Lihat ke Halaman Asli

Gaganawati Stegmann

TERVERIFIKASI

Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Menerbitkan Buku di Antara Kesibukan, Siapa Bilang Nggak Bisa?

Diperbarui: 29 Januari 2019   19:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buku terbaru saya tentang Hongaria (dok.Leutika)

Saya ingat-ingat urutan kegiatan sehari-hari sejak tahun lalu; setiap pagi sekolah bahasa Jerman, siang masak dan bersih-bersih rumah, sore biasa antar-jemput anak-anak les atau klub ini-itu dan tiga kali dalam seminggu mengajar. Malam masak, belajar atau mengerjakan PR dan memberi les anak-anak kami untuk mengulang pelajaran di sekolah atau belajar bahasa Inggris, bahasa Indonesia dan matematika. Sesekali olahraga seperti berenang atau nordic walking. Omaigot. Rasanya badan seperti daging yang dipukul palu kayu supaya rata, dilumuri tepung, telur dan remahan roti sampai menjadi Schnitzel, daging goreng khas Jerman. Byarrrrr, ambyarrr badan inihhh. 

Apakah saya patah semangat menghadapi kerasnya hidup di luar negeri yang serba cepat, penuh aturan dan harus mandiri? Saya ingat sebuah kalimat emas "Sangatlah penting membuat orang lain bahagia, lebih penting lagi  membahagiakan diri sendiri." Menurut saya, saya sudah membahagiakan suami dan anak-anak setiap hari, sah dong kalau saya ingin membuat diri sendiri bahagia dengan memiliki hobi yang menyenangkan diri sendiri. Salah satunya, menulis. Selama ini, tulisan-tulisan saya jadi 10 buku single, empat di antaranya dengan penerbit mayor. Puluhan buku lainnya, nimbrung grup keroyokan. Salah satu dari buku tersebut juga dengan penerbit mayor. Lumayan. 

Oh, ya. Baru-baru ini, buku terbaru saya berjudul "Festival Hongaria yang Patut diketahui" terbit terbit 5 Januari, 4 hari setelah saya ulang tahun. Hadiah ulang tahun yang nggak hanya untuk saya pribadi, bisa untuk hadiah orang lain juga dan siapapun yang tertarik untuk membacanya. Atas kemurahan hati mantan dubes LBBP RI untuk Hongaria, Dra. Wening Esthyprobo Fatandari, M.A., buku itu mendapatkan komentar, foto dan kata pengantar dari beliau. Luar biasa baiknya beliau. Love you, Madam. 

Lhoooooo, katanya tadi sibuuuuk? Kok, bisa nulis buku? Hahaha, bisa aja. Harus dibisa-bisain, lah. Bukankah kita yang mengatur waktu, bukan waktu yang mengatur kita? Berikut adalah tips dari pengalaman pribadi. Tidak berlaku untuk penulis senior atau penulis beken yang belum mulai menulis saja sudah dipesan penerbit. Rejeki orang memang beda-beda. Semoga ada Kompasianer yang ketularan, bisa menulis buku di antara kesibukan yang membuat kepala jadi kaki dan kaki jadi kepala: 

1.Menulislah setiap hari Menulis belum jadi profesi saya. Ini baru tahap hobi, seneng-senengan. Selingan yang membuat saya dapat nutrisi jiwa. Kalau raga pasti sudah cukup, didapat dari roti, keju, susu, buah, sayur jus, coklat dan sebangsanya yang dikonsumsi tiap hari. Itulah sebabnya, saya berusaha menulis setiap hari. Ke mana saya pergi selalu ada peralatan tulis atau gadget di dalam tas, tempat menumpahkan inspirasi. Saat menunggu anak-anak les, ketika menunggu giliran dipanggil dokter dan waktu sempit lain yang ternyata bisa dimaksimalkan. Kalau lupa bawa senjata itu, saya baca buku, majalah atau koran yang ada di sekitar saya. Itu bisa memberi inspirasi dan memperkaya isi di kepala. Kata orang Jerman, Gehirn jogging, olahraga otak.

2.Simpan foto baik-baik di dalam folder khusus Namanya suka jalan-jalan dan motret. Fotonya ya, ampun. Nyebarrrr, ada yang di HP, tablet, kartu kamera dan laptop. Itulah sebab mereka harus dikarantina dalam folder-folder khusus dengan mendapat bantuan dari icloud atau dropbox. Tak lupa saya beri judul yang mudah diingat dan tanggal kapan diambilnya, demi memudahkan nanti ketika akan mencari. Foto-foto terbaik dan berkesan, biasa saya pasang di media sosial seperti  instagram atau Facebook. Jadi jika diperlukan untuk melengkapi naskah buku, lebih mudah lagi menemukannya. 

3.Satukan tulisan dalam folder khusus Kalau tulisan saya banyak, saya pisahkan sesuai genre atau jenisnya. Judulnya biasa judul calon buku. Lalu naskah saya baca lagi dan edit. Tuntas. 

4.Kirim ke penerbit indie Banyak penerbit indie terpercaya yang ada di tanah air. Silakan pilih sesuai keinginan. Saat naskah sudah siap, saya kirim lewat link google drive ke alamat penerbit. Berterima kasih pada teknologi dan sistem yang mempermudah menerbitkan buku di Indonesia dari Jerman. Sebelumnya, tentu saya sudah kirim bea yang disepakati. 

5.Pilih pahe Bisa, kok hanya satu buku saja yang dicetak. Kalau mau banyak bisa Print on Demand, pesan ke penerbitnya lagi. Beanya pun nggak mahal karena sudah termasuk biasanya semua sudah termasuk ISBN, layout, cover, editing EYD dan promosi di web resmi penerbit. Saya suka pilih paket hemat yang memberikan tawaran jumlah buku tertentu dengan harga yang sesuai kantong. Untuk model cetak dalam jumlah ratusan sampai ribuan, memang harganya bisa 4 kali lebih murah, tetapi kalau marketingnya nggak bisa urus, bisa-bisa sisa buku yang nggak terjual dimakan tikus atau rayap. Tepok jidat.

Salah satu hal terpenting yang nggak boleh dilupakan adalah niat dan keyakinan bahwa buku itu bermanfaat bagi diri sendiri dan beberapa orang lainnya. Hidup memang perlu materi tapi hidup nggak melulu diukur dari materi. 

Gimana? Sudah siap bikin buku? Kalau nggak sekarang kapan lagi? Ayo, buruan. (G76)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline