Lihat ke Halaman Asli

Happy Ending

Diperbarui: 31 Mei 2021   14:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Hari ini panas, bukan?" Tanyaku berusahalah memulai pembicaraan. Dia mengangguk mengiyakan membuatku tersenyum karena ternyata ia menjawabnya. Ya, itulah awal kami bertemu kira-kira sekitar tiga bulan lalu.

Tiga bulan lalu ketika memasuki musim panas adalah hari pertama aku bertegur sapa dengannya. Dia baik hati menurut pandangan pertamaku bahkan hingga sekarang. Selama ini aku berteman dengan banyak orang aku jarang sekali menemukan orang sepertinya. Kalian benar, aku salut padanya karena ia tak seperti orang pada umumnya. Dia pendiam cenderung cuek tetapi jika kalian perhatikan lagi dia adalah orang yang ceria dan sering tersenyum.

Seiring kami dekat dan akrab seiring itu pula aku sadar akan perasaan itu. Perasaan akrab yang tak pernah lagi kurasa perasaan yang orang menyebutnya dengan rasa cinta. Namun, akhir bahagia yang kuimpikan itu tidak terwujud. Satu bulan kemudian aku tak lagi pernah melihatnya komunikasiku hanya sebatas melalui hp. Ingin rasanya aku bertanya-tanya lebih dan memberi tahu aku merindukannya namun rasa malu menyelimutiku malu untuk bertanya dan malu untuk mengungkapkan. Aku malu karena aku takut. Jadi, aku hanya bisa mendoakannya. Sampai aku pernah berfikir bahwa kisah ini akan berhenti disini.

Dua bulan terlewati sesekali aku masih memikirkannya. Hingga suatu hari beberapa hari setelah hari kelulusan kampusku mengadakan acara. Aku tak memiliki firasat apapun. Namun namanya takdir siapa yang tahu. Dihari tersebut keajaiban takdir itu terjadi.

"Brukk"

"Maaf," ucapku sambil membantu memungut beberapa buku yang terjatuh. Orang itu mengangguk lalu tersenyum. Seketika itu terlintas di benakku dirinya. Bukan karena apa karena senyuman mereka berdua begitu mirip. Aku ingin memanggil namanya namun lidahku kelu. Dan berakhir aku hanya memanggil, "kamu".

Orang tersebut menoleh lalu menunjuk kearah dirinya sendiri seolah bertanya. Aku mengangguk, melihat aku yg mengangguk ia melihatku dengan saksama seakan meneliti sesuatu. Lalu saat lidahku baru bisa berbicara ia menyebut namaku. Aku tersentak lalu dia tersenyum lebar.

"Ternyata itu kamu, Gilang," ujarnya sambil berjalan membawa buku-buku tadi. Aku mengikutinya dari belakang. Ternyata dia adalah salah satu perwakilan dari kampus lain. Kami berbincang cukup lama dan akhirnya disitu aku memberanikan diri menanyakan alamatnya sekarang. Sungguh keajaiban Tuhan. hari itu aku senang rinduku terobati rasa malu akan diriku berkurang perlahan. Ternyata doaku untukmu dalam sujudku selama ini tak sia-sia. Setahun kemudian aku menepati janji lamaku yaitu datang kerumahnya tentu kalian tahu bukan untuk apa? Ya, akhirnya happy ending yang sudah lama kuimpikan itu kini terwujud menjadi nyata. Terima kasih untuk-Nya Tuhanku dan terima kasih pula untukmu Hafa bidadariku. Aku bahagia sungguh bahagia, perjuanganku selama ini tak sia-sia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline