Lihat ke Halaman Asli

Gaganawati Stegmann

TERVERIFIKASI

Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Lomba Pidato Berbahasa Indonesia di Jerman

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1400231826128747028

[caption id="attachment_336468" align="aligncenter" width="553" caption="Bukti kerjasama Jerman-Indonesia berwujud lomba pidato"][/caption]

Setelah launching buku di rumah, April kemarin, saya iseng mencari tempat yang cocok untuk bedah buku saya "38 WIB (Wanita Indonesia Bisa)." Ketemu lah, Hochschule Konstanz Technik, Wirtschaft und Gestaltung, (HTWG), kampus yang tak jauh dari rumah. Paling sejam. Kampus ini punya mata kuliah bahasa Indonesia!

Setelah membuka web sitenya kemaren, alangkah kagetnya bahwa kampus ini ternyata pernah punya gawe lomba pidato berbahasa Indonesia tahun 2013 yang lalu, tepatnya bulan Juni. Lomba berbahasa Indonesia, di Jerman???

Ya. Lomba hanya diperuntukkan bagi mereka usia 20-40 tahun (bukan warga negara Indonesia, tidak berpaspor Indonesia dan terpenting, tidak pula memiliki bahasa Indonesia atau bahasa Melayu/Malaysia sebagai bahasa ibu). Nah, tentu saja yang menang bukan orang Indonesia. Mereka adalah; Fabian Garbe, disusul Moitz Vorigt. Selamat! Wah, bukan sedih, bangga lah ya ... bahasa kita menjadi perhatian dan dicintai bangsa lain. Saya malah belum pernah sekalipun ikut lomba pidato berbahasa Indonesia. Kalau bahasa Inggris malah sering. Pernah ikut lomba baca deklamasi dan puisi saja waktu SD-SMP. Hayoooo ... gimana ini? Serasa ditamparrr di negeri orang.

Juri lomba diambil dari kedutaan besar Indonesia (Prof. Dr. Rubiyanto bagian kebudayaan) di Jerman dan pengajar di Jerman (berasal dari Indonesia Ibu Brüstle dan orang Jerman, Frau Keller).

Semoga lomba ini bukan yang pertama dan terakhir, tapi berkelanjutan. Maju terus bahasa Indonesia di Jerman!

***

Saya tidak bisa menggambarkan bagaimana rasanya ketika melihat mereka secara langsung mereka berlomba-lomba menggunakan bahasa kita. Saya akan ceritakan nanti kalau jadi bertemu mereka, bercakap-cakap Juni nanti. Hanya saja, saya bisa berfantasi bagaimana mereka belajar keras untuk menguasai bahasa Indonesia. Bertahun-tahun lamanya. Tak ubahnya saya yang belajar bahasa Inggris atau bahasa Jerman, setengah mati. Belum juga pulen, kurang lancar. Padahal di Jerman, saya pastilah lebih bisa praktek bahasa Jerman dengan orang lokal (sesekali Inggris). Sedangkan mereka? Amat jarang sekali kesempatan untuk berbahasa Indonesia dengan penutur asli ....

Staff pengajar dari Indonesia, ibu Andi, sudah menelpon saya, semoga jadi Juni bertemu dengan mereka untuk membedah buku. Berbicara dengan orang Jerman, menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini tentu tidak asing lagi bagi saya, karena suami saya juga pandai berbahasa Indonesia. Hanya saja, bahasa suami saya lebih prokem, slang, bukan formal bahasa Indonesianya. Jadi pasti agak lain nantinya, ketika berbicara dengan mereka yang benar-benar belajar di bangku kuliah cara berbicara dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, formal.

Waduuuuuh, jangan-jangan ... bahasa Indonesia saya kalah sama mereka? Piye iki???? Ayo, jangan mau kalah sama mahasiswa/i Jerman yang belajar bahasa ibu pertiwi, Indonesia raya. Belajar bahasa asing tetap dilanjutkan, bahasa sendiri tidak boleh lupa. Selamat siang.(G76)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline