Lihat ke Halaman Asli

Gaganawati Stegmann

TERVERIFIKASI

Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Undercover Bos; Bos Nyamar Jadi Bawahan, Mau?

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru saja saya menonton bersama suami, salah satu seri Undercover Boss. Waduh, tayangan kali ini juga seru. Si bos pemilik waralaba resto ayam di Jerman itu, pura-pura menjadi karyawan rendahan di tempat ia sebenarnya menjadi GM nya. Si bos jadi tahu bagaimana rasanya menjadi pekerja rendahan/kasar dan mengerti perasaan mereka secara rahasia. Berat. Bersyukur pada nasib yang menempatkannya di posisi teratas tapi tentu semakin menghargai bawahannya.

***

Jerman memang luas, resto ayam W tersebar tak hanya di satu kota. Di segala penjuru pelosok Jerman. Bahkan di resto yang memang sudah ada sejak suami saya masih kecil dan sampai hari ini masih ada (meski di kota kami sudah tutup), si bos menyamar menjadi karyawan rendahan.

Mula-mula, ia melamar sebagai pekerja cleaning service. Ia diajari tukang pembersih yang senior, bagaimana membersihkan toilet duduk dan lantainya. Si bos yang menyamar ini sempat ditertawakan bawahannya. Memang ini pekerjaan yang jarang ia kerjakan sendiri. Si bos jadi tahu kerjaan bawahannya itu ternyata tak mudah. Sudah kotor, bau pula.

Di kota lain, ia menjadi karyawan bagian Kuchen Hilfe. Pembantu di bagian dapur. Tugasnya mulai dari membuat salat sampai menggoreng Pommes, si kentang goreng. Pada hari pertama masuk, ia dimarahi oleh si koki dapur. “Sudah tidak berpengalaman di bidang masak-memasak, datang seperti mau dolan saja!“ Tidak membawa tas, tidak ada baju pengganti! Lha, nanti kalau kotor dari seharian di dapur, mosok pulang dengan pakaian penuh flek? Akhirnya, ia dipinjami celana hitam dan baju berwarna putih serta celemek. Untung kok, pas. Coba kalau cingkrang, kependekan ... bisa isis haha!

Dengan sabar, si manager dapur mengajarkan banyak hal. Trenyuh hati si bos, ia jadi mengerti bahwa ternyata si pak tua yang sudah 40 tahun mengabdi di waralaba milik keluarganya itu, betul-betul setia dan pekerja keras. Kepiawaiannya dalam meramu menu hingga mempertahankan cita rasa waralabanya, unggul. Sesekali, merekapun terlibat dalam percakapan pribadi. Merasa nyaman sebagai karyawan rendahan, si bos dan si koki berbincang tentang sesuatu yang sederhana, terlepas dari soal bicara kerjaan. Misalnya saat Pause, istirahat dan waktu pulang ke rumah, Feierabend.

Setiap saat penyamarannya, ia selalu kembali ke hotel. Di sanalah ia melepas lelah seharian bekerja sebagai bawahan dan diwawancarai, bagaimana rasanya seharian sebagai pekerja jelata. Berkeringat! Proyek Undercover boss ini tak biasa ia lakukan, ia kehabisan energi. Padahal biasanya, seharian bekerja di kantor, ia tak sesusah dan sepayah ini. Bidangnya beda. Dan memang ia tidak memulai karir sebagai bos resto itu dari bawah. Sudah turunan keluarga. Ia pun juga meraih pendidikan formal tertinggi dari PT (managerial) dahulu, demi menempati posisi teratas kini.

***

Dari program seri TV Jerman Undercover boss ini saya memetik sarinya. Bahwa tidak semua bos bisa melakukan pekerjaan bawahannya (atau lebih tepatnya tidak semua bos mau). Dan sekali saja mencoba, sudah bisa membuat boss jera untuk memperlakukan karyawan atau bawahannya dengan semena-mena. Sudah gajinya sedikit, ditambah pekerjaan yang berat pula. Pastinya si bos memilih menjadi diri sendiri, pekerjaannya yang sekarang. Tak perlu repot-repot dan kelelahan tingkat tinggi. Tapi bagaimana jika bawahan merasa tidak dihargai? Pasti repot, nggrundhel terus tapi tak terdengar si bos. Dan keadaan tak akan pernah berubah. Butuh komunikasi.

Saya yakin, shooting seri TV itu biasa dibuat dengan keperluan bisnis perusahaan TV demi meninggikan rating, jadi tidak murni. Saya pikir karena tidak pakai kamera tersembunyi sehingga karyawan rendahan dan si boss tahu sedang diambil gambarnya. Itulah mengapa saya tuding ini tidaklah murni.

Namun demikian, tetap saja, saya pandang, ada niatan baik dari TV atau dari si boss untuk mengetahui akar dari tempatnya berpijak. Menyadarkannya untuk jadi orang yang selalu bersyukur dan menghargai orang lain, terlebih bawahannya.

Kerja di kantor memang berat (dengan gaji besar), tapi ingat lebih berat lagi yang kerja kasaran (dengan upah minim). Memang banyak bos di tanah air yang memulai dari bawah, artinya ketika sekarang sedang berada di roda teratas, puncak tertinggi ... ia sudah pernah mengalami masa berakit-rakit ke hulu ... tetapi tidak semua bos mengalami masa rekasa, sengsara. Ada yang dari tengah saja, atau bahkan instan!

Saya memandangi diri saya di depan cermin. Saya tak perlu menyamar daribos menjadi bawaha, karena saya toh menjadi nyonya dan pekerja bawahan di rumah sendiri. Ya. Sekarang pekerjaan saya persis apa yang dilakukan pembantu atau asisten rumah tangga, tukang kebun, sopir, the nanny dan baby sitter yang dahulu pernah bekerja kepada kami. Saya jadi sadar. Kalau tanpa mereka, waktu di tanah air, tak mungkin saya berkarir dan pekerjaan rumah beres. Hikmahnya tinggal di Jerman tanpa bawahan (yang ternyata sebuah tradisi/kondisi biasa warga modern dan maju di negeri Jerman). Saya jadi tahu bahwa pekerjaan mereka (kelima orang itu) di Indonesia, berat, meski gajinya tergolong lebih tinggi dari bekerja di tempat/keluarga lain. Tetapi tetap saja, apa yang mereka kerjakan seharian ... tidak mudah, butuh tangan terampil, keikhlasan hati dan kerja keras. Itu yang harus saya nilai dan hargai. Saya sekarang merasakannya sendiri. Intinya, mau jadi bos mau jadi bawahan ... tetap bersyukur. Asal melakukan yang terbaik pastilah nikmat.

Semoga siapapun yang menjadi bos tetap dihormati bawahannya dan siapapun yang menjadi bawahan mendapat upah yang pantas dan penerimaan pribadi yang semestinya. Kalau tidak, menjadi bos dan bawahan di rumah sendiri saja, ah. Selamat pagi. (G76)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline