Lihat ke Halaman Asli

Gaganawati Stegmann

TERVERIFIKASI

Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Pelacuran Siang Bolong di Perbatasan Ceko-Jerman

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_127783" align="alignnone" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] "Wong edan!" malaikat protes kepada setan "Yo ben ... yen ora edan ora keduman" setan meringis kesenangan. Katanya, kalau tidak jadi orang nekat nan gila, orang tak akan kebagian. Mungkin itu percakapan setan dan malaikat di kepala manusia yang ingin berbuat jahat seperti KKN, riba, berbohong atau ... maksiat kali ya. Amit-amit jabang bayi ... *** Selama seminggu, kami menginap di Ferien Wohnung di Neureichenau, Jerman (red: tempat menginap saat liburan yang biasanya lengkap dengan 2 kamar tidur, TV, kulkas, toilet, shower, bath tub, dapur dan ruang makan, balkon dan teras). Kota itu sebuah segitiga emas dimana kita bisa nglencer ke Austria, Jerman dan Republik Ceko dalam hitungan 30 menit sampai 1 jam saja. Salah satu oleh-oleh yang menggaruk dinding hati adalah soal prostitusi di perbatasan Ceko-Jerman! Hiks ... Awalnya, kami datang pada hari Rabu, 3 Agustus 2011. Seusai makan siang, kami mampir ke Little Vietnam yang ada di kawasan Shopping center Goldener Steig. Saya sebut begitu karena hampir 99% pedagangnya berasal dari Vietnam. Barang yang diperjualbelikan seperti kaos, jeans, tas, rok, jaket, dompet, parfum, mainan, dekorasi adalah barang bermerk seperti Lacoste, Adidas, Jack Wolfskin, Louis Vutton, Puma, George-Gina and Lucy, Dolce&Gabbana, Giorgo Armani, Chanel, Dior dan sejenisnya yang dibanting harganya sampai 80-90% dari harga asli. Menurut saya yang gemar window shopping, barang aspal=asli tapi palsu itu menjadi bunga surga dunia bagi para wanita. Hihihi ... para lelaki, menyingkirlah kalau dompet Anda tak mau kempes. Sorry, hunny. Selama dua jam kami mengitari perkampungan yang becek dan penuh sampah itu untuk mencari barang yang pas dengan hati. Ketika pulang, saya amati ada beberapa kasino besar bercat kuning berjendela kaca banyak, restoran dan hotel di sebelah kanan kiri pedagang. Beberapa perempuan berhak tinggi dan bercelana jeans berjalan sendirian. Rambut mereka kusut seperti habis keramas atau habis bangun tidur. Saya pikir tak biasanya orang berkeliaran tanpa mengemudikan mobil. Apalagi, daerah ini adalah daerah perbatasan, tak ada perkampungan atau kota yang dekat. Halte bis-pun tak saya lihat. Kami hanya menduga mereka mau trampen (red: menumpang mobil orang yang lewat). Dua hari kemudian, Sabtu - 7 Agustus 2011, kami mampir lagi. Kali ini agak sorean, jam 16.00 waktu Ceko. Memasuki jalan utama daerah belanja itu, kami disambut empat wanita berambut blonde berpakaian jeans yang hampir mirip dengan perempuan yang kami lihat tempo hari. Tak ada pohon atau remang cahaya yang melindungi mereka. Bahkan mata mereka liar mengawasi suami saya, sayapun tersenyum dan geleng-geleng kepala. Ketiga anak kami dibelakang tak paham apa yang terjadi karena kami berbincang dalam bahasa Indonesia. Saya jadi ingat Sunan Kuning Semarang, Kampung Dolly Surabaya atau Sarkem Yogya yang melokalisasi PSK ketimbang bertebaran di jalan. Hiks, mbak-mbak ... Selama dua jam, lagi-lagi kami berbelanja. Kali ini lebih banyak pedagang yang kami kunjungi. Ternyata termasuk lumayan besar juga tempat belanja yang mirip pasar-pasar tradisional Indonesia seperti Klewer, Gede atau Johar. Karena kantong semakin tipis, suami memutuskan untuk pergi dan mengajak kami mengitari lokasi dengan mobil. Beberapa meter sebelum gerbang keluar terpampang papan dekat jalan aspal, „Sonder Preise" (red: harga spesial alias dibanting). Tadinya suami mengira itu tempat makan, iapun terbahak-bahak setelah melihat bangunan, ornamen, dekorasi dan mobil-mobil yang diparkir. Jelas sekali itu rumah bordil! Dalam arti, para pekerja seks komersialnya menawarkan harga damai. Iapun segera meminta maaf kepada anak-anak yang sudah seperti cacing kelaparan, bahwa acara makan ditunda karena salah tempat. Haaaaaaaaaaaaaaaa ... Satu  menit kemudian kami menuju gerbang. Seperti dua hari yang lalu, berjajar perempuan bertampang Ceko yang bersandar pada palang pintu gerbang dari besi itu. Sore masih terik, maklum musim panas di Ceko juga baru berhasil menenggelamkan matahari pada pukul 20.30-an. Hiyyyy ... „Kasihan ..." lirih suami saya menyentil. "Tergantung sih, apakah ini untuk menyambung nyawa, terlanjur basah, sekedar hobi atau ketagihan karena sebentar sudah dapat duit banyak" saya mencoba berargumen. Mata saya mengerling pada lelaki ganteng milik saya itu. "Alah berapa paling 20 euro sejam" setiran suami pelan tapi pasti meninggalkan palang bertuliskan Starzny dalam bahasa Ceko. Kamipun terdiam, memakan buah pikiran masing-masing menyoal prostitusi di Ceko. Bahkan promosi dari teman-teman suami yang telah lebih dahulu berada di Ceko untuk liburan, katanya penginapan melati sampai berbintang banyak di pinggir jalan besar biasa menawarkan all inclusive (red: fasilitas lengkap, termasuk teman tidur laki atau perempuan, jadi lebih baik datang sendirian saja ke Ceko). Whatttttttttttttt??? P.S: Mbak Irma di Swedia, ini hutang saya lunas soal cerita Ceko. Fotonya mau saya pasang, lelet sekali jadi tidak sabar, padahal habis sahur mau tidur lagi. Hiks.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline