Lihat ke Halaman Asli

Gaganawati Stegmann

TERVERIFIKASI

Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Mandalika, Banyak PR yang Harus digarap di Sana

Diperbarui: 19 November 2023   06:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak-anakku menikmati Mandalika (dok.Gana)

Mandalika. Nama tempat wisata ini sempat berkesan karena Komunitas Traveler Kompasiana yang aku dirikan bersama teman-teman traveler mania di Kompasiana, pernah menjalankan event meramaikan event Mandalika yang dibesut kemenparekraf RI di sana.

Aku bilang waktu itu, "Ah, andai saja aku bisa ikut, pasti senang, walau panas-panas nggak ada pohon untuk berteduhpun aku rela...." Nyatanya, aku  nggak ikut event Kompasiana di sana. Rejeki orang memang sudah ada yang ngatur. Aku belum hoki saat itu. Yang aku bisa, hanya bermimpi....

Mimpi memang sebagian dari masa depan. Setahun kemudian, siapa sangka, aku bersama keluarga benar-benar datang ke tempat wisata ini. Tuhan memang menyayangiku. Seolah jeritan hatiku itu sampai juga kepada pencipta keindahan alam Indonesia yang tiada tara. Semoga tulisanku ini akan menginspirasi kalian semua, jangan pernah takut untuk bermimpi. Akan ada energi yang tercipta untuk menggapainya menjadi nyata. Percayalah!

Saat di Jerman, aku pandangi peta Indonesia. Lombok itu kan luas. Sebagai wisatawan, kami bingung memilih. Tinggal di Gili Trawangan atau di Senggigi? Senggigi! Pilihan suami itu karena tempatnya asri, sepi dan nyaman. Menginap di Senggigi selama beberapa hari, kami ada ide untuk ikut tur sehari keliling Lombok. Karena waktunya nggak banyak, dipilih tempat-tempat tertentu sesuai kesepakatan dengan agen koperasi wisata di pantai Senggigi. Usai kelar mengunjungi Desa Adat Sade, kami menuju Mandalika. Aku ingin ke sana, pengen ngasih lihat keluargaku tentang sirkuit Mandalika yang sempat heboh waktu itu karena ada race di sana.

Jalan-jalan, kulineran atau naik kuda (dok.Gana)

Ngeroket Sama ayam

Sampai di sana, terik matahari memang sudah ada di ubun-ubun. Artinya, perut harus sudah diisi. Keliling ke sana-ke mari, kami pilih "Rocket Chicken." Ya, ampun, jauh-jauh dari Jerman makannya chicken, juga. Anak-anak yang minta, sih. Ya, sudahlah, yang tua mengalah. Ibuku, eyang putrinya anak-anak juga menurut. Padahal kami sudah ngiler ingin mencicipi masakan tradisional khas Mandalika di warung-warung. Lidah anak-anak memang kudu dilatih keras.

RC. Namanya cepat saji. Kami melahapnya dengan cepat, seperti roket meluncur ke udara. Sambal instannya memang masih kami suka. Nyam-nyam. Kulihat ibuku juga menikmati, walau mungkin terbilang agak keras karena ibuku sudah sepuh. Gigi ibu sudah tidak sekuat semasa muda. Apalagi gigi orang Indonesia tidak seperti gigi orang Jerman yang diperiksa setiap 6 bulan sekali. Baru ke dokter gigi kalau sudah akut dan suka makan yang manis dan minum es.

Suamiku membayar di kasir, aku minta si mbak untuk membungkuskan satu buat pak sopir. Pikirku pasti dia lapar mengantar seharian. Apalagi sebentar lagi kami akan jalan-jalan di pantai Mandalika. Namanya piknik pasti lama. Kasihan kalau lapar dan harus menunggu. Si bapak happy melihat bungkusan untuknya, yang tak disangka-sangka. Rejeki manusia memang bisa datang kapan saja, tanpa direncana. Rejeki bisa dibagi-bagi.

Senangnya piknik ke Mandalika sama ibu (dok.Gana)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline