Lihat ke Halaman Asli

Gaganawati Stegmann

TERVERIFIKASI

Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Musim Gugur Telah Tiba

Diperbarui: 17 Juni 2015   21:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1412934125302469223

“Gana, sudah merasa betah di Jerman bukan?“ tanya seorang teman yang sama-sama senam di klub Gymnastik, pada suatu hari.

“Awalnya, tidak mudah. Mana betah? Tapi lama-lama dibetah-betahin deh“ Saya tersenyum. Memang negeri asing itu berbeda. Perbedaan itu bisa jadi indah kalau berpikiran positif tak hanya negatif terus kan. Tak ada yang bisa menolong diri ini kalau bukan diri sendiri. Orang lain hanya bisa kasih opini, saran dan blah blah saja ... yang menjalani harus lebih kuat.

“Dari empat musim kami, musim apa yang kamu paling suka?“ Ia mengejar saya dengan pertanyaan lain. Jerman memang punya empat musim, sekarang ini sedang Herbst atau musim gugur. Sebelumnya sudah ada Sommer, musim panas. Akhir tahun ini akan hadir Winter, musim salju dan Frühling si musim semi. Warna-warni sekali, berbeda dengan Indonesia yang adem-panas dengan musim penghujan dan musim kering.

“Saya paling suka musim panas. Jadi agak mirip di tanah air. Saya kurang tahan dingin.“ Saya ingat betul pertama kali tinggal di Jerman memakai 5 lapis pakaian (termasuk jaket-jaket). Sampai hari inipun, saya kurang begitu suka dingin, senang mencari kehangatan. Uhuy. Ah, jadi ingat, seorang teman Indonesia sampai menderita penyakit gatal-gatal karena alergi dingin. Xixi.

“Ohhh ... iya ya ... di tempatmu pasti panas sekali. Kalau aku bisa keringatan bahkan telanjang kalau berlibur di tempatmu. Haha. Eh, kalau saya suka semuanya. Empat musim Jerman itu wonderful. Lihat deh, musim gugur saja tak hanya menandakan kesedihan karena daun-daun berguguran, mau mati. Perhatikan warna-warna daunnya. Perubahan dari warna daun yang hijau, menjadi merah atau kuning. Wow, tak ubahnya Tuhan melukis alam. Atau ketika musim salju nanti. Semua putih, suci. Hati jadi teduh memandang. Kemudian tiba-tiba ketika semua sudah mati, eee ... akan muncul tunas pohon dan bunga di musim semi. Asyik, kan?“ Perempuan berambut putih yang masih kelihatan energik dan chic itu membenarkan letak kacamatanya.

[caption id="attachment_365424" align="aligncenter" width="512" caption="Berubah warna, tanda musim gugur telah tiba"][/caption]

Saya tersentak. Betul. Betul sekali apa katanya. Ia tidak meratap ketika musim Jerman ada empat, di mana di antaranya ada banyak kedinginan dan kegalauan yang akan tercipta. Entah dari tampilan flora dan fauna yang menyesuaikan gejala alam itu atau ketika manusianya mulai pasang tampang (ditekuk, dingin). Berbeda dengan musim panas, yang notabene selalu dialami orang Indonesia sepanjang tahun (hujan saja hangat, di sini kalau hujan wadow dengeeen, nek. Di tanah air, setiap hari matahari pada umumnya bersinar ceria. Tak heran kalau banyak teman-teman asing yang menjuluki orang Indonesia itu sebagai Sun shine. Ceria terus ... iya dong, sudah terbiasa direndam di negeri yang banyak sinar mataharinya (dibandingkan dengan di Jerman). Senyum orang Indonesia, memang berbeda. Kualitas wahid. Hehe.

Hmmm ... Ada ilmu rasa syukur yang dibagikan teman saya itu. Rasa syukur yang membuat saya yakin bahwa di manapun kita berada ya harus menikmati. Tak mudah memang. Kadang ada perang batin ingin pulang merindu masa lalu yang begitu menyenangkan bersama alam di tanah air. Di saat yang ada di tanah air, ingin melancong ke luar negeri. Mau lihat salju kek, mau pegang daun warna merah kek atau mau lihat hal-hal yang tak pernah ditemukan sebelumnya.

Teman saya itu telah menekankan sebuah poin, sebenarnya, ada keindahan lain juga dari alam ciptaan-Nya di Jerman yang tak mungkin dinikmati kalau berada di negeri sendiri.

So, selamat datang musim gugur. Saya biarkan jutaan daun memenuhi tanah di kebun kami. Pun ketika pohon tetangga yang tak sopan itu masih juga begitu sombong menghembuskan rontokan daunnya di kebun bagian depan kami. Akan kami nikmati bunyi kresek-kresek dari landak yang mulai turun dari hutan di semak-semak kebun kami. Suara burung-burung pun akan hilang bersama datangnya dingin yang menggigit. Kambing akan lebih pagi mengembik kelaparan lantaran dingin dan gelap datangmeski sudah pagi.

Oyoyoy. Musim gugur telah tiba, hatipun gembiraaaa. Selamat siang. (G76)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline