Lihat ke Halaman Asli

Gaganawati Stegmann

TERVERIFIKASI

Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Jadilah Bangsawan yang Merakyat

Diperbarui: 28 September 2023   00:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bersama Gusti Aning dan istri di Ndalem Benawan (dok.Gana)

Kata Katon Bagaswara ... "Yogyakarta, pulang ke kotamu."

Aku benar-benar pulang ke kota ini. Kota yang bikin aku mengenang masa-masa muda di Malioboro. Masa-masa di mana aku masih tergabung di LSM IIWC, aku sering mengantar relawan ke sana untuk plesir. Supaya mereka nggak kurang piknik, walau harus ada tugas sosial di negara kita ini.

Dan hari itu, Rabu, 23 Agustus 2023, aku berangkat pagi banget ke sana. Selain ke Keraton dan Museum Wahanarata, aku dan kawan-kawan Koteka dan KJOG mampir ke Ndalem Benawan. 

Apa itu Ndalem Benawan? 

Ndalem, yang aku tahu dalam bahasa Jawa halus artinya rumah. Rumah keluarga besar K.G.PH. Benowo HB VIII. Itu merupakan salah satu dari 3 ndalem yang masih asli dan sangat terawat. Hari itu, yang menemui kami di sana adalah R.M. Kukuh Hestriasning atau akrab dipanggil Gusti Aning. Beliau adalah dewan pembina Faircle Coop, di mana dik Yunanto Nugroho selaku foundernya. Mereka ingin mengangkat derajat dan ekonomi para pelaku ekonomi kreatif. 

Rumah khas Jawa yang aku masuki, memiliki aura yang sama dengan rumah-rumah Jawa yang sebelumnya pernah aku datangi. Jawa banget. Joglo rumah yang pastinya asyik buat duduk sambil menikmati angin. Kursi-kursi yang mengingatkanku pada produk Jepara yang tertata di sana, pendopo yang asyik buat duduk bersila sampai gringgingen alias kesemutan. Gelap-gelap terang lampu yang meneranginya. Semua khas. 

Gusti Aning dan istri yang berpakaian Jawa tampak luwes berdiri menyambut kami. Untung aku pakai baju kebaya dan jarik, kain batik. Nggak ngisin-isini. Aku nggak malu bertemu mereka, karena aku jauh-jauh dari Jerman siapin pakaian tradisional untuk acara ini. Cuma satu, lupa sanggulan karena ribet banget. Berangkat dari Semarang pukul 6 pagi. Nggak sempat nyasak sama nyanggul. Ya sudah, rambut aku jepit dengan jepitan berkain yang aku beli di Hongkong. Itu tempat wisata yang aku kunjungi sebelum aku ke kampung halaman. Nggak ada gelung, jepit-pun jadi. 

Beberapa menit kemudian, kami dipersilakan duduk lesehan, acara dilanjutkan. Saat zoom itu, aku menjadi moderator, sebelahan dengan Gusti Aning. Rasanya sudah kenal lama, sudah pernah ketemu jauh-jauh hari, tenang dan senang banget, deh.  Suaranya juga khas Jawa, menggelegar dan berkarakter, walau tidak meninggalkan kesederhanaan priyayi. Wajah beliau khas bangsawan Jawa. Mirip-mirip begitu, deh. Mungkin saja karena masih ada hubungan darah antara keluarga bangsawan satu dengan bangsawan lainnya. 

Waktu makan, aku semeja dengan Gusti Aning dan ibu. Kok, aku  nggak di lantai, ya? Nggak dong, karena bangsawan ini mempersilakan siapa saja untuk duduk di sekitar beliau-beliau. Satu set kursi; dua panjang, meja dan dua kecil. Aku letakkan tas isi barang-barang lenong berisi souvenir untuk peserta, snack dari zoom Kotekatalk-149 bersama Gusti Bendara, tas tangan dan souvenir yang aku beli dari Rumah Benawan. Ya, ampun, aku ini kalau ke mana-mana, bawaannya banyak bingit. 

Habis makan, aku termangu. Heran. Heran banget aku melihat dan merasakan keramahtamahan mereka yang asli Indonesia. Tidak dibuat-buat. Ini yang aku sangat rindukan kalau aku balik ke tempat perantauan. Keramahan sejati yang pakai hati. Kok, bisa, ya? Aku ini kan rakyat biasa. Walau tinggal di Jerman-pun, aku bukan bule. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline