Konsep Sekuler dan Liberal tidak ramah lingkungan- kenapa? Secara sadar saya katakan bahwa kita tidak sedang berlomba-lomba anti apa saja yang lahir dari dunia barat. Hanya saja, sebagai individu yang menjalankan nilai-nilai dan ajaran agama, harus bersikap ketat dan selektif terhadap berbagai produk Barat. Kita akan menerima dan menolak setelah ada proses seleksi dari sumber utama promordial Agama yaitu Kitab suci. Secara pribadi saya tidak memungkiri atau menafikkan bahwa konsep sekulerisme dan liberalisme dapat melahirkan ilmu baru. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah : Apakah perkembangan ilmu pengetahuan hanya akan lahir dari konsep sekular ? Jawabannya adalah Tidak ! Sebagai ilustrasi perkembangan ilmu yang dilahirkan dari konsep sekuler, saya tamsilkan seperti yang disampaikan Tokoh Dunia mantan Perdana Menteri Negara Sekular India Jawahal Nehru. Dalam sebuah konferensi agama-agama dunia di New Delhi pernah mengatakan : "Hingga kini belum juga jelas apakah hasil-hasil ilmu pengetahuan yang didapat dari sekularisme ini menimbulkan perbaikan. Malahan akan menimbulkan kebinasaan saja." Dari Ungkapan di atas dapat kita ketahui, ternyata begitu banyak persoalan yang justru melilit dunia dalam skala internasional, lebih khusus bangsa dan negara kita tercinta Indonesia. Semenjak diterapkannya demokrasi sekular di negara ini, saat itupun kita sedang memetik ketidakjujuran demokrasi. Kita semua tahu bahwa di antara prinsip-prinsip demokrasi yang terkenal adalah golongan yang berkuasa harus mendapatkan persetujuan dari golongan terbesar (Mayority), kemudian golongan kecil yang berlainan pendapat dari mayoritas, dijamin hak-haknya dalam masyarakat. Secara objektif walaupun kita dari kalangan agama selain Muslim, apa yang bisa kita katakan ketika di bumi mayoritas Muslim ini justru memanjakan nilai demokrasi sekuler dan mengenyampingkan nilai-nilai agama pribumi? Ternyata sistem yang selama ini dibanggakan barat dan bonekanya "TIDAK RAMAH LINGKUNGAN". Siapapun boleh menerapkan sistem ini, tetapi tentu saja dalam penerapannya ia tidak mau dirugikan "tidak ada makan siang gratis". Masih segar dalam ingatan kita dengan hasil pemilu di Aljajair dan kemenangan Hammas di Palestina. Hanya dengan rekayasa tuduhan subyektif bahwa kaum Muslim fundamentalis atau teroris maka mereka kembali memetik pahitnya demokrasi sekuler. Sungguh naif kalau dengan fakta-fakta tersebut justru masih ada kalangan Muslim sendiri yang menganggap bahwa agama hanya merupakan lembaga atau bengkel moral yang bersifat individu dalam skala terbatas. Dengan gambaran riil yang kita saksikan dengan kasat mata saat ini, ketika maraknya arus kasus asusila dan kesusakan moral yang terjadi mulai dari Jakarta sampai desa-desa terpencil, tidak heran banyak anak-anak muda sekarang menjadi salah memilih idola dan menjadi generasi bingung tanpa jati diri. Setelah bola salju pemberitaan kasus asusila Luna Maya, Cut Tari dan Ariel Peterporn sudah menjalar kemana-mana dan memakan korban meracuni otak anak-anak bangsa, sekaligus dalam waktu bersamaan menutupi kasus a-moral koruptor, narkoba dan kejadian maksiat lainnya di negeri ini, agama dipaksa untuk berperan, sementara hukum yang berlaku seolah bak 'Macan ompong' tanpa solusi yang mampu mengatasinya. Lalu hukum siapakah yang berlaku di Negara ini ? Dari berbagai sumber dan gambar posting dari sini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H