Lihat ke Halaman Asli

Gaganawati Stegmann

TERVERIFIKASI

Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Lurik Naik Pamor di Jerman

Diperbarui: 10 April 2018   19:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mbak Lina dengan tas, baju dan topi lurik karyanya (dok.Lina)

Konde oh kondeeeeee. Saya lihat berita demo soal konde, speechless.

Terus terang, konde-konde tradisional Indonesia dari beragam ukuran dan desain biasa  saya boyong ekstra dari Indonesia ke Jerman kalau pas pulang. Lah iya, di Jerman mana ada yang bikin? Sekalipun ada yang jual, pasti mahalnya minta ampyuuun. 

Konde? Ya, itu satu dari sekian senjata saya dalam memamerkan budaya tari Indonesia di seluruh dunia.  Setidaknya, di 11 negara berawal dari Indonesia (tanah tumpah darah), lalu mulai umur 18 tahun berturut-turut di Philipina, Jepang, Nepal, Perancis, Denmark, Turki, Jerman, Spanyol, Hungaria dan baru-baru ini di Pakistan. 

Di Pakistan saja yang mendeklarasikan diri sebagai negeri Islam (the Islamic Republik of Pakistan) dan mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Islam seperti di Indonesia, saya nggak dilarang, lho. Malah saya dipeluk-peluk orang (laki dan perempuan) sehabis saya menari (jaipong Bajidor Kahot) dalam sebuah pesta perkawinan yang super megah dihadiri ribuan orang baru-baru ini.

Lah kalau saya dilarang pakai konde, bagaimana saya mendandani rambut saya saat menari. Bukankah pakemnya dari dulu dari jaman nenek moyang (bahkan jaman raja-raja?), konde atau sanggul  memang untuk didesain memperindah rambut wanita?

Ya, sudaaah, saya masih beruntung karena pakai konde di Jerman belum dilarang. Sekarang ini yang baru panas adalah pelarangan memakai burka, agak mirip di Austria. Desa mawa cara, nagara mawa tata atau tiap daerah punya aturan sendiri-sendiri. 

Selanjutnya, saya pikir, apa yang tradisional belum tentu jadul, malu-maluin atau harus dihilangkan. Saya masih percaya, yang tradisional justru masih membanggakan dan mampu mengharumkan nama bangsa.

Taruh saja lurik, yang nggak nyangka bisa diangkat tinggi di negeri semodern dan semaju Jerman.

Adalah Lina Berlina. Perempuan Sunda kelahiran 1959 yang pernah saya ajak chat di FB beberapa waktu yang lalu. Mengapa? Karena saya gemas melihat youtube yang menggambarkan kiprahnya; mampu membanggakan negara dengan mendesain lurik menjadi barang tradisional yang mahal dan agung. Pameran-pameran yang diadakannya tak hanya jadi konsumsi diaspora WNI di Jerman tapi juga warga lokal bahkan asing. Nggak percaya? Coba cek belanja online www.linaberlina.de. Kereeeeen.

Perempuan yang memiliki dua putri cantik Stephanie Soraya dan Coelina Tiffannie itu sudah sejak 1993 tinggal di Jerman. Saya ingat banget pertama kali tinggal di Jerman rasanya ada post power syndrom. "Enaknya ngapain ya, di Jerman?" Mencoba beradaptasi dengan negara tempat ngenger dan mencari passion yang pas.

Perempuan kelahiran Bandung itu sebenarnya sudah sejak tahun 1992 menekuni dunia desainer tapinya masih memakai bahan batik, yang notabene jadi bahan baku para desainer Indonesia bahkan dunia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline