Publik dunia baru-baru ini seakan terhipnotis dengan negara Jepang, dengan menginisiasikan konsep masyarakat barunya, Society 5.0. Mendahului negara-negara lain diseluruh penjuru dunia yang masih berkutat menyelesaikan proyek masyarakat 4.0, Jepang menjadi negara yang seakan memiliki masyarakat yang ideal.
Fenomena tersebut disusul dengan perkembangan robot yang kontroversial, robot seks, yang semakin meningkat penggunanya dalam masyarakat Jepang. Hal tersebut menimbulkan suatu pertanyaan tentang keberlangsungan hidup perempuan Jepang yang terisolasi robot seks ditengah-tengah Society 5.0 yang merupakan konsep masyarakat barunya.
Dinamika perubahan masyarakat seolah tak ada hentinya. Manusia, sebagai makhluk sosial memang selalu berupaya untuk menciptakan suatu pembaharuan dalam pola berkehidupannya sebagai bagian dari masyarakat.
Salah satu hal yang selalu mengalami pembaharuan dan melekat pada setiap masyarakat dewasa ini adalah teknologi. Dengan berbagai inovasi pemikiran baru ataupun pembaharuan kreativitas yang sudah ada, masyarakat selalu 'update' dan meng-upgrade dalam kemampuan menggunakan teknologi sebagai pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Masyarakat Jepang misalkan, negara Jepang yang merupakan negara dengan pesatnya kemajuan bidang teknologi dalam hal ini menciptakan suatu teknologi yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan seksual bagi masyarakat, yaitu Sexbot (Robot Seks).
Sexbot adalah suatu robot yang diciptakan untuk menyediakan seks bagi manusia, yang dalam hal ini diciptakan sexbot sebagai pemenuhan seksual manusia.
Awal mula terciptanya sexbot ini merupakan transformasi dari sexdoll (boneka seks) yang dikembangkan dengan berbagai konsep dan teknologi terkini menjadikannya sebagai robot yang lebih canggih dibanding boneka.
Kehadiran sexbot ini ditujukan bagi masyarakat yang sering ganti pasangan seks. Seperti yang diungkap Chief Executive perusahaan produsen, Doughlas Hines, percaya bahwa kebutuhan akan produk semacam itu memang ada. Tujuannya bukan untuk menggantikan posisi pasangan. "Robot ini merupakan solusi bagi orang yang berganti-ganti pasangan atau yang kehilangan pasangan," ungkapnya.
Namun, siapa sangka dampak yang ditimbulkan adanya sexbot sangat kontroversial. Sexbot dinilai penyebab penurunan populasi masyarakat Jepang. Kanako Amono, pakar demografi di NLI Research Institute Tokyo mengungkapkan "Masalah terbesar di Jepang adalah penurunan angka kelahiran dan populasi. Ini bencana nasional. Jepang berada dipersimpangan jalan, menghadapi ancaman kepunahan. Kami adalah spesies yang terancam punah".
Hal ini diperkuat dengan data dari Kementerian Kesehatan Jepang yang menunjukan adanya penurunan angka kelahiran, tercatat ditahun 2018, sebanyak 921.000 bayi dilahirkan ibu di Jepang, sedangkan pada tahun 2017 angka kelahiran mencapai 946.000 bayi. Angka tersebut merupakan terendah sejak pencatatan angka kelahiran mulai dilakukan sejak 1899.
Penurunan angka kelahiran tersebut diindikasikan karena maraknya sexbot yang beredar. Dr. Kate, dosen senior kecerdasan buatan sosial dan budaya di King's College London memaparkan "Ada kekhawatiran bahwa di negara-negara seperti Jepang, dimana kesepian adalah masalah sosial yang besar. Nah, Robot seks ini dapat memperburuk keadaan, yang dapat menjadi pacar pria kesepian itu untuk para pria yang tertarik membeli robot seks wanita, mereka sering mencari aspek persahabatan dengan robot". Katanya seperti yang dikutip dari Daily Star.