“Maaf, ya ... aku nggak jadi datang.“ Kata seorang teman artis yang akan mendukung acara malam Indonesia yang saya adakan bersama teman-teman diaspora didukung VHS, museum, Hettich, Logiport dan pemda setempat April lalu.
Lemes. Kok, ono-ono bae. Sudah dirancang, eeee ... ada saja program acara yang batal. Dari yang pemain biola untuk lagu “Tanah Pusaka“ yang nggak bisa datang, penari poco-poco dan pembawa ukuleleada acara lain di klub, wayang orang yang sutradaranya sakit, tukang onde-onde yang anaknya harus ikuti lomba sampai MC yang punya acara penting bingit. Ya ampuunnn, cekot-cekot!Hasilnya saya nari empat kali. Halaaahhhh ...
Setelah dibicarakan dengan teman-teman dalam WA, Kompasianer Eberle usul dan teman-teman panitia (berlima) sepakat akan menggantikan para artis, mengajak penonton untuk ikut serta. Saya mengangguk.
Hasilnya? Hari H. Taraaaa ... tarian berhasil menarik ibu dubes, konjen dan para tamu Jerman serta diaspora untuk maju ke depan dan menari bersama! Wowww, virus poco-poco menyebar. Seru! Inilah Indonesia. Indonesia?
Asal muasal poco-poco?
Sebenarnya dari mana sih asal poco-poco? Lagunya?
Lagu itu dinyanyikan pemilik suara mentul-mentul khas Jopie Latul dari Ambon, Indonesia apalagi dengan housemix. Penciptanya sendiri, Arie Sapulette yang lagi jatuh cinta. Hey, falling in love? Begini nih liriknya:
Balenggang pata pata (jalan berlenggak-lenggok)
Ngana pe goyang pica pica (goyangan badanmu gemulai)
Ngana pe bodi poco poco (bentuk tubuhmu indah berisi)
Cuma ngana yang kita cinta (hanya kamu yang aku cinta)