Lihat ke Halaman Asli

Gaganawati Stegmann

TERVERIFIKASI

Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Matahari dan Bulan Kompasiana Itu Bernama Pak Tjipta dan Bu Lina

Diperbarui: 12 Januari 2021   01:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sepertinya itulah kiasan yang bisa saya gambarkan jika ditanya tentang kesan saya pada pak Tjipta dan bu Lina. Dua sosok yang sudah tidak asing lagi kiprahnya di Kompasiana. Mana ada yang akan menggelengkan kepala soal ini. Ah, betapa bangga mengenal beliau berdua.

Sejak tahun 2011 sampai 2021 ini, banyak tulisan Kompasianer saya baca, entah melalui kolom lini masa, headline atau artikel terbaru. Namun entah mengapa sebelum membaca tulisan pak Tjipta, saya selalu sudah suka terlebih dahulu. Keyakinan bahwa ada aura baik yang akan saya dapat, banyak ilmu dan pengalaman yang akan saya ketahui dan akan ada rasa senang yang bersarang di dada, menjadi kekuatan tersendiri, betapa hati damai rasanya.

Sumpah. Meski tulisan saya tidak diganjar penghargaan, kehadiran pak Tjipta tak ubahnya satu penghargaan khusus. Betapa tidak, profil yang mendapatkan Kompasianer of the year 2014 itu pernah berkali-kali menjadi rangking satu di Kompasiana.com, penulis harian. Master Reiki yang sudah mengelilingi dunia untuk mengajari tentang energi baik dan semesta ini pastinya bukan orang sembarangan. Ada niat suci, kuat dan semangat menyala dalam dirinya.

Pak Tjipta sendiri hadir di Kompasiana tahun 2012, saya sudah terlebih dulu menulis setahun sebelumnya. Seingat saya, selain menjadi nominator Best in citizen journalism, bersama pak Tjipta saya pernah dicalonkan sebagai nominator Kompasianer of the year 2014. Zaman itu bercokol Kompasianer-Kompasianer hebat yang sekarang sudah banyak yang hilang.

Walah-walah, saya sudah mengkeret duluan. Lah kalau disandingkan dengan beliau, saya bak menggarami lautan. Mana ada yang vote saya? Dan benarlah, pak Tjipta yang akhirnya mendapatkan anugerah itu. Dan saya tidak mendapat satu award sekalipun. Jujur dan rela, beliau memang sangat pantas untuk mendapatkan award tersebut.

Kecewa adalah hal yang lumrah dalam sebuah perlombaan ketika kalah tapi tak jadi arang, tapi itu tidak mengurangi semangat saya untuk terus menulis dan aktif di Komunitas Traveler Kompasiana, komunitas yang lahir sejak 20 April 2015 di Kompasiana.com, sampai hari-hari berikutnya. Tidak ada yang sia-sia dalam hidup ini, jika apa yang kita lakukan adalah atas nama kebaikan.

Sungguh, tidak ada iri dan dengki yang terlahir darinya, hubungan kami tidak rusak karena itu, bahkan semakin hangat. Banyak hal positif yang saya pelajari dari beliau. Mau tahu apa sajakah itu?

Setia menyapa dengan ramah dan hadiahi kalimat manis

Itu yang pertama. Setiap kali menyambangi tulisan saya, pak Tjipta selalu menyapa dengan sangat ramah. Padahal saya ini bukan siapa-siapa. Sedangkan pak Tjipta sudah menyandang banyak gelar di Kompasiana. Mulai dari Kompasianer of the year 2014, ranking 1, K-award dan banyak lagi. Berikut adalah kalimat menyenangkan yang positif dan kadang-kadang lucu, memicu tawa:

  • "Selamat pagi ananda Gana yang baik hati. Terima kasih sudah berbagi tulisan inspiratif ...."
  • "Selamat pagi mbak Ganaaaa ... Guten morgen. Selamat HL lagi dan lagi, yaaa. Danke schoen,  sudah berbagi tulisan inspiratif dan sarat info berharga. Salam hangat dan selamat menikmati hari Minggu bersama keluarga tercinta."
  • "Sugeng dalu ndoro Ganaaaa. Kalau saya ke Jerman, nggak bakalan bertamu ke rumah orang Jerman. Yang kami cari adalah rumahnya Frau Gana dan Frau Hennie. Rugie dong, bertamu tidak dapat makan ... ogah ah hahahahah. Matur nuwun panjenengan sampun berbagi tulisan sarat info. Sugeng kundur ndoro Ganaaaa."
  • "Protes mbak Ganaaaa. Siapa bilang Gaganawati warga biasa? Gaganawati itu adalah penari, penyanyi, pengajar, penulis, pembicara. Ini bukan hoaks, tapi sebuah kenyataan dan saya pribadi sudah mendengarkan suara merdunya dengan telinga sendiri, bukan telinga orang lain hehe ... Selamat malam mbak Ganaaaa, matur nuwun."

Bayangkan, saya yang baca saja senang, apalagi orang lain? Begitulah cara beliau memberikan pelajaran nomor satu yang wajib diingat dalam bersilaturahim dengan manusia, sebagai makhluk sosial. "Hargai orang lain, sepertihalnya ketika kamu ingin dihargai orang lain."

Memang tidak ada yang sempurna dalam hidup ini. Untuk kalimat-kalimat yang tidak enak, yang pernah saya dapatkan selama kurun waktu 2011-2021 ini dari Kompasianer lain, tidak usah dibahas. Nanti bisa bikin sesak nafas dan sumbu meledak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline