Lihat ke Halaman Asli

Gaganawati Stegmann

TERVERIFIKASI

Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Masa Wanita Turki Melepas Masa Perawan, Henna Abend

Diperbarui: 4 April 2017   17:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1402828338642060800

Warga Turki adalah warga kedua di Jerman yang banyak saya temui setelah masyarakat lokal, Jerman. Warga lainnya masih ada dari pecahan negara Rusia dan Asia (Thailand, Vietnam, China) serta lainnya.

Dari mengenal mereka, saya jadi tahu adat dan budaya yang berbeda itu menarik dan unik. Salah satunya bagaimana wanita Turki merasa bahagia melepas masa lajangnya pada acara Henna Abend. Ini mengingatkan saya pada masa Midodareni yang diselenggarakan pada pernikahan masyarakat Jawa. Satu hari sebelum akad nikah, hari H.

Apa yang menarik dari Henna Abend ini? Hujan emasssss!

[caption id="attachment_342823" align="aligncenter" width="576" caption="Mempelai saat Henna Abend"][/caption]

***

Undangan dibuat di Turki

Senangnya bukan kepalang. Sepuluh hari sebelum acara Henna Abend, seorang tetangga Turki berambut pirang yang cantiknya seperti boneka itu, mendatangi rumah saya. Mengantar undangan cantik berwarna coklat dengan tulisan berbahasa Turki. Karena saya sedang di Universitas Konstanz dalam rangka bedah buku “38 Wanita Indonesia Bisa“, si gadis (waktu itu) menerangkan pada suami saya, apa makna dua undangan (satu sepanjang amplop ukuran panjang dan satunya seukuran kartu nama). Saya baca kartunya, ada tulisan printed in Turki. Tanya kenapa? Lebih murah daripada di Jerman! Dan tentu, biar tidak salah-salah kalimatnya.

Yang kecil adalah undangan untuk Henna Abend di kampung kami (tempat saya dan dia bermukim), di sebuah balai kota. Yang besar adalah undangan untuk resepsi pernikahan di Stuttgart. Mengapajauh sekali? Butuh satu satu setengah jaman untuk ke sana. Rupanya, ini disebabkan oleh pernikahan Turki, penyelenggaranya pihak laki-laki. Wah, enak ya, semua yang menanggung, mereka? Haha... berbeda dengan pernikahan ala Jawa kami, yang semua ditanggung orang tua saya. Untung sekarang saya bisa membalas, menggesek kartu suami sebagai salah satu dari pihak laki-laki. Aha.

Menari sampai pagi

Pada undangan tertulis; saat: 17.00. Jadi, kami datang jam lima sore. Kedua orang tua mempelai, sudah menyambut kami. Kami salami mereka. Orang tua yang laki-laki berdampingan, teman saya (ibu dari mempelai perempuan) berdiri di sebelah mertua perempuan. Kami berciuman pipi tiga kali. Ini adat orang sana. Kalau di Indonesia kayaknya dua kali ya?

[caption id="attachment_342824" align="aligncenter" width="512" caption="Kedua orang tua mempelai, manghayubagya tamu, tanpa seragam."]

1402828411950585861

[/caption]

[caption id="attachment_342825" align="aligncenter" width="320" caption="Semprotan minyak dan permen yang dibagikan ke tamu."]

14028284691904573131

[/caption]

[caption id="attachment_342826" align="aligncenter" width="486" caption="Hidangan di meja, buah dan minuman bersoda"]

14028285131056614348

[/caption]

[caption id="attachment_342827" align="aligncenter" width="488" caption="Camilan harga satu euroan, nyam-nyam"]

14028285631600079307

[/caption]

[caption id="attachment_342828" align="aligncenter" width="512" caption="Ayam goreng, roti dan salat dibagikan pukul 20.30."]

1402828600980250018

[/caption]

Nah, teman saya itu menyemprotkan minyak wangi di tangan saya sebagai welcoming. Karena dahulu sudah dikasih tahu caranya, sayapun mengusap-usapkan pada kedua telapak tangan saya. Di antara kami berempat, entah mengapa hanya saya yang dapat. Suami dan anak-anak tidak.

Kami memasuki ruangan, tamu sudah pada duduk rapi di jajaran kursi bermeja panjang. Dari tiga ratusan orang hanya 4 orang Jerman (2 orang lansia, suami saya dan dua anak saya-yang separo Jerman saja). Panggung tampak memerah dengan gordin yang dipasang. Sementara bawahnya ada kain putih. Di sebelah kanan, adalah singgasana mempelai perempuan. Kalau di pernikahan kami dahulu, kiri kanan adalah untuk kedua orang tua, waktu itu, justru untuk pendamping pengantin (bukan untuk orang tua). Seperti pernikahan barat yang butuh pembawa cincin? Entahlah, mau tanya-tanya telinga tak bisa dengar lantaran musiknya seperti dangdutan kencang sekali bunyinya.

Setengah jam kemudian, pemusik mulai memainkan alat musik. Sebuah keyboard, sebuah kendang dan sebuah bedug. Ya, ampuuuun. Seru!

Setengah jam kemudian, tamu dipersilahkan joget. Waduh, semua tamu yang kebanyakan berhak tinggi berbaju seksi itu, menari dengan gerakan khas tarian kelompok masyarakat Turki. Bergandengan, bergeser ke kekanan, gerakan di tempat, maju ke depan dan ke belakang dan seterusnya. Teriakan ala Zena, the princess warrior (elelelelelelelelelele ....) sesekali dibunyikan, sebagai tanda, para perempuan menikmati. Bagi mereka yang malu untuk meneriakkannya, biasanya menutupi mulut dengan salah satu tangan.

Seorang teman dekat saya tanya mengapa tidak menari, jawabnya, “Kaki saya sedang sakit. Hak setinggi 12 cm ini menyiksaku.“ Meskipun menyiksa, hak tinggi memang banyak disukai wanita untuk dipakai saat pesta atau kerja. Keluhan seperti ibu jari sakit, punggung senut-senut atau tungkak lecet, sudah bukan hal yang asing dan diterjang ....

[caption id="attachment_342829" align="aligncenter" width="461" caption="Semua membentuk setengah lingkaran"]

14028287051125661857

[/caption]

[caption id="attachment_342831" align="aligncenter" width="461" caption="Menari sampai gila eh pagi ..."]

14028287451254418427

[/caption]

[caption id="attachment_342832" align="aligncenter" width="458" caption="Suami dan anak-anak ikut joget."]

1402828785690924635

[/caption]

Saya pandangi satu persatu wanita yang menari itu. Gaunnya bagus-bagus, warna-warni dan seksi. Sedangkan wajah eksotik mereka amat cantik menawan hati. Ingin rasanya menari bersama mereka. Tapi saya digondeli dua anak gadis. Ya, sudah motret sajalah. Toh, tadi sudah menari bersama papanya sebentar, saat menari untuk pasangan, bukan untuk grup, dalam setengah lingkaran.

Saya sedang mikir, kapan rangkaian bunga dan kartu ucapan berisi uang dari kami pantas diserahkan pada orang tua atau mempelai. Ternyata seorang kawan mencertikan, pada resepsi nanti bukan sekarang. Oh, makanya tak ada orang yang kasih kado malam itu. Hanya cipika-cipiki.

Hujan emas

Dua jam setengah kemudian, kedua mempelai hadir di ruangan, menuju pelaminan. Tamu-tamu bertepuk tangan. Gaun merah berhias bordir indah sekali. Buatan asli Turki. Selain memang lebih percaya, katanya memang lebih murah menjahitkannya. Pas di badan, karena biasa ukuran di Jerman besar-besaaaaar.

[caption id="attachment_342833" align="aligncenter" width="512" caption="Singgasana putih pengantin"]

14028288631021433880

[/caption]
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline