Lihat ke Halaman Asli

Gaganawati Stegmann

TERVERIFIKASI

Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Bersama Publik Jerman Nyanyi "Holobis Kontul Baris"

Diperbarui: 5 Oktober 2017   22:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hololbis kontul baris (dok.Pribadi)

"Mbak, kata bu Andi, kamu bisa nembang ya? Nyumbang nyanyi bisa?"

Sebuah pesan di Whatsapp meluncur dari dik Rachma, mahasiswi Sekolah Tinggi Konstanz di Jerman. Gadis manis yang baru setahun di Jerman itu adalah salah satu dari panitia Interkulturelle Woche, khususnya acara, Interkulturelles Buffet mit Tanz und Musik di Wolkensteinsaal, Konstanz, Jerman tanggal 30 September 2017.

"Hahaha ... iya kali. Tapi mikir dulu nembang apa, ya?"

Campur antara senang dan bingung, saya minta waktu. Mikir dulu tembang apa yang pas untuk dipamerkan pada tamu yang kebanyakan orang Jerman. Akhirnya, ketemu! Saya mau nyanyi lagu Jawa "Maskumambang" saja. Meskipun itu biasa dinyanyikan pria tapi saya ingat ada lagu yang pernah didapat dari guru SD, lucuuuu dan perlu dipamerkan.

Selanjutnya, hari H, saya sudah siap dengan dua tarian dari tiga tarian yang saya tawarkan. Pertama nari jaipong Bajidor Kahot. Tarian itu yang pernah saya ajarkan pada Kompasianer di acara ngoplah buku "I'm happy to be 40" tahun 2015 di mabes Kompasiana. Wkkk ... Kompasianer waktu itu mau nari apa breakdance cobaaaa. Pak Axtea, mbak Tamita, Syifa, mbak Marla, mas Dizzman, dan tak ketinggalan para admin K. Heboh.

Balik ke Konstanz. Tarian kedua merak, saya bawakan barengan sama dua gadis. Satunya belajar 2 bulanan satunya lagi iri, terus ikut sekalian seminggu latihannya. Meski nggak seluwes ibunya (uhukk) paling enggak mereka sudah mau dan bisa belajar tarian yang nggak bakalan mereka dapatkan dari sekolahan Jerman. Siapa tahu, mereka ikut melestarikan budaya Indonesia itu di Jerman, sampai anak cucu.

Maskumambang

Oiii. Habis nari merak, anak-anak sudah ribut. Yang gatal kupingnya karena dari kuping pasangan berbahan kulit, sumuk kegerahan lah, sumpek badannya dibalut kek ... byuhhh ... ya, udah dicopot. Sayanya yang bingung mau ganti baju karena waktunya takut nggak keburu. Jadwal berubah, jam saya dimajukan. Ya, sudah, baju merak masih dipakai. Sekalian buat tampilan nyanyi lagu Jawa, deh. Ketimbang kepontal-pontal, pilih duduk manis menikmati sajian Gesang, musik dari anak-anak mahasiswa yang jadi Iwan Fals dadakan. "...Yang penting aku menang, aku senang. Persetan orang susah karena aku. Sebut tiga kali namaku ... Bento-Bento-Bento. Asyik ..."

Lagu-lagu sudah didendangkan. Grup bubar. Layarpun menayangkan promo Tasini. Ceritanya nanti ya, yang soal itu. Selama sekitar 10 menit berlalu, tayangan usai. MC yang pakai baju batik sarimbit warna kuning kembali ke panggung. Mereka mempersilakan saya untuk nembang. Eaaaaa.

"Mas bedeutet Bruder oder Man," seru saya. Tadi MC yang cowok tanya apa artinya Maskumambang. Dari kata Mas, panggilan untuk kakak (laki-laki) dan kumambang, tergantung pada ibunya atau sedang berkembang menuju masa dewasa.

Maskumambang memiliki formula akhiran per kalimatnya (12i, 6a, 81, 8a). Kali itu yang saya pilih adalah Maskumambang dengan bahasa ngoko keseharian:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline