukup seksi bagi PBB, PKPI, PAN, PKS dan lainnya.Oleh karena itu PKB bisa saja melakukan bargaining dengan mereka untuk mendukung Mahfud MD sebagai Capres alternative untuk menantang Jokowi dan Prabowo.

Disinilah peran Muhaimin dan elite politik yang menentukan langkah partai kedepan. Apakah berani me-leader partai lain dengan mengusung Mahfud MD ataukah segera bergabung dengan PDIP atau Gerindra.

Kembali lagi kepada cerita sebelumnya dimana diatas kertas PDIP kemungkinan besar mengungguli Golkar pada Pemilu Legislatif dan menimbang Elektabilitas yang sangat tinggi dari Jokowi maka langkah terbaik yang mungkin segera dilakukan oleh PKB adalah melakukan bargaining dengan PDIP.

PKB bisa saja meminta kepada PDIP posisi Cawapres yang akan diisi oleh Mahfud MD dimana secara elektabilitas hal itu sangat positif. Elektabilitas Jokowi menjadi lebih kuat dan akhirnya dapat membawa kepada kemenangan PDIP dan PKB sendiri.

Secara pribadi ane setuju, setuju dan setuju banget kalau Capresnya Jokowi dan Cawapresnya Mahfud MD.Salam Blogger.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline