Lihat ke Halaman Asli

Gaganawati Stegmann

TERVERIFIKASI

Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

[Rose RTC] Ting Tong Tong

Diperbarui: 19 September 2016   02:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

September.

“Ting Tong Tong“ Bunyi bel pintu rumah dipencet. Aku paling benci mendengar bunyi bel itu karena artinya; aku harus menghentikan apa yang kukerjakan di komputer kesayanganku, keluar dari kamar, turun ke bawah dan menuju pintu utama!

Kesal. Untuk sekian menit, imaginasi karangan fiksiku akan terpenggal. Menulis, melupakan Bernhard yang memilih wanita berkebangsaan Rusia itu, ketimbang aku.

Jam dua siang. Kulirik jam dinding di dekat pintu. Kubuka daunnya, kutemukan sosok yang hampir saja bikin jantungku copot. Pria yang wajahnya mirip Bernhard! Kuusap mataku berkali-kali. Barangkali aku salah lihat. Pria di depanku memang mirip Bernhard!

“Selamat siang. Ada paket untuk Gladiol Pancawijaya.“ Tukang pos itu menyebut namaku dengan lucu. Nama khas Indonesia yang alfabetnya tak sama. Susah lafalnya. Entah mengapa aku tidak tertawa. Wajahku cemberut, rambutkupun kusut.

Aku hanya mengangguk. Menandatangani mesin konfirmasi dan menutup pintu. Ekor mata tukang pos itu masih memandangiku di antara jepitan pintu dan palangnya. Perlahan-lahan, langkahnya meninggalkan halaman depan apartemen yang masih penuh dengan mawar, meski musim gugur telah datang.

Tak percaya dengan pemandangan yang baru saja kutemui, kusibak tirai jendela dekat pintu. Ah, bukan. Itu bukan Bernhard. Cara berjalannya beda!

Aku mendesah .... entah mengapa pikiranku masih saja berdansa dengannya. Bernhard sudah lama pergi. Tuhan, kesadaranku belum juga tiba.

***

Seminggu berlalu, Bernhard dan pria berwajah mirip Bernhard itu masih menari-nari di dalam otakku.

“Ting-tong-tong.“ Jam dua siang. Aku meloncat kegirangan. Kuharap, itu tukang pos yang sama;  berseragam coklat dan berwajah mirip Bernhard. Sebab tak tahu namanya, kujuluki dia, September. Bulan di mana aku bertemu dengannya untuk pertama kali. Kupandangi cermin di kamar, kubenahi pakaianku. Cantik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline