Lihat ke Halaman Asli

Gaganawati Stegmann

TERVERIFIKASI

Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Orang Utan Sumatra Menghuni Bonbin Basel, Swiss

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1326464950446454058

Kebun binatang (bonbin) adalah sebuah tempat yang sering kami pilih untuk rekreasi bersama anak-anak. Maklum, selain tempat ini selalu memberikan halaman berhektar-hektar untuk ditapaki sekalian olah raga sehat, bonbin adalah tempat penangkaran hewan-hewan dengan beragam spesies dariberbagai negara. Pengetahuan tentang flora dan fauna kami juga bisa bertambah hingga meningkatkan rasa cinta alam anak.

Bonbin sepanjang tahun

Basel, sebuah kota di Swiss yang berjarak 165 km atau waktu tempuh 2 jam sekian detik mengendarai mobil dari rumah kami, melengkapi segitiga emas Jerman-Swiss-Austria yang mengelilingi daerah kami.

[caption id="attachment_163580" align="aligncenter" width="640" caption="Naik tram lebih mudah"][/caption]

Oi, karena kami berlima, terpilih tiket keluarga 36 CHF (red: mata uang Swiss, Franken dan koin Schiling), ini lebih murah dibanding membeli tiket orang dewasa @ 16 CHF ditambah anak usia 6-16 tahun dipatok 7 CHF. Sayang diskon dari kartu keluarga Badenwürttemberg tidak berlaku di Swiss. Hiks, larang tenan (red: mahal sekali). Dibandingkan tiket Bonbin Semarang yang hanya @ Rp 7.500, jauuuuhhhh …

Di kota ini, sebuah kebun binatang dibuka selama 365 hari dalam setahun. Whatttt setiap hari??? Mulai pagi pukul 08.00 pengunjung dipersilahkan untuk memasuki gerbang. Penutupan pintunya biasa dilakukan sekitar pukul 17.30-18-30.

Klub pecinta bonbin ini telah berdiri sejak tahun 1919, bayangkan tahun berapa kebun binatang ini berdiri dan tetap eksis? Pertama kali Basel zoo dibuka pada tanggal 3 Juli 1874! Sudah nenek-nenek buyut sekali yah? Two thumbs up! Perlu dicontoh rekor mencapai satu setengah abad-an ini.

Menengok ke tanah air, banyak bonbin kecil-kecilan tak bertahan lama, ada yang terbengkalai, hewan tak terawat, kotor, managemen sembarangan dan bahkan bisa jadi terancam bangkrut karna tak ada yang mengunjungi pada suatu hari nanti. Itulah daripada ke mal atau fantasia, mengajak keluarga ke kebun binatang memang sebaiknya lebih digembar-gemborkan.

Sarana lengkap

Selain kebersihan yang terlihat dari bonbin tua ini, fasilitas lain seperti restoran (kafetaria dan buffet), toilet, toko souvenir (buku, mainan, kartu pos dan lainnya) amat menjaga kenyamanan pengunjung.

Dari monkey house, the antelope house (jerapah dkk), children’s zoo (red: tempat anak-anak boleh mendekati hewan, mengelus dan memberi makan), vivarium (red: akuarium ikan) dan lain sebagainya, berhektar-hektar tanah digelar untuk para binatang.

[caption id="attachment_163584" align="aligncenter" width="467" caption="Mencari Nemo cs di Vivarium"]

1326465829881363875

[/caption]

Orang Utan penghuni sal kera are saved?

Monkey house – a visit to our relatives. Itulah promo dari Bonbin Basel ini pada pengunjung atas kawanan kera di rumah kera „Mengunjungi saudara dekat“. Eee … saudara yah? Di sal ini, terkenal dengan kelahiran bayi Gorila (Goma) yang pertama di bonbin Eropa atau kedua di bonbin dunia belahan manapun, yakni pada tahun 1959.

[caption id="attachment_163581" align="aligncenter" width="252" caption="Si Goma dari balik kaca tebal (aduh goyang)"]

1326465112945977555

[/caption]

Namun justru bukan itu yang mencuri perhatian saya, malahan salah satu kandang milik beberapa ekor Orang Utan Sumatra. Mereka adalah spesies kera yang memiliki DNA 96,4%, hampir mirip manusia? Mata tak henti-henti mencermati keterangan yang dipajang disana tentangnya. Ada rasa bangga dan lega didada.

[caption id="attachment_163582" align="aligncenter" width="429" caption="Orang Utan Sumatra (dok.Basel zoo)"]

1326465206306206099

[/caption]

Orang Utan dikatakan terdapat di pulau Kalimantan dan Sumatra. Sayang habitatnya terganggu. Kita lihat saja di Kalimantan yang banyak kebun kelapa sawitnya. Mungkin karena makhluk berambut coklat agak kemerahan dhiwut-dhiwut (red: panjang, tebal dan banyak) itu berpotensi merusak hasil tanaman dan dianggap mengganggu aktivitas perkebunan, memicu pembantaian dan perburuan liar yang dilakukan beberapa pihak. Padahal makhluk mamalia ini dilindungi UU koservasi alam dengan ancaman 5 tahun penjara atau 100 juta. Tapi karena Indonesia aturan dibuat pemerintah untuk dilanggar rakyatnya juga, mulus sudah pembabatan hutan dan ekosistemnya. Meskipun OU Kalimantan masih lumayan sekitar sekian puluh ribu tetapi jika terus menerus begini dan tak ada upaya dari pemerintah bersama rakyatnya untuk bahu membahu dalam melindungi OU, ya bablasssssss.

Pffff … syukurlah, komunitas OU dari Sumatra (Pongo Pygmaeus Abeli) yang tahun 2011 hanya dikabarkan sekitar 6000 an saja itu, di Basel, Swiss sengaja diangkat sebagai hewan yang ditangkarkan untuk dapat dikunjungi semua penduduk dunia. Melihat dari cara orang Eropa merawat hewan itu berperikemanusiaan sekali, saya trenyuh. Menggendong mereka layaknya bayi/anak sendiri, menyuapi dengan kasih, membersihkan badan disirami cinta oleh sang Pfleger/in (red: pawang). Wow, it is so fine (red: lihat saja gajah di Bonbin Semarang yang kakinya dirantai, monyet yang ditali dalam sirkus jalanan Ledek ketek “Sarimin Lunga Pasar” atau para anjing yang dicat kuku-kukunya oleh beberapa gelintir artis). Hiks.

[caption id="attachment_163583" align="aligncenter" width="252" caption="Feeding time show"]

13264653381381176602

[/caption]

Begitulah, jika di Indonesia OU sudah critically endangered, dibagian dunia lain, komunitasnya mungkin masih terselamatkan. Misalnya dari satu keluarga Orang Utan di Basel Zoo ini, akan lestari anak cucu cicitnya nanti … let’s see.

Yahhh … nasib Orang Utan yang hidup tidak dihutan tetapi di kaca tebal/jeruji besi ditambah beberapa orang yang berkepentingan di tanah air, hanya mencaci makluk ini. Oh … betapa kejamnya dunia.

Mari dukung perlindungan satwa yang terancam punah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline