[caption id="attachment_319965" align="alignleft" width="300" caption="facebook.com"][/caption]
Bohong, boneka, bodoh, itulah kesan saya terhadap Jokowi. Bukan mengada-ada, tapi lihatlah faktanya.
Bohong
Semua juga tahu Jokowi telah berjanji akan memimpin Jakarta selama 5 tahun. Tidak akan menjadi kutu loncat. Tapi nyatanya? Dengan wajah tanpa dosa, tanpa permisi, tanpa meminta maaf, dengan entengnya dia maju sebagai Capres 2014.
Boneka
Sesaat setelah dimandatkan sebagai Capres PDIP. Boro-boro menyinggung kasus penembakan mahasiswa 1998 atau kasus pembunuhan Munir misalnya. Malah Jokowi langsung menyatakan akan mengusut tuntas kasus “Kudatuli.” Dimana markas PDI pimpinan Megawati saat itu diserbu massa PDI pimpinan Soerjadi pada tahun 1996.
Tidak sampai di sana. Jokowi langsung membenarkan langkah megawati melelang aset negara dan mengampuni obligor hitam BLBI yang telah merugikan negara ribuan triliun (termasuk bunganya). Padahal kasus itu sekarang mulai diusut kembali oleh KPK setelah 10 tahun mengendap. Dari dua hal ini, jelas sekali kalau Jokowi hanyalah boneka Megawati.
Bodoh
Selama menjadi gubernur DKI. Dia selalu kena tipu di hampir semua proyek besar. Misalnya proyek MRT dan Bus Trans Jakarta. Memang tidak berdosa jika kita tidak dilahirkan cerdas, tapi ya tahu dirilah. Harusnya Jokowi bisa mengukur kemampuannya. Masak iya negara sebesar Indonesia punya presiden gampang kena tipu.
Jokowi juga tidak memiliki konsep mengatasi masalah Jakarta. Ada satu idenya yang terdengar orisinil dan hebat, mengatasi banjir dengan membuat “deep tunnel” (terowongan bawah tanah). Tapi ternyata ini hanyalah ide konyol. Setelah dilakukan kajian, ide ini ditolak mentah-mentah oleh Kementerian PU. Debit air yang dialirkan oleh terowongan terlalu sedikit. Tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Untuk menyelesaikan masalah Jakarta saja Jokowi tidak mampu menyusun konsep yang jelas. Bagaimana dia bisa menyusun konsep untuk menyelesaikan masalah bangsa?
Jokowi juga tidak mampu menggerakkan birokrasi Pemda DKI untuk menyerap APBD. Di masa pemerintahan Jokowi. Serapan anggaran Pemda DKI jeblok. Hanya 85%, itupun pontang-panting diserap pada akhir tahun. APBD yang hanya 50 triliun saja tidak bisa dikelola. Bagaimana saat dia memimpin pengelolaan APBN yang mencapai 1.700 triliun?
Ah... alangkah lucunya negeri ini yang mendambakan presiden 3 B seperti Jokowi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H