Lihat ke Halaman Asli

Gaganawati Stegmann

TERVERIFIKASI

Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Jika Mobil Timor Sehebat Porsche

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Stuttgart adalah salah satu kota besar Jerman yang dekat dengan tempat tinggal kami . Kebetulan di kota yang berpenduduk 600.000-an orang ini memiliki beberapa cita rasa tersendiri. Kota yang mendapat julukan metropolisnya Schwaben (bangsa Black Forest) itu menawarkan pesona yang aduhai. Mulai dari puri abad X yang indah, sebuah restoran Indonesia yang legendaris (he he he), menara TV tertinggi sedunia (liftnya secepat kilat,euy), bonbin Wilhelma (indah!), Opera House, Mercedez Benz Museum, gereja-gereja tua dan … museum Porsche!

***

[caption id="attachment_157915" align="aligncenter" width="387" caption="Tampang Museum Porsche dari depan"][/caption]

Sebelum memasuki pintu gerbang Museum Porsche, kita akan disambut sebuah bangunan penuh kaca, tinggi menjulang bertuliskan “Porsche Museum”. Desain uniknya mengucapkan selamat datang kepada para pengunjung untuk segera memasuki gedung dan antri tiket. Beberapa mobil rilisan terbaru menjajahi baliho yang dipasang disekitarnya.

Di sebelah loket tersedia sebuah pojok untuk sekedar makan kue atau minum kopi/teh. Usai mendapat potongan kartu ditangan dan headphone untuk terjemahan informasi dengan beragam bahasa, kami menuju museum di lantai atas.

Pertama-tama, mata kami tak berkedip memandangi mesin-mesin yang telanjang tanpa body. Mesin-mesin tua itu menyimpan sejarah panjang kehebatan Ferdinand Porsche dalam mengembangkan motor bagi negeri tempatnya menutup mata. Hebat, sejarah perkembangan mobil yang dikemas secara apik oleh Jerman.

[caption id="attachment_157916" align="aligncenter" width="403" caption="Mesin Porsche yang telanjang"][/caption]

Bukti keperkasaan Porsche di lapangan, terlukis dalam sebuah etalase kaca berisi beragam piala dan penghargaan lain. Two thumbs up …

Sesekali kami mengelus mobil-mobil bagus nan mahal yang dikategorikan dalam beragam kata pada dindingnya; schnell (red: cepat), stark (red: kuat), nur 7,2 liter (red: hemat) dan masih banyak kategori lain.

Begitulah, kepala kami sering manggut-manggut memaknai penjelasan dari headphone warna hitam lengkap dengan piranti remote control-nya, yang nanti harus dikembalikan kepada petugas itu.

Di salah satu sudutnya, nampak sebuah mobil yang menggantung di atap. Tes driving rupanya. Putarannya yang cepat dan sering itu ingin membuktikan kepada para pengunjung tentang kehebatan mobil. Alamakkkkk … pusinggg!

[caption id="attachment_157917" align="aligncenter" width="363" caption="Ayayay!Mobil terbalik-balik"][/caption]

Tak aneh jika para pengunjung berdiri lama-lama didepan sebuah mobil dan membaca dengan serius apa yang tertera disana. Beragam informasi selalu dilekatkan dalam papan atau lantai didekat mobil yang diparkir. Kalau tidak salah ada dalam dua bahasa (Jerman dan Inggris). That sounds good.

***

Ya, museum ini sempat membuat dada saya sejenak terasa sesak. Betapa tidak, kehebatan Jerman untuk berhasil dan menjadi terkenal dengan industri mobilnya, Porsche ini membuat saya iri. Mobil yang mendapat penghargaan „German National Prize for Art and Science“ itu ternyata buatan Ferdinand Porsche, pria kelahiran Austria tahun 1875. Mengapa mobil Timor hanya mampu bercokol dari tahun 1990-2008 saja? Hiks. Pertama krismon, lalu bangkrut dan ada yang turun tahta sehingga ditutup. Coba kalau tetap berjaya dan maju dengan pengembangan teknologinya, pasti ada rasa bangga memiliki produksi dalam negeri yang not too bad, hingga ada kesempatan memamerkan kepada teman-teman sedunia. “Indonesia punya mobil nasional juga, lho”.

Hmm … mobil nasionalnya Indonesia itu dulu pastinya ingin disejajarkan dengan Proton-nya Malaysia. Dengan pembebasan pajak dan bea lainnya, ternyata ini tidak mengangkat bisnis Teknologi Industri Mobil Rakyat. Perusahaan yang dimiliki sang anak mantan presiden RI, Tommy Soeharto ini mengingatkan saya pada keterlibatan anak lelaki Ferdinand Porsche,Ferry Porsche dalam pengembangan bisnis Porsche. Hubungan ayah dengan anak dalam satu bisnis di Jerman itu was perhaps well done.

[caption id="attachment_157919" align="aligncenter" width="425" caption="Mobil buatan 1912"][/caption]

[caption id="attachment_157918" align="aligncenter" width="420" caption="Si Klenting kuning"][/caption] [caption id="attachment_157920" align="aligncenter" width="420" caption="Si cantik Rosa"][/caption] [caption id="attachment_157923" align="aligncenter" width="420" caption="Si Putih aw si Putih alias Putri Salju"][/caption] [caption id="attachment_157924" align="aligncenter" width="420" caption="Orange, my fave color (jadi ingat tukang parkir ...)"][/caption]

Pada suatu waktu, ternyata Porsche tak hanya mengembangkan mobil high speed German automotive industry, titipan proyek dari mbah Adolf H, penguasa rejim waktu lampau Jerman itu memesan Panzer, Tiger Tank dan Elefant tank destroyer. Untung salah satu bukti sejarah angkatan bersenjatanya itu masih bisa terlihat sisa-sisanya didalam museum yang tiketnya tergolong mahal ini (untung ada diskon karena beranak banyak).

[caption id="attachment_157921" align="aligncenter" width="467" caption="Si Buto Ijo yang macho"][/caption]

Well … jika mobil Timor sehebat Porsche, tentunya tak hanya ada rasa bangga sebagai bangsa tetapi juga merasa senang dengan pengumpulan bukti sejarah dalam sebuah museum bertajuk “Museum Timor, Teknologi Industri Mobil Rakyat” di Jakarta, Indonesia. Hiks, rakyat yang mana nih? (red: icon tengak-tengok mencari dan garuk-garuk kepala).

To speak more, ini bisa menjadi aset wisata dan lahan bagi warga lokal. Ada teh Ima jualan cindera mata, Jeng Irma dengan butik, Bunda Khadijah mengangkat penganan khas, resto oleh Sasha, café bersama Heny, Mbak Aridha dengan toko kartunya dan masih banyak usaha lain yang bisa muncul karenanya, bak jamur di musim hujan.

[caption id="attachment_157922" align="aligncenter" width="509" caption="Tempat mami, cofeebar"][/caption]

Arrrgghh … lamunan saya buyar. Setelah puas menjenguk mobil-mobil Porsche itu, kami menyebrang jalan. Disana berdiri pusat Porsche Stuttgart. Produk mutakhir mereka dipamerkan dalam ruangan berkaca, atau hanya sekedar berjemur di halaman parkirnya ….

Dan ternyata saya sadar, tangan dan kaki Indonesia terlalu pendek untuk pamer mobil Timor hingga kini dan mungkin saja semakin kebanjiran motor dan mobil impor (dari China dan sekitarnya???) hingga menyesaki jalanan kota besar maupun kecil di tanah air. Maklum ... kreditnya gampang dan murah.

Sumber:

1.Pengalaman pribadi

2.www.wikipedia.org

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline