Idul Fitri yang berkesan? Di Indonesia atau di Jerman, sih?
Kompasianer, kayaknya lebih baik lebaran di negeri sendiri, daripada lebaran di negeri orang. Itu opini saya awal-awal tinggal di Jerman. Wajar karena di tanah air, perayaan lebaran sangat megah. Maklum, bukankah mayoritas masyarakat Indonesia pemeluk agama Islam.
Dan lagi, tradisi mudik atau pulang kampung untuk berkumpul bersama keluarga, sanak saudara dan kerabat biasa terlihat di sana-sini. Meskipun sekarang masa pandemi dan ada pembatasan, tetap saja nuansanya masih lekat dengan lebaran. Nggak bisa ketemu orang-orang tercinta, bisa pakai medsos atau gawai beraksi. Terhubung! Lihat saja Mbok Minto-nya si Ucup Klaten. "Jangan mudik dulu, ya."
Berbeda dengan di Jerman, di mana mayoritas penduduknya beragama Katolik, yang artinya tidak merayakan Idul Fitri. Pesta demi merayakan akhir ramadan atau disebut sebagai Bayram atau Zuckerfest oleh warga pendatangnya dari Turki, memberi warna agama Islam di negara yang banyak memiliki gereja bergaya barok di setiap sudutnya itu. Hanya golongan minoritas saja yang menikmati lebaran. Gaungnya nggak seheboh di nusantara.
Namun, tahun demi tahun rasa sedih, pedih dan rasa nggak enak lainnya terkikis. Kata peribahas, alah bisa karena biasa. Terbiasa dengan keadaan yang serba terbatas, serba nggak mudah, serba mandiri, akhirnya menemukan hikmah merayakan Idul Fitri di negara orang.
Kalau nggak tinggal di Jerman nggak bisa manggang kek lebaran
Memanggang kue basah dan kue kering adalah salah satu keahlian wanita Jerman sejak zaman nenek moyang. Karena ini seperti sebuah keharusan, saya jadi bisa membuat kue. Padahal kalau di Indonesia, tinggal nyebrang ke toko roti atau bakery, terjadilah pertukaran uang dengan makanan yang saya pilih.
Di Jerman mana bisa? Sekali adapun harganya mahal.
Sama halnya dengan lebaran. Dulu saya biasa membeli kue kering di Matahari atau toko Ada beberapa hari menjelang lebaran. Senang rasanya, lebaran jadi sah karena kuker ada di meja menemani makanan kecil lainnya seperti kacang goreng dan emping.
Sekarang di Jerman, ya nggak ada yang jual lah. Seperti cerita saya, ada salah satu kek yang mirip dengan kuker putri salju adalah Vanile Kipferle. Itu hanya bisa dijumpai pada saat natal atau pada bulan Desember. Yah, sekarang bukannya bulan Mei?
Ya sudah, saya bikin sendiri sama anak-anak, deh. Paling sebel lihat suami riwa-riwi mencolek adonan yang selesai diaduk atau mengambil kek yang baru saja keluar dari oven. Ih, nggak bisa nunggu.