Baru-baru ini dunia kepolisian dihebohkan dengan kasus seorang polisi yang menembak polisi, cukup mengherankan tentunya mendengar berita ini, bagaimana bisa seseorang yang seharusnya menjaga keamanan negara berbuat tidak aman kepada rekannya yang sama-sama menjaga keamanan negara, dalam artikel ini kita akan membahas kronologi singkat kasus tersebut serta perspektifnya dalam etika profesi.
• Kronologi singkat
Diketahui, pelaku adalah AKP Dadang Iskandar yang menembak juniornya sendiri yakni AKP Ulil Ryanto Anshar. Kedua polisi itu merupakan rekan kerja di polres Solok Selatan, Sumatera Barat.
Konflik dimulai semenjak AKP Ulil menjabat sebagai kasat Reskrim polres Solok Selatan, beliau dikenal berani dan tak pandang bulu dalam memberantas tambang ilegal di wilayahnya. Namun, hal ini membuat AKP Dadang kesal karena AKP Ulil menangkap salah satu temannya terkait kasus tambang ilegal. Tidak terima atas penangkapan temannya, AKP Dadang menjadi buta dan memutuskan untuk membunuh juniornya sendiri.
Pada Jum'at (22/11/2024) waktu dini hari di Mapolres Solok Selatan AKP Ulil berjalan ke area parkir untuk mengambil handphone miliknya di dalam mobil, tanpa disadari, ternyata AKP Dadang membuntutinya dari belakang, saat itulah detik-detik terakhir AKP Ulil, tepat setelah mengambil handphone-nya, dia langsung ditembak di tempat parkir oleh AKP Dadang, jasad korban ditemukan dalam keadaan mengenaskan pada pukul 00.43 WIB.
Berdasarkan hasil visum, korban ditembak dua kali dari jarak dekat di bagian wajah, tepatnya di bagian pelipis dan pipi hingga menembus ke tengkuk.
• Pelanggaran etika profesi
Jika ditelisik dari perspektif etika profesi, sesuai peraturan kepala kepolisian negara Republik Indonesia nomor 14 tahun 2011 tentang kode etik profesi kepolisian negara Republik Indonesia maka sudah jelas pelaku melanggar semua kode etik yang berlaku, mulai dari etika kenegaraan, etika kelembagaan, etika kemasyarakatan, dan etika kepribadian.
- Etika kenegaraan
Pelaku mementingkan kepentingan sendiri dari pada kepentingan bangsa dan NKRI, serta tidak bisa membangun kerja sama dengan sesama pejabat penyelenggara negara.
- Etika Kelembagaan