Lihat ke Halaman Asli

Gaganawati Stegmann

TERVERIFIKASI

Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Badan Bertato Belum Tentu Mafia

Diperbarui: 20 Februari 2020   18:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Seorang pria ganteng mirip Justin Bieber jatuh cinta pada seorang gadis dari Indonesia. Setelah beberapa tahun pacaran, mereka memberanikan diri untuk memutuskan menikah alias hidup bersama. Di Indonesia tidak seperti di Jerman, yang bisa melangkahi orang tua, saat ingin mengadakan pernikahan. Semua ada tata cara dan aturannya. Nggak bisa sembarangan.

Itulah sebabnya, sepasang calon suami istri itu bertemu dengan orang tua perempuan. Istilahnya "ndodog lawang", mengetuk pintu, meminta ijin kepada orang tua, apakah mereka boleh menikah.

Apa lacur? Si bapak marah besar, tapi namanya orang Indonesia tidak asal meluncur kata-kata yang tidak enak kepada calon menantu. Perasaan dipendam dan hanya diarahkan kepada sang anak:

"Sudah kamu pikir masak-masak keputusan yang kamu buat? Itu pacarmu badannya tattoan semua, apa dia mafia?"

Diarrr ... tentu saja si bule ngakak waktu diceritain sang kekasih tentang komentar sang ayah atau calon mertua lelaki. Karena sudah lama tinggal di Indonesia, ia paham betul bahwa image bertatto di tanah air masih berbeda seperti kampung halamannya di Eropah. Banyak orang Indonesia yang mengidentikkan orang bertatto dengan maling, bandit, penjahat, preman, residivis bahkan mafia. Di Eropa, tidak pandang bulu apa dan siapa orang yang bertatto. Kalau mau, silakan.

Iapun berpikir keras, supaya si bapak percaya bahwa dirinya bukan mafia. Caranya? Dalam beberapa kunjungan ke rumah orang tua pacarnya itu, ia berusaha menunjukkan ilmu kanuragannya" dalam membenahi kabel listrik, lampu, pintu, jendela dan segala tetek bengek yang rusak dan perlu diperbaiki di rumah mereka. Ilmu yang sudah biasa dipraktekkan para pria Jerman, nggak asal panggil tukang jadinya dikerjakan sendiri. Selain hemat kantong, jadi rajin juga puas apa-apa mandiri.

Singkat cerita, luluh sudah hati si bapak yang anaknya mau dinikahi bule.
"Aku ikhlas anakku engkau nikahi."

Eng-ing-enggggg ... dunia serasa milik mereka berdua. Setelah sekian tahun berlalu, keluarga si perempuan makin yakin bahwa meski badan si menantu pria bertatto, rupanya ia memang bukan mafia. Si pria bertatto berhasil membahagiakan putrinya, lahir dan batin. Orang tua mana yang mendustakan nikmat ini?

Sejarah Rajah, Tatto Zaman Bahula
Di bumi nusantara yang terdiri dari ribuan pulau yang dihuni beragam suku, budaya rajah atau tatto memang sudah dari jaman nenek moyang. Artinya, tatto bukan hanya trend zaman sekarang. Bedanya barangkali hanya metode, alat, warna, motif dan tujuannya.

Coba tengok adat rajah suku Dayak di Kalimantan, suku Mentawai di Sumatera dan suku Moi di Papua. Meski prosesnya menyeramkan dan tentu belum tentu hyginis seperti yang ada di kota-kota besar di seluruh dunia, budaya itu masih ada meski tidak sebanyak dahulu. Masyarakat tradisional di zaman modern masih menganggapnya sakral dan ada kekuatan khusus dari rajah. Makin jantan, makin cantik, makin tinggi status sosialnya dan makin-makin  lainnya.

Seiring dengan masuknya beberapa agama ke Indonesia, budaya tersebut diperkirakan oleh beberapa orang tidak akan selestari zaman bahula. Memang, jika tidak diteruskan, dampaknya adalah rajah akan punah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline