Lihat ke Halaman Asli

Gaganawati Stegmann

TERVERIFIKASI

Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Cross Cultural Understanding Lewat Perangko

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13329260491728246309

Cross Cultural Understanding, saya artikan sebagai memahami budaya orang lain yang berbeda (jangankan budaya barat, budaya sesama bangsa yang sudah beda suku, bahasa dan tradisinya saja bisa menimbulkan misunderstanding alias salah paham).

Pengetahuan tentang ini teramat penting jika saya-si pelaku dihadapkan pada kenyataan sebagai makhluk sosial bukan hanya makhluk individu. Jika tidak, awareness alias kehati-hatian saya sebagai manusia kepada manusia lain yang berbeda budaya pastilah akan menimbulkan masalah layaknya api dalam sekam. Mak wuuuuukkkkk, terbakar! Duhh, sulit.

Lain soal jika seseorang telah berhasil memiliki rasa sensitivitas budaya yang tinggi terhadap orang lain. Uji kelayakannya tentu akan menciptakan hubungan dalam kehidupan yang harmonis nan damai. Tak mudah memang tetapi kalau tidak belajar dari sekarang kapan lagi, yah?

***

Dan ternyata belajar mengenai cross cultural understanding ini bisa diam-diam, yakni melalui perangko.

Excuse me, perangko? Ya, karena bagi filatelis yang telah hunting kesana-kemari mengumpulkan perangko dari beragam dunia (baik dari mengumpulkan sendiri, membeli, menerima hadiah, tukar menukar), pastinya bisa mengamati gambar-gambar yang berciri khas negara yang bersangkutan.

Menurut saya, gambar adalah bahasa yang universal dan menuntun pada beberapa pemikiran:

1.Jiwa menghargai junjungannya (apalagi koloninya).

Dari sebuah perangko beberapa negara seperti Nigeria atau Tanzania, saya menangkap sebuah signal, betapa rendah hatinya negara-negara bekas jajahan dan sekarang menjadi koloni sebuah negara seperti Inggris Raya ini. Kedua negara yang menjadi contoh itu masuk daftar negara-negara persemakmurannya, selalu semangat menampakkan sang ratu dalam beberapa acara khusus seperti Anniversary Ratu Elizabeth bahkan Lady Dy. Gema mengelu-elukan sang pemimpin amat terasa. Apakah ini karena semua negara jajahan Inggris biasanya maju dan makmur (hingga rajin bernostalgia dengan rasa terima kasihnya)?

Pernahkah kompasianer menemukan sejarah kolonial di Indonesia dalam perangko kita? Belanda, atau Jepang misalnya?

[caption id="attachment_178827" align="aligncenter" width="359" caption="Perangko negara-negara persemakmuran (dok.pribadi)"][/caption]

2.Telanjang sering dianggap sebagai sebuah seni, bukan pornografi

Dalam Germany Next Top Model, acaranya selalu menampilkan saat pemotretan para model dengan seni lukis tubuh … wah tak kentara kalau mereka ini bugil. Lah, kalau di Indonesia bisa ramai digunjing dan dibredel layaknya majalah Playboy! Begitulah cara bersikap rakyat Jerman yang berbeda dengan masyarakat tanah air.

Sementara dari perangko, ternyata pemahaman akan ini menjadi jelas bahwa setengah bugil sampai telanjang bulat itu sebagian dari seni, bukan pornografi.

Beberapa negara seperti Italia, Belgia dan lainnya juga merupakan bagian dari negara yang memiliki cara pandang berbeda dengan bangsa Indonesia soal tanpa berbusana ini. Jadi untuk kenyamanan bersama, foto perangko bugil tidak ditayangkan …

3.Traditional costum itu salah satu identitas bangsa yang harus dilestarikan

Ditilik dari beragam perangko Indonesia misalnya, dari presiden Soekarno sampai Soeharto, hanya ada satu kesamaan selain jenis kelamin laki-laki, yaitu pecis alias kopiah. Mengingat masyarakat Indonesia sebagian besar beragama Islam, penutup kepala ini begitu rekat dalam kehidupan rakyatnya dan menjadi image tersendiri tak ubahnya pecis India ala Jawaharlal Nehru, tokoh Fujeira-almarhum presiden Gamal Abdul Nasser dan turban para tokoh rakyat Iran (dari masyarakat tingkat tinggi sampai jelata memakainya, sudah tradisiiiii. Kalau bukan bangsa itu sendiri yang melestarikan pakaian tradisional dan identitas bangsa lainnya, siapa lagi?).

Ah, sayang saya tak memiliki koleksi pak SBY pakai kopiah, hanya sekilas melihat foto perangko beliau naik sepeda sama ibu Nani itu …

[caption id="attachment_178828" align="aligncenter" width="359" caption="Kopiah, turban dan topi sebagai identitas bangsa (dok.pribadi)"]

13329261411348011739

[/caption]

4.Emansipasi wanita ada dimana-mana

Dalam perangko Iran seharga 20R, tertera profil seorang wanita berjilbab dilengkapi senjata. Ternyata, tak hanya kaum pria saja yang bisa maju perang (ini mengingatkan saya pada kehebatan Cut Nyak Dhien dari Aceh dengan rencongnya, Kristina Martatiahahu dari Maluku dan sebagainya).

Di lain sisi, ada beberapa masyarakat yang masih menganggap bahwa tempatnya wanita bukan di jalur kekerasan melainkan di lini kehidupan yang lembut (di rumah dan seterusnya). Jika tidak memahaminya, pastilah akan terjadi konflik karenanya (mengembalikan kenangan pada film G.I Jane).

Lalu soal kepimpinan yang biasa dipercayakan kepada seorang pria bukan perempuan sementara beberapa ratu sudah naik singgasana seperti di Inggris, Belanda, Monaco dan lainnya telah memulai lebih awal.

Indonesia pernah sebentar memiliki presiden wanita-ibu Mega … akankah dimasa mendatang, ini menjadi sebuah tradisi rakyat tanah air yang masih kebapakan ini? Halahhhh ngimpiiiiii …

Hey, wait … setidaknya satu perangko Indonesia yang memuat kenangan pelita V jamannya bapak pembangunan, menggambarkan mulai banyak kaum perempuan mensejajarkan diri dalam berkarir seperti halnya para pria (menjadi astronot, peneliti, polisi, arsitek dan seterusnya). That idea is just bombastic!

Nah, bangganya … wanita tak hanya bisa pamer otot tapi juga otak. Contohnya Marie Curie, wanita penemu serum yang sangat memberikan manfaat bagi dunia kesehatan. Perempuan kelahiran Rusia ini berhasil mendapatkan nobel dan membuktikan bahwa eksperimen jari jemarinya berkolabarsi dengan otak yang encer.

Belum lagi dari Jerman muncul perangko Marie-Luise Feßler dan Nelly Sachs yang banyak menulis dan mendapatkan hadiah nobel.

Thanks God, I am a woman!

[caption id="attachment_178829" align="aligncenter" width="368" caption="Thanks God, I am a woman! (dok.pribadi)"]

13329262601375430182

[/caption]

Ohaa … masih banyak aspek yang bisa dilihat dan ditambahkan kompasianer bab korelasi cross cultural understanding dengan perangko ini, bukan?

Yep. Kompasiana adalah sebuah ajang sharing and connecting, sehingga pada hakekatnya perseteruan dari kesalahpahaman baik secara diam-diam maupun blak-blakan sebaiknya dihindari semaksimal mungkin (barangkali dengan asyik menjalankan hobi mengumpulkan perangko ini?).

Oalah, manusia tempatnya salah … susah memang. Semoga saya termasuk orang-orang dari golongan yang terhindar dari hawa negatif. Hanya satu hal yang paling saya ingat adalah bahwa perbedaan itu seyogyanya tidak dijadikan sebagai titik permasalahan namun sebuah dinamika untuk saling mengerti dan berbagi. Hadooh takut kualat ketinggian begini ahhhh … pareeeng.(G76)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline