Lihat ke Halaman Asli

Pelaksanaan Pilpres 2014 di Hongkong Sebaiknya Diulang

Diperbarui: 18 Juni 2015   07:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berita tentang Ricuhnya pelaksanaan Pilpres yang dilangsungkan di Victoria Park, Hongkong pada tanggal 6 Juli kemarin telah menyebar ke segala lapisan masyarakat. Penyebaran berita ini lebih banyak melalui media-media social maupun lewat komunikasi langsung antar masyarakat baik via SMS maupun pesan Blackberry Messenger.Hal ini tentunya menimbulkan keresahan di masyarakat karena diberitakan ribuan WNI di Hongkong tidak bisa menyalurkan aspirasinya dikarenakan TPS di Victoria Park harus ditutup pada pukul 17.00 setempat sesuai peraturan pemerintah Hongkong maupun sesuai dengan petunjuk KPU pusat di Jakarta.

Yang membuat resah kemudian adanya issue yang beredar diantara WNI di Hongkong yang mayoritasTenaga Kerja Indonesia bahwa telah terjadi diskiriminasi oleh Petugas Panitya Pemilihan Luar Negeri [PPLN] kepada para pemilih menjelang tutupnya TPS. Salah seorang petugas PPLN/ KPU Luar Negeri yang [sesuai dengan informasi yang beredar di media social] bernama Sigit Pamungkas sempat berbisik perlahan/ menyeletuk kepada Para Pemilih yang sedang mengantri dengan kalimat yang diartikan para pemilih bahwa PPLN masih memperbolehkan pemilih masuk TPS untuk mencoblos dengan syarat memilih Capres Nomor Urut 1 saja.

Tak urung Protes keras berujung demo terjadi di TPS tersebut.Kabar yang beredar di media social ribuan orang berteriak Jokowi..Jokowi dan marah kepada petugas PPLN maupun petugas KJRI Hongkong.

Dari berita di Tribunenews juga dikabarkan hal yang sama, dimana diperkirakan sekitar 500-1.000 pemilih mengamuk dan merobohkan pagar TPS karena mereka tidak diperbolehkan ikut mencoblos dengan alasan waktu pemilihan telah habis.

Seorang narasumber Tribunenews yang bernama Arista Devi melaporkan kepada Tribunenews seperti berikut ;

"Pengantre masih banyak, ratusan sampai seribuan orang. Tiba-tiba pagar TPS ditutup, jadi mereka yang mengantre maju. Lalu sebagai pemilih adalah pendukung Jokowi-JK, protes dan teriak-teriak "Jokowi... Jokowi...," kata Arista Devi.

Kericuhan pun tak terelakkan. Ratusan pemilih yang tidak tersalurkan hak pilihnya memprotes pihak PPLN Hongkong dan Konsulat Jenderal RI di Hongkong.

"Saat demo itu, seorang oknum panitia berceletuk. Ayo, silakan masuk, tapi hanya pemilih nomor 1 (Prabowo-Hatta) yang dibolehkan masuk. Dan ucapan itu memicu suasana memanas. Pengunjuk rasa marah dan merobohkan pagar," ujar Arista Devi.

"Antisipasi penitia Pilpres kali beda dibandingkan pileg 9 April lalu. Kali ini panitia mematok TPS buka sampai jam 17.00. Tetapi pemilih rupanya banyak sekali, sampai-sampai mengantre mengular, berkelok-kelok. Panjang antrean sekitar 500 meter. Jumlah pemilih yang antre antara 500-1.000 orang," kata Devi.

Dan kemudian hal-hal tersebutlah yang akhirnya memicu terjadinya protes keras dari para pemilih.Beragam protes bermunculan dan diikuti dengan status-status dan foto-foto yang beredar baik di Twitter dan Facebook.

Dan sekali lagi yang membuat resah karena beberapa luapan emosi para pemilih di media-media social adalah membicarakan tentang petugas PPLN yang diskrimatif dan mengizinkan pemilih mencoblos disaat-saat terakhir dengan syarat harus memilih Capres nomor urut 1.

Ada juga suara-suara yang mengatakan mereka sudah belasan tahun menjadi Golput tetapi ketika mereka mau berpartisipasi di Pilpres malah tidak kesampaian karena TPS telah tutup.

Yang kita kuatirkan bersama-sama adalah bila hasil Perhitungan Pilpres nanti pada tanggal 9 Juli ternyata dimenangkan oleh Capres yang bukan pilihan mayoritas para TKI Hongkong maka merekapun akan melancarkan protes keras ke KJRI maupun PPLN Hongkong.

Begitu juga dengan Timses Capres yang dikalahkan baik dari Capres Nomor Urut 1 maupun Nomor Urut 2 yang kemungkinan tidak puas dan mengindikasikan ada pelanggaran dalam proses Pemilu disana, tentunya mereka akan mengajukan gugatan ke MK dan lainnya.

Untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan dan berefek meluas, sebaiknya KPU mulai melakukan penyelidikan atas kasus ini.Dan bila memang terjadi indikasi kecurangan alangkah baiknya pelaksanaan Pilpres di Hongkong khususnya dilakukan proses Pemilu Ulang.

Salam Blogger.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline