Waktu itu masih Februari, notabene musim dingin. Mana? Mana si matahari? Suhu rendah membuat orang malas bangun, keluar apalagi beraktivitas.
Angin begitu leluasa menusuk tulang, taburan salju bak tepung putih di mana-mana dan orang menutup tubuhnya rapat-rapat. Mana berani orang membuka aurat? Bisa-bisa masuk angin.
Namun siapa sangka bahwa perjalanan kami dari Jerman menuju Ascona, Swiss memberikan jawaban dari pertanyaan yang selama ini terpendam, Mengapa orang asing suka berjemur matahari? Anda sudah tahu jawabannya?
***
Perjalanan kami melewati batas negara Jerman dan Swiss di Thayngen terlampaui. Petugas bea cukai enggan memberhentikan kami. Sungut mereka memang tajam, mampu mengendus mobil mana yang harus digeledah dan menemukan sesuatu yang terlarang.
Maaf, kami memang tidak membawa barang terlarang. Kami pun berlalu, lenggang kangkung.
Tak lama kemudian, kami sudah sampai Gothard, terowongan yang mempercepat waktu sampai ke Ascona, kanton Tessin, Swiss. Beberapa jam setelahnya, kami tiba di tempat tujuan; kediaman seorang teman baik.
Keindahan Ascona Tiada Tara
Menelisik sejarah kota yang memiliki keindahan Danau Lago Maggiore itu menarik sekali. Rupanya dulu pernah jadi bagian dari Milan, Italia.
Sampai kemudian sejak tahun 1803 menjadi kanton Tessin, negara Swiss. Dengan jumlah penduduk yang hanya 700-an, keindahan alamnya menjadi magnet bagi pendatang dan penduduk baru.
Banyak orang Jerman yang berkunjung ke sana, bahkan sampai memutuskan untuk menetap nggak balik ke asalnya. Nggak heran kalau sekarang ini jumlah warganya menjadi lebih dari 5000 orang.
Untuk ukuran Eropa, sudah banyak itu. Di Semarang, itu hanya sama dengan kepadatan penduduknya per km persegi saja.