Setiap hari jalan kaki 16 km keliling Paris, kaki serasa bengkak seperti kaki gajah. Byuhh. Ya, senang, ya capek. Pokoknya, nano-nano.
Sampai suatu hari, kami bosan berada di Paris dan suami usul keluar dari kota menuju tempat yang agak sepi.
"Kita ke Normandie, yuk?"
"Lihat apa?"
"Pantai ..."
"Aduuuuh, dingin, pak. Kalau musim panas asyik, bisa piknik di atas pasir, bangun istana pasir, mainan air ...."
"Ayolah, ada sejarah Jerman tersimpan di sana."
Begitu mendengar ada sesuatu yang menarik di Normandie, telinga saya berdiri tapi tidak seperti telinga Star trek, lho.
Kami pun berangkat pagi-pagi, usai sarapan di hotel. Maklum, paling tidak 2,5 jam baru sampai di sana. Kalau kesiangan, dapat apa di sana? Keburu gelap karena musim dingin membuat matahari lekas lelah menampakkan diri.
Sebenarnnya dalam acara jalan-jalan, rencananya kami berbagi jadwal menyetir. Eeee, begitu tahu orang-orang di Perancis cara menyetirnya sangat jauh dari gaya menyetir orang Jerman, saya menyerah. Oh, tidaaaak. Saya tidak berani menyetir di sana. Coba, deh. Waktu ada di lingkaran Arc de Triomphe, suami hampir saja ditabrak dari kanan dan kiri. Sampai saya selalu teriak "Awas- awas-awasssssssss." Ya, ampuuuunnn ... entah mengapa cara menyetir mereka berbeda dengan di negeri tumpangan saya. Huff, semrawut! Bahkan garis-garis di jalan kurang banyak dan tidak sedetil di Jerman.
Pantai Amis