Lihat ke Halaman Asli

Gaganawati Stegmann

TERVERIFIKASI

Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Mau Dikenang Orang? Menulislah!

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1429186602298536519

Barangkali itulah pesan yang tersirat usai perjalanan mengunjungi Jerman Timur minggu lalu. Bahwa kebanyakan orang yang menulis, meski sudah lama meninggal, karyanya masih bisa dinikmati bahkan dihargai tinggi ... warisan anak cucu.

Ini memotivasi saya bahwa meski tulisan hanya sedikit, pendek, jelek, dianggap orang sebagai sampah, dituding tidak berguna, dianggap salah ... tetap saja tulisan itu pertama akan menjadi milik saya sebagai penulisnya, membanggakan dan berguna dalam mengungkapkan isi hati dan pikiran. Obat tamba ati dan lupa. Setelahnya, tulisan itu akan membawa nasibnya sendiri. Apakah nanti juga bermanfaat untuk segelintir orang atau meledak ke seluruh dunia .... Tak perlu pusing kepala, terus menulis saja mengikuti gerakan jemari. Go, go, go ....

Dari mana inspirasi dan motivasi tambahan itu?

Anne Frank

Memandangi wajahnya yang imut duduk di sebuah kursi bermeja dengan alat tulis di museum Madame Tussaud Berlin, saya sempat berhenti lalu berfikir. Siapakah dia? Oh. Informasi ada di dinding seberang. Anne Frank namanya. Aslinya, Annelies Marie Frank.

Anne dan keluarganya yang yahudi itu dulu lari ke Amsterdam. Selama persembunyiannya, gadis kelahiran Frankfurt itu rajin menulis buku harian. Hingga akhirnya tertangkap, dideportasi dan masuk KZ. Gadis berhidung mancung dan bermata sayu itu meninggal di usia 15 tahun di KZ NAZI di Bergen-Belsen karena typhus. Begitu pula Margot, saudara tuanya. Serem ya? Saya pernah ke KZ di Dachau dekat München. Kalau saya harus tinggal di sana, jelas banyak penyakit dan alamat tak bisa hidup lama ... Bergidik.

Yup. Menulis. Itu yang digemari Anne. Anne tak akan menyangka bahwa tulisan sederhana sebagai curhatnya di buku harian di jaman susah itu, suatu hari akan mendunia dan dinikmati banyak orang. Buku yang menceritakan keadaan jaman Hitler, misalnya tentang arti sebuah lambang pada emblem jaman NAZI dan masih banyak lagi lainnya. Tulisan-tulisan itulah yang akhirnya disebarkan secara umum oleh ayahnya, Otto Frank setelah selamat dari KZ Auschwitz-Birkenau. Diterjemahkan dalam beragam bahasa agar semua orang tahu isinya.

Itu menjadikannya dikenang orang sedunia. Bahkan usai meninggal wajahnya terkenal dan diabadikan dalam museum Madam Tussaud sejajar dengan artis terkenal dan tokoh politik dunia yang kebanyakan orang dewasa bahkan lansia. Kok bisa? Semua berawal dari tulisan di diary tadi.

Bagaimana? Masih ragu menulis di buku harian, memotivasi anak menulis buku harian sejak dini atau menulis harian?

[caption id="attachment_410533" align="aligncenter" width="507" caption="Anne Frank, penulis remaja yang mendunia"][/caption]

Goethe

Di Jakarta ada sebuah Goethe Institut. Sebelum tahu siapa Goethe saya pernah heran, mengapa ada lembaga pakai nama orang, Goethe? Begitu baca banyak informasi saya menganggukkan kepala. Ia memang pantas menjadi panutan. Pujangga itu Johann Wolfgang von Goethe. Pria kelahiran Frankfurt tahun 1749itu meninggal di Weimar tahun 1832.

Meski sudah lama meninggal, Goethe masih dikenang. Kontribusinya di dunia literasi antara lain lewat puisi, novel, epik, biografi, lirik, drama, buku pengetahuan alam dan budaya. Novel berjudul “Di Leiden des jungen Werthers“ terkenal di benua Eropa. Luar biasa talentanya, bukan. Serba bisa, tak sembarang orang bisa.

Bahkan tak hanya namanya abadi dalam tulisan, tempat ia dilahirkan di Frankfurt, tempat bermukim di Leipzig dan tempat ia tinggal sampai meninggal di Weimar, masih abadi sampai hari ini. Patungnya berdiri di mana-mana. Itu semua sebagai penghargaanya sebagai penulis, tak hanya di Jerman, juga di Eropa bahkan dunia ....

Terus? Masih canggung menulis sebait puisi?

[caption id="attachment_410534" align="aligncenter" width="512" caption="Rumah Goethe di Weimar"]

1429186706914833197

[/caption]

[caption id="attachment_410536" align="aligncenter" width="320" caption="Duet pujangga Goethe dan Schiller"]

1429186760727492738

[/caption]

Schiller

Nama ini sudah tak asing lagi karena ada teman anak saya yang nama keluarganya sama. Bedanya, Schiller yang saya maksud saat ini adalah kawan karib Goethe, Johann Christoph Freidrich von Schiller.

Schiller adalah penyair, sejarawan, filsuf, penulis drama Jerman. Waktu muda, ia pernah menghirup tembakau dan menulis bab yang terlarang pada jaman itu. Goethe pernah bertengkar dengannya gara-gara kebiasan ini, termasuk soal kegilaannya judi main kartu. Satu hal yang menarik dari pria itu, hanya dengan mencium bau apel yang busuk saja, sudah muncul bait-bait puisi indah dari Schiller. Dahsyatnyaaaa ....

Sayangnya, pria kelahiran Marbach am Neckar itu meninggal di Weimar di usia muda, 45 tahun. Rumahnya masih abadi di Loschwitz dan Weimar. Rumah kedua, berdiri terawat di dekat museum Schiller dan di seberang sebuah air mancur.

Tidak ada manusia yang sempurna. Bagaimanapun, ia berjasa menorehkan sejarah di dunia literasi. Layak kalau namanya pun jadi nama sebuah jalan di Weimar. Patungnya (bersama Goethe) berdiri di beberapa tempat di Jerman bahkan di USA. Semua berawal dari tulisan-tulisannya yang menginspirasi tadi ....

Lantas, masih enggan mengungkapkan perasaan dari hal yang sepele dalam hidup ini?

Jangan, jangan sampai ....

[caption id="attachment_410537" align="aligncenter" width="512" caption="Rumah Schiller di Weimar"]

1429186810984917650

[/caption]

***

Ya sudah. Tak perlu menjadi Anne Frank, Goethe atau Schiller. Cukup hanya menjadi Kompasianer, mimpi untuk dikenang (tulisannya) bukanlah hil yang mustahal.

Seorang Kompasianer yang saya kenal adalah salah satunya yang suka menulis dan mendapat hikmahnya. Namanya Dr. Posma Siahaan. Dokter dari Palembang itu setidaknya sudah ada 3 buku yang dirilis dari menulis di Kompasiana. Targetnya bukan one day one article seperti bapak Tjiptadinata Effendi tapi one year one book (one book a year) Pengalaman praktek jadi dokter, sebuah buku harian. Lucu lho, saya sudah baca ketiganya di Jerman.

Oh, iya, di akun beliau itulah beliau mengumpulkan, cari sponsor lalu cari percetakannya.

Meski buku-buku saya terdahulu tidak semuanya ditulis di akun saya di K, saya adalah salah satu penganut ajarannya. Memilah, mengumpulkannya menjadi satu file, mengedit, menjadikannya naskah buku dan cari penerbit (jika ditolak, cari percetakan atau indie label) sembari sedikit demi sedikit memotong artikel yang akan dimasukkan. Gak lucu kalau apa yang ada di buku bisa dibaca di internet. Hehe.

Nah, dokter suami seorang dokter gigi itu juga bukan satu-satunya kompasianer yang berhasilpunya buku dari tulisan di Kompasiana (ladangnya para penulis buku senior dan junior). Lantaran dokter Posma sudah kirim sampai ke Jerman, saya jadi tahu dan baca. Yang lainnya mau menyusul? Mauuuu ....

***

Yup. Keempat orang yang saya sebutkan di atas, saya yakin akan menyemangati orang yang hobi menulis seperti saya. Apapun itu bentuk dan isinya, don’t worry be happy. Tulisan saya barangkali belum dibaca orang lain untuk hari ini. Suatu hari nanti siapa tahu berguna?

Nah, mari menulis. Menulis yang baik saja dan lihat apa yang terjadi karenanya.(G76).

Sumber:

1. Anne Frank

2. Goethe

3. Schiller

4. Kompasianer Posma Siahaan




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline