Tidak, tentu tidak. Tidak semua bule suka "one night stand"!!!
Itu jawaban tegas yang bisa saya berikan kepada teman-teman di Kompasiana. Mengapa? Sebelum menikah dengan bule, saya sudah berkecimpung di LSM yang memiliki hubungan internasional. Sudah 27 negara yang saya sambangi, separoh di antaranya dengan backpack, gede ransel hampir setara dengan badan saya.
Dan kini, saya tinggal di Jerman, di mana para bule atau orang asing yang di image kita berkulit putih, berambut pirang, bermata biru dan tinggi besar, ada di mana-mana. Bukankah di Jerman multikultural, campur-campur banyak bangsa di negara penghasil mobil keren Mercy? Entah mereka keturunan Italia, Perancis, Rusia atau negara pecahan Rusia lain, nggak semuanya suka ONS (One Night Stand)! Kalau ada, lumrah, di Indonesia saja ada, kok. Sudah baca, "Jakarta undercover", belum?
Eh, ngomong-ngomong, kalau di Jerman, justru saya yang disebut bule atau di dalam Bahasa Jerman Auslaenderin," lho. Bedanya, kalau kebanyakan (tidak semua, ya) orang kita memandang orang asing itu superior, paling top, paling jos, nomor satu, dihormati, disayang, dipuja, diidolakan dan masih banyak lagi pandangan positif bangsa kita pada bule, di Jerman akan sebaliknya.
Kami orang asing, banyak disebut golongan kedua, tukang ngabisin duit pajak, tukang rame/berisik, bikin reseh, paling rewel, dipandang sebelah mata, nggak bisa apa-apa, lemah, belum tentu disayang, menuh-menuhin Jerman dan masih banyak. Beda, ya?
Bule ini pacarnya seribu
Sekarang, sehubungan dengan topik WNA di mata WNI, saya mau cerita tentang perkenalan saya dengan seorang bule di Jerman yang akhirnya jadi narsum zoom Komunitas Traveler Kompasiana, A. Awalnya, suami berselancar di google dan menemukan nama orang Jerman yang pernah lama di Indonesia lalu menulis sebuah buku berjudul "Orang Bule."
Kami nggak kenal dia, tapi saya pikir, asyik juga mengulik apa saja yang sudah ia alami di tanah air kita tercinta. Intinya, komunitas ingin supaya banyak orang Indonesia mencintai negerinya sendiri lewat bule yang menceritakan pengalaman berada di negeri kita. Dan akhirnya akan terinspirasi menjelajah negeri sendiri yang memiliki 17.000 an pulau. Kalau bule saja berbondong-bondong melakukannya, kita tinggal sak nyuk sudah sampai. Budget-nya lebih murah, ketimbang dari luar negeri.
Teman-teman ... Tibalah pada hari H. Si bule pun menceritakan pengalamannya selama 1,5 jam. Kami yang hadir pada acara zoom, dibuat mules karena banyak cerita lucu dan sedikit porno yang ia ceritakan. Sayangnya, demi kenyamanan bersama, rekaman video diedit Koteka.
Jadi begini. Si bule cerita kalau pacarnya ada 1000 atau sehari bisa dua pacar, di Jakarta. Semuanya "One Night Stand", kenyataannya, akhirnya ia malah menikah dengan penjual kembang yang cantik jelita di sebuah tempat wisata. Kini hidup bahagia dan harmonis di Jerman dengan 2 buah hati yang cantik-cantik.
Dulu, paling enggak dia sudah 10 tahun tinggal di Indonesia. Pindah-pindah begitu, lah. Menurut saya, yang paling parah adalah apa yang ia alami selama di Jalan Jaksa, Jakarta. Mau apa saja, semua ada di Jakarta. Palugada, deh. "Apa lu mau, gue ada." Nah, mulai dari info penting untuk backpacker, soal kebutuhan seks sampai restoran Jerman, semua tersedia. Siapa suruh datang ke Jakarta?