Lihat ke Halaman Asli

Gaganawati Stegmann

TERVERIFIKASI

Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Sinden-sinden Bule Marak Ati

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1395699833438673161

Saya orang Jawa. Bersyukur bahwa selain masih bisa menari, saya pernah mempelajari cara menyanyi Jawa (nembang, meski pating plethot metal), menulis dan membaca Jawa (meski terbata-bata). Bagaimana rasanya saat semakin banyak bule melestarikan budaya Jawa, jadi sinden? Nano-nano, ya seneng dan bangga ... ya senep. Takut, khawatir, prihatin jangan-jangan semakin lama, budaya Jawa tidak dilestarikan kita, generasi bangsa malah oleh negeri tetangga. Lha kok saya dulu tidak pernah jadi sinden ya? Air cucuran atap jatuhnya ke tetangga ... Ah nggak juga ... masih banyak sinden cilikyang mulai bergerak, kok. Menthel gowel, centil. Lanjoet!

[caption id="attachment_328290" align="aligncenter" width="604" caption="Sinden dari Amerika bukan Ameriki, Megan (dok.Budi Susilo)"][/caption]

***

Megan Collin – Amerika

Mas Budi Susilo, seorang kawan lama, kenal di 360 Y! yang sekarang sudah bubar. Tapi komunitas Indonesianya masih menghimpun grup di face book. Kawan baik saya ini pecinta budaya Jawa. Sering ia tag gambar-gambar wayangan, gunungan, tokoh wayang seperti prabu Kresna dan seterusnya. Pokoknya, lep lah.

Hingga suatu hari, dia menayangkan gambar si Megan dan muncul di wall FB saya. Sinden umuran 29 tahun yang berasal dari California. Excuse me? Amerika bukan Ameriki! Perempuan cantik yang bening itu sungguh menjereng mata penonton. Nggak ngantuk. Namanya wayang kan semalam suntuk. Kalau tidak terbiasa bisa terkantuk-kantuk bahkan ketiduran di kursi.

Siapa sih, Megan? Saya hunting video di youtube. Wanita cantik dari Los Angeles, California itu sudah 2 tahun tinggal di Indonesia ternyata tak hanya pandai nembang tapi juga melucu, humoris. Dalam percakapan dengan dalang di Malang misalnya, bule ini dikerjain dengan kosa kata baru “pek*k“ dan “cip*k“. Hahaha ... dasar. Kelucuannya tak hanya dengan dalang itu, dengan Ki Soenarjo, Kirun, Tribasa, Ki Enthus sampai Petruk.

Saya sangat terpana saat ia berkolaborasi dengan Sheila on 7 dan menyanyikan „Ilir-ilir“ dengan begitu menghayati musik dan lagu. Matanya terpejam (sejak kecil saya sudah sering melihat puluhan sinden dari jarak dekat, baru kali itu melihat sinden merem matanya). Nah, mbak Megan yang badannya besar ini awalnya nembang biasa, begitu di tengah-tengah, tahulah saya cengkok dan kualitas suaranya tak kalah sama sinden Jawa. Cemengkling.

[caption id="attachment_328292" align="aligncenter" width="400" caption="Sinden Jepang rasa Jawa"]

13957000711845171109

[/caption]

Hiromi Kano – Jepang

Saya pernah menulis tentang “Dilarang Impor Sinden dan Dalang 2050.“ Di sana, saya menyoroti dalang-dalang yang saya kenal dan ... Hiromi yang mendampingi pak Manteb dalam acara wayangan ultah beliau di Solo. Saya yang waktu itu mudik dari Jerman ke Indonesia, ndomblong. Oalahhh. Ada sinden bule!

Sebelum acara berlangsung, saya sempat foto dan berbincang dengannya. Memang wanita berkacamata itu sudah lama di Solo dan belajar nembang (tahun 2006?). Tapi saya tidak menyangka, ketika gilirannya berada di panggung untuk menyanyi bersama sinden-sinden senior, suaranya joss. Kalau sudah menyanyi Jawa, waduuuuh merduuuu. Ia paling suka menutupi gigi gingsulnya dengan tangan. Xixi. Punya malu seperti orang Jawa.

Kalau ia tidak mengaku sebagai orang Jepang, pasti orang bisa mengira ia orang Jawa. Mulai dari badannya yang mungil dan rambut hitam dan muka bundar ala Asia. Hiromi memang wasis berdandan Jawa. Kebaya, selendang dan kain batik (jarik) itu pas di badannya yang mirip tipikal orang Jawa. Mungil dan langsing.

Ester – Belanda

Saya klik judul „Sinden Belanda“ yang sudah di klik sebanyak 67.839. Dalang yang sedang memegang wayang diiringi suara sinden yang tidak terlihat. Begitu disorot kamera, yang menyanyi orang Belanda. Kalau saja tidak diperlihatkan, hanya sebuah kaset, saya pasti kecelek. Bisa mengira kalau itu pasti orang Jawa juga, ternyata buleeee yooo.

Wajah seriusnya itu menunjukkan betapa niatannya untuk mendalami budaya Jawa itu dari hati.

Belanda memang memiliki sejarah yang erat dengan negeri kita. Dahulu banyak orang Belanda di seluruh pelosok Indonesia. Sekarang banyak orang Indonesia yang berada di Belanda. Ada hubungan erat di antara kedua negara. Tapi tetap saja saya masih geleng kepala, melihat kemahiran si wanita Belanda menembangkan lagu Jawa.

***

Masing-masing sinden bule itu punya ciri khas, semua unik. Megan memang fenomenal karena ia lucu. Kata mbak Ira Latief penulis „Normal is boring“; kalau tidak bisa jadi orang yang pandai jadilah orang yang lucu (kalau saya; „kalau tidak bisa jadi orang pandai jadilah orang yang baik“, meski kata orang ... jadi orang baik saja tidak cukup). Interaksi Megan dengan dalang misalnya, menjadi bukti bahwa ia menikmati. Tak sekedar menyanyi. OK. Megan bukan satu-satunya sinden dari negeri asing, ada juga Hiromi dari Jepang, Ester dari Belanda dan entah siapa lagi (barangkali Gana di Jerman? Hahaha). Muka saya seperti ditampar salju, mak nyosss. Padahal salju ada di luar, saya di dalam ruangan. Itu senepnya.

Senangnya. Bersyukur. Budaya Jawa menjadi sebuah magnet bagi para bule cantik tersebut di atas. Kekuatan mereka mengingatkan saya ... ayoooo nembang maneeeeh. Jirolu-jiroluuu ... yo mas, yo maaaas.Selamat malam, bobok dulu. Barangkali ngimpi bisa jadi sinden. "Yen ing Tawang ana lintang, cah ayuuu ... " (G76)

PS: Kisah sinden bule ini hanya sepenggal dari pelestarian budaya Jawa yang menggugah hati, masih ada waranggana bule (Kitsie Emerson) atau ... ada lagi?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline