Lihat ke Halaman Asli

Bikin Anak Gampang!

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pagi. Kami bertiga – saya, istri dan anak perempuan kami yang berusia 9 tahun – antri menunggu giliran periksa di dokter anak. Suasana belum ramai. Kami dapat urutan nomor tiga, tetapi rasanya kami datang paling pertama. Istri dan anak perempuan kami sibuk dengan manik-manik yang sengaja dibawa.
Satu dua pasien mulai berdatangan. Dokter belum datang, kata perawat yang bertugas masih visit ke bangsal perawatan. Lalu datang dua ibu muda masing-masing menggendong bayi. Dua ibu muda tersebut duduk di bangku tunggu berhadap-hadapan dengan kami.
Istri saya yang sangat senang dengan bayi memperhatikan kedua ibu muda dan kedua bayi tersebut. Lalu salah seorang ibu muda menyusui bayi yang digendongnya dengan susu botol. Melihat itu, istriku tergerak bertnya, karena selam ini istriku selalu memberikan ASI bagi kedua anak kami. Jadi melihat ibu muda dengan bayi yang baru berusia beberapa bulan memberikan susu botol kepada bayinya, hati tergerak untuk bertanya.
"Ibu tidak meberikan ASI? Apakah ada masalah dengan susu Ibu?" tanya istri memenuhi naluri keingintahuannya.
"O... tidak Bu. Saya bukan ibu anak ini," jawab ibu muda tergagap.
"Loh... Anda babby sisternya? Ibunya kemana?" istriku makin penasaran.
Mulailah istriku dan kedua ibu muda tadi terlibat dalam pembicaraan. Dua ibu muda itu ternyata bukan ibu dari kedua bayi tersebut. Dua bayi itu adalah anak yang menjadi penghuni panti asuhan khusus bayi yang ada di Lenteng Agung. Dua ibu muda itu adalah pengasuh bayi-bayi tersebut. Keduanya masih belia, belum menikah, namun terlihat bagai seorang ibu terhadap anaknya. Dari sorot matanya terliha keduanya penuh perhatian, sayang, dan sungguh menyintai anak yang digendongnya.
Aku mencuri dengan pembicaraan istriku. Bayiyang satu berusia sekita lima bulan, laki-laki. Bayi ini ditinggal begitu saja oleh ibunya di sebuah rumah bersalin. Bayi yang satu lagi berusia sekitar tiga bulan, bayi ini dititp oleh ibunya ke panti asuhan. Salah seorang bayi dibawa ke dokter untuk imunisasi, sedang yang satunya lagi untuk kontrol setelah kena batuk.
Istri dan anakku jadi tertarik dengan si bayi. Istriku mencoba menggendong salah satu dari bayi tersebut. Ditimang-timang dan dipandanginya sosok bayi tersebut. Aku melihat mata istriku berkaca-kaca. Anakku pun dengan gemasnya mencoba menggoda si bayi. Menyentuh pipinya, menggenggam jari si bayi, dan mengeluh kening si bayi.
Dalam perjalanan pulang, kami berbicara panjang lebar tentang keadaan saat ini. Begitu banyak bu-ibu yang melahirkan anak dengan mudah tetapi menyia-nyiakan begitu saja. Bahkan ada yang karena malu atau alasan lainnya, membunuh bayi yang baru dilahirkan. Kita jug sering mendengar berita tentang anak yang baru dilahirkan dibuang begitu saja. Mata kepala kita sendiri pun sering melihat bayi yang masih sangat muda terkulai lemah dalam gendongan, bayi yang dijadikan alat untuk mengemis.
Aku adalah lelaki yang mudah haru melihat situasi seperti itu. Napasku mudah sesak ketika melihat sesuatu yang mengiris hati. Mataku langsung berkaca-kaca menyaksikan tragedi manusia. Begitu mudahnya mereka membuat anak, tetapi tanggung jawab sebagai orangtua sama sekali diabaikan.
Manusia ternyata kalah dengan anjing dalam menjaga anak. Seekor anjing yang baru melahirkan akan menjaga anak-anaknya dengan gigih. Anjing rela mati demi menjaga anaknya. Siapa yang berani mendekati anjing yang baru beranak?

MayDay 2012 di Wisma Slipi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline