Suatu hari, seorang tamu datang mengunjungi saya.
„Eh, ada orang Indonesia beli tas Hermes, lho!“ Tamu itu bercerita bahwa seorang warga Indonesia, ada yang membeli tas Hermes dari butik di Perancis. Untuk membelinya, memang tak sembarang orang diijinkan si petugas di sana. Kalau penampilannya tidak meyakinkan. Apalagi bukan orang terkenal. No, way! Hus ... huss ... pergi, sana.
„Hermes? Halah. Saya juga punya... dapat souvenir dari seorang rekan suami.“
„What? Diberi gratis? Baik sekali... orang kaya, dia ya? Harga tas itu seharga 200.000€, lho!“
Saya ndomblong! Wajah saya tambah bengong. Haaaah? Uang segitu? Sudah dapat satu rumah di daerah saya tinggal di Jerman selatan. Cukup luas dengan kebunnya pulak. Mosok, tas jelek yang saya maksud itu, harganya setinggi itu?
Saya berlari menuju dapur, di sebuah lemari tempat saya mengumpulkan semua tas dari bahan karung gandum yang menjadi souvenir dari beragam perusahaan. Maklum, suami sering mendapat dari rekanan atau pas sedang berkunjung ke pameran atau perusahaan. Saya telaten mengumpulkannya, siapa tahu butuh.
Biasanya, meskipun bahannya sama, warna, motif dan tulisannya beda. Sesuai dengan keinginan perusahaan/pabrik. Nah, maksud saya, hendak menunjukkan pada tamu saya itu bahwa saya benar-benar punya tas bertuliskan HERMES di salah satu permukaannya. Itu pemberian sebuah perusahaan ekspedisi kirim-mengirim surat dan barang di Jerman. Kalau sudah lama tinggal di Jerman pasti tahu bahwa pos di Jerman tak hanya DHL atau Pos Jerman tapi juga Hermes, UPS dan masih banyak lagi lainnya.
Walah-walah... Saya malah baru tahu, kalau HERMES juga dipakai sebagai merk tas luxus yang digandrungi wanita-wanita Indonesia itu, ya? Saya barangkali yang kampungan.
Oh... saya pun geleng-geleng kepala. Tak hanya memikirkan wanita yang diceritakan tamu tadi, membeli tas asli Hermes, duitnya dari mana? Bukankah di tanah air itu banyak orang susah? Apa tas yang dia cangklong itu tidak tambah berat di pundak si pemakai saat melewati orang kasihan di sekitarnya? Argh, bukankah, memang setiap orang punya hak untuk memiliki sesuatu, ya?
Ya sudah, saya tambah geleng kepala lagi, karena meskipun sudah saya aduk-aduk sampai keringatan, tas HERMES dari bahan gandum saya, tidak ketemu! Di manakah kau berada, wahai tas Hermes? Saya ingin membuktikan pada tamu dan siapa saja yang bertanya, bahwa saya benar-benar punya tas HERMES. Bedanya, bahannya dari gandum dan jeleeeek sekali! (G76).
PS: Tulisan ini lahir setelah diliatin suami, foto seseorang mencangklong tas gandum dengan tulisan tangan dari bolpen LUIS VUITTON.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H